"Dia sedingin es, sekeras batu, seformal makalah, dan sekaku robot. Namun kenapa secerah matahari?"
1
Disa menyandarkan separuh tubuhnya ke tembok. "Heh lo." Sapanya kepada lelaki yang baru saja keluar dari toilet sekolah.
Yang dipanggil menolehkan kepalanya ke kanan-kiri, lalu menunjuk dirinya sendiri. Yang artinya, 'manggil saya?'
"Iya lo. Gue udah ngirim 10 surat, loh. Tapi semuanya lo buang? Siap." Kata Disa sambil melipat tangan di depan dada.
Malas meladeninya, Azka hanya menjawab, "Kamu bukan tipe saya." Dan berlalu mengabaikan Disa.
"Lo juga bukan tipe gue kali." Balas Disa langsung.
Lelaki bernametag Azka ini yang hendak pergi justru berbalik, "Ada perlu apa ya?" Tanyanya.
"Rara gak mau makan, minum, tidur dan gak mau ke sekolah semenjak lo tolak. Dia nangis mulu. Dia depresi berat gara-gara lo. Apa yang bakal lo lakuin?"
"Haruskah?" Jawab Azka dengan tampangnya yang selalu datar tanpa ekspresi.
"Kalo terus-terusan gitu temen gue bisa mati."
"Ya, biarin aja." Balas Azka enteng. Ia pun berbalik akan meninggalkan cewek itu.
Disa menaikkan suaranya satu oktaf, "Dia mati, gue bakal bunuh lo, fix!" Katanya yang lagi-lagi menghalangi kepergian Azka.
"Bikin dia seneng trus lo cuekin dia gapapa deh. Sampe dia bisa--" Tawar Disa.
"Dapet berapa lo kerja ginian?" Tanyanya dengan mengubah sebutan 'saya-kamu' menjadi 'gue-elo'.
"Hah?" Disa justru bingung.
Azka melangkah mendekati Disa. Lalu ia menempelkan punggung tangannya ke dahi Disa. Bingung apa yang akan dilakukan Azka, Disa pun membatu karenanya.
"Sakit. Pulang gih." Usirnya dan langsung berjalan meninggalkan Disa.
2
"Udah selesai?" Tanya Dare yang kebetulan duduk di sebelah Disa dengan pandangan masih fokus terhadap game di laptopnya.Sebenarnya nama orang tersebut adalah Dafa, namun teman-teman di kelas sudah sejak SD memanggilnya Dare karena nama lengkapnya Dafa Fahreza.
Disa duduk dengan tangan yang memangku wajahnya, "Sia-sia." Gumamnya.
"Kaga ada sejarahnya juga, Azka mau tanggung jawab sama cewek-cewek yang ngejar dia." Kata Dare, dan ia pun mematikan laptopnya karena bel telah berbunyi.
"Nanti gue yang buat! Dia harus tanggung jawab!" Disa mengepalkan tangannya sebagai penyalur tekadnya.
"Mending gue tampol sini, biar kaga kebiasaan."
Disa menoleh kearah Dare, "Jangan!" Larangnya.
"Demen ya lo?" Tembak Dare langsung.
"Enggaklah gila!" Balas Disa sambil mengibas-ibaskan tangannya di udara.
Hobinya terlaksanakan. Dare pun terus menggoda Disa, "Bohong kali ah."
"Bodo ah. Mending ngerjain MTK!" Disa cemberut dibuatnya, ia pun mengobrak-abrik seluruh isi tasnya.
Wajahnya berubah panik. Seluruh buku dan alat tulis lainnya telah Disa keluarkan. Tetapi buku yang dicarinya tidak ada. "Kok gue gak bawa sih, Re?"
Dare yang sedang menyalin sesuatu dari buku temannya pun menoleh ke Disa, memasang muka yang sama terkejutnya,
"Aduh, Re, gimana dong?!"
Disa masih mencari-cari ke sela-sela buku pelajarannya, maupun di sela tasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fondly
Teen FictionMembantu teman yang kesusahan itu tidak salah kan? Tapi mengapa jadi seperti ini? Salah. Ini, KESALAHAN YANG SANGAT FATAL.