° I don't want to be friends with him°
|||||||||
Aku sedang memasukkan apa saja yang akan ku bawa ke dalam ransel. Baru saja Mama bilang, kalau aku dan kak Arga ikut ke rumah eyang. Dan--okelah. Refreshing.
"Dek, lo udah packing semuanya?" tanya kak Arga yang tiba-tiba muncul di balik pintu. Dengan pakaian yang sudah rapi, plus ransel di pundaknya. Dia memakai sweater kesayangannya, celana jeans, jam tangan, dan sepatu sneakers andalannya. Gaya? Oke. Tapi....
"Itu ransel siapa?" tanyaku dengan menaikkan sebelah alis.
"Oh, ini? Dari pacar gue," ujarnya dengan bangga. "Kenapa? Bagus ya?" tanyanya sambil menaik-turunkan alisnya.
"Situ--gak malu?" aku heran kenapa kak Arga mau pakai ransel itu. Soalnya...
"Emang kenapa?" tanyanya sambil jari-jarinya menyisir rambut keritingnya ke samping.
"Ransel kakak warna pink," kataku.
"Lo jangan bercanda deh. Ransel gue warna biru. Apa jangan-jangan, lo kebanyakan baca, gak sempet minus, tapi langsung buta warna?" tanyanya sambil ketawa. Aku pun melotot.
Apa dia bilang?
"Terserah kalo situ gak percaya," putusku. Aku lalu memakai jaket, dan tak lupa memakai jam tangan. Lalu ku angkat ransel ke punggungku.
"Udah. Ayo," ia menarik tanganku keluar kamar. Aku mendengus kesal. Memberontak pun aku kalah banding dengannya.
****
Di sinilah aku sekarang. Di rumah eyang. Seperti yang dibilang Mama, Papa juga disini. Setelah berbaur dengan eyang beberapa menit, aku langsung menuju kamar. Kamar yang biasanya ku tempati kalau sedang berkunjung kesini. Perjalanan tadi cukup menguras tenaga, jadi aku langsung limbung di atas kasur. Ku pejamkan mata. Ku bentangkan tanganku. Seolah mengatakan kalau kasur ini adalah milikku, dan aku bebas menguasainya.
"Dek!" panggilan itu membuatku kembali membuka mata. Sungguh mengganggu. Padahal aku hampir berlabuh ke alam mimpi.
"Ngapain kakak kesini?" tanyaku heran.
"Kenapa lo gak bilang kalau gue salah pakai ransel?" tanyanya balik. Wajahnya di tekuk masam.
Aku menaikkan sebelah alis. "Yang bilang kalau aku bercanda tadi siapa ya? Trus, tadi ada yang bilang kalau gara-gara aku kebanyakan baca buku, mataku gak sempat minus, tapi langsung buta warna. Tadi kayaknya ada yang ngomong gitu. Tapi, orangnya mana ya?"
Ia mendengus kesal.
"Makanya, jadi orang yang teliti! Aneh banget. Warna ranselnya aja sampai gak disadari. Gimana isinya," lanjut ku.
"Ck...," kak Arga hanya berdecak. Lalu berjalan ke arahku. "Minggir dikit dong!"
Aku mendengus dan minggir sedikit. Kira-kira 10 cm dari posisi semula.
"Gak gitu juga sedikitnya," omelnya. Aku menatap matanya tajam.
"Ngapain sih? Balik sana! Aku mau tidur," ujarku. Aku benar-benar sudah mengantuk. Aku membelakanginya dan tidur menghadap kanan. Lalu memeluk bantal yang ku jadikan guling. Lama-lama aku semakin mengantuk. Ku rasakan kasur di sebelahku bergerak. Tapi aku tak peduli. Aku benar-benar butuh istirahat. Dan selanjutnya, aku terbawa ke alam mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
This Is Me
Teen FictionKatanya, berteman itu menyenangkan. Tapi aku tidak perduli. Aku tidak tertarik. Apa salahnya sih--gak berteman? Toh--gak berteman gak bikin mati.