[2] Ada apa?

49 16 9
                                    

"Kamu lebih pemalu dibandingkan seekor kukang."


1
Disa mengerjapkan matanya berulang. Tapi yang ia temui atap berwarna putih dan bau obat-obatan. Ini bukan di kamarnya, melainkan di UKS sekolah.

Ia pun bangun dari keadaan telentangnya dan duduk dengan usaha keras, karena kepalanya yang terasa pusing. Yang ia ingat tadi, ia terhantam bola basket saat mengamati anak-anak yang sedang berolahraga dari pinggir lapangan.

"Diminum." Sahut seseorang dari sebelah kiri Disa.

"Siapa yang lempar bola ke gue sih?" Tanya Disa kesal sambil mengusap dahinya.

"Saya." Balasnya enteng.

Disa langsung menoleh ke arah kirinya dan membulatkan matanya.

"LO!"

"Udah bel." Katanya singkat dan berlalu meninggalkan Disa yang masih meneriakinya. "Maaf."

"AZKA!"

2
Bel pulang telah berbunyi dan segera memuntahkan isi kelas. Tak terkecuali dengan Azka yang telah menghadapi soal Biologi.

Baru saja ingin keluar dari kelas, Azka sudah disambut dengan perempuan yang baru-baru ini sering ditemuinya.

"Yang tadi." Katanya. Azka hanya menoleh sekilas lalu berjalan melewati Disa.

"Ih tungguin!" Kejar Disa.

Setelah sampai di dekat Azka, Disa kembali berceloteh. "Gue belom maafin lo nih ya. Tanggung jawab dulu!"

"Hm." Gumam Azka.

"Jidat gue. Duh, pusing gila." Disa menyentuh benjolan di dahinya dan berlagak ingin pingsan.

Tapi Azka tak kunjung meladeninya. Mereka terus berjalan hingga sampailah di Kedai alias rumah Azka.

"Kok kesini sih?" Tanya Disa sebelum masuk Kedai Roti.

Bunyi bel dan aroma kue yang baru matang menyeruak sesaat setelah Azka membuka pintu Kedai. Ia masuk dengan diikuti oleh Disa di belakangnya yang masih heran.

Kemarin Disa memutuskan untuk pulang setelah mengikuti Azka dan adiknya ke minimarket di persimpangan komplek.

Azka berbalik sebelum memasuki dapur Kedai, "Mau terus ngikutin sampai dalam atau tunggu disini?" Tanyanya.

Disa melihat sekelilingnya, dan berjinjit melihat suasana di dalam dapur melalui kaca. Cukup ramai.

"Situ aja deh, hehe. Cepet ya tapi." Jawabnya dan ia menuju salah satu meja yang masih kosong di dekat jendela. Sedangkan Azka langsung bergegas masuk.

Tak lama kemudian muncul Azka yang sudah duduk di hadapan Disa, dengan celemek yang disampirkan di bahunya.

"Kerja." Kata Azka yang sudah tau pertanyaan yang akan dilontarkan Disa. Disa pun hanya mangut-mangut.

"Kerja yang rajin gih sana." Celetuk Disa.

"Trus?"

"Eh mahal gak sih disini? Laper nih." Ucap Disa sambil memegangi perutnya.

Lalu tiba ibu-ibu yang membawa nampan berisi minuman dan beberapa cupcakes ke meja Disa dan Azka.

Disa menatap Azka dan mengomat-amitkan mulutnya tanpa suara membentuk kalimat, 'Siapa yang mesen?'

"Jarang-jarang nih Azka bawa cewek ke sini." Kata si Ibu. "Dimakan ya, maaf kalo sedikit atau gak enak. Ibu balik dulu ya."

Seusai kepergiannya, Disa langsung melontarkan banyak pertanyaan, "Jelasin dia siapa? Trus yang mesen ini siapa? Siapa juga yang bayarin ini? Duh gue gak bawa duit banyak. Lo yang bayar ya? Iya."

Azka hanya memasang tampang datar. "Itu Ibu."

"Gila menggoda banget." Gumam Disa.

"Gue makan nih ya soalnya udah pada merengek tuh cupcake-nya. Serius tuh udah pada teriak-teriak. Tapi nih ya, Zka. Lo yang bayarin ya. Oke." Ucap Disa, tetapi hanya dibalas dengan gedikkan bahu oleh Azka.

"Ditinggal ya." Azka berlalu meninggalkan Disa yang masih memakan cupcakes yang telah disajikan.

3
"Ini meja nomer 10, tuh di pojok." Kata Kak Rani yang juga bekerja di Kedai milik Ibunya Azka.

"Oke, Kak!" Sahut Disa riang. Ia pun berjalan dengan hati-hati menuju meja paling pojok kanan.

Tak terasa matahari sudah akan turun, Kedai pun sudah sepi pengunjung, berarti Disa sudah berada di Kedai cukup lama.

Disa pun bergegas mengambil barang-barangnya dan mencari sang pemilik Kedai Roti ini untuk pamit pulang.

"Hati-hati." Kata seseorang di depan Disa. Kalau saja Disa tak mengontrol pergerakannya, ia bisa saja tertabrak oleh tubuh bidang orang ini.

"Salam ke Ibu lo, ya. Makasih kuenya, hehe. Gue balik!"

Untung saja jarak Kedai dan rumahnya tak jauh. Jadi Disa berjalan santai menuju arah pulang.

Baru beberapa langkah Disa keluar dari Kedai, tiba Azka yang berada di sampingnya dengan membawa paperbag berisi box kue.

"Ngapain lo?" Tanya Disa. "Itu buat siapa? Gue ya? Kiw, makasih loh. Tau aja gue doyan."

Azka melirik Disa sekilas, "Pesanan orang."

"Oh kirain." Malu.

"Nganter kemana?" Tambah Disa.

"Searah."

4
Azka masih berada di sekitar rumah Disa. Di depan pintu gerbangnya, malah.

Pikirannya kacau karena tanggung jawab yang diberikan Ibunya sejak sore tadi. Fyi, ini sudah Maghrib.

"Kasih, lalu pergi? Oke." Gumamnya.

Baru dua langkah, ia berhenti, "Jangan, nanti ketahuan."

"Taruh depan rumahnya?" Pikirnya lagi.

"E-eh, nanti dikira kiriman menyasar."

Pandangannya beralih ke secarik kertas yang ia ambil dari kantung celananya, "Haduh. Enggak bawa hape."

"Udah deh." Pasrah.

"Jawab aja di suruh Ibu."

"Iya begitu."

"Siap-siap. Oke."

"Semangat-semangat. Oke-oke."

Satu, dua langkah maju.

Tiga, empat langkah belakang.

"Ah haduuuh." Azka mengacak rambutnya kasar.

"Apaan sih kok jadi gini."

Akhirnya Azka benar-benar berjalan maju menuju pintu.

Tarik nafas-hembuskan-tarik nafas-hembuskan. Berulang kali ia melakukan hal ini sebelum membunyikan bel. Untuk mencari ketenangan tentu.

5
"Disa keluar." Pamitnya pada Sang Ayah yang sedang menonton TV.

"Kemana?" Tanya Ayah tanpa menoleh pada Disa sedikitpun.

Langkah Disa tertahan, ia pun menjawab pertanyaan ayahnya, "Minimarket. Mau nitip?"

"Gak." Jawab Ayahnya singkat, lalu mematikan TV dan berjalan menuju kamarnya.

Hubungan Disa dengan ayahnya tak seakrab dulu. Jujur, Disa sangat merindukan keharmonisan keluarganya, dulu. Kini, ayahnya justru menyibukkan diri dengan pekerjaannya dan tak pernah menoleh pada Disa.

"Aku jalan ya. Assalamu'alaikum!" Gumam Disa, menatap punggung ayahnya yang sudah menjauhinya.

Ia pun bergegas keluar, dan membuka daun pintu di depannya. Tapi, ia menemukan seorang lelaki yang juga memakai hoodie sedang memejamkan matanya dan mengkamitkan bibirnya di depannya kini.

Disa menatapnya bingung. Ragu-ragu ia bertanya,
"Azka?"

FondlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang