28 desember 2016 pukul 7.30, aku terbangun dari tidur yang aku paksakan karena semalaman begadang menyelesaikan sebuah game offline bergenre visual novel, yang berkisahkan tentang dua kucing bernama vanilla dan chocola---ah aku tak perlu membahasnya lebih jauh lagi. rasa nyeri menyerang bagian kiri kepalaku, itu cukup menyebalkan hingga membuatku menggerutu tidak jelas sambil mengusap pelipis kiriku dengan lembut. Aku berusaha duduk, mengambil sebungkus rokok di meja belajarku dan menyulutnya sebatang, hisapan pertama, hidupku berkurang 2 detik, gumamku. Dengan malas aku berdiri, membuka jendela dan mulai meratapi hari.
Hari yang cerah untuk dunia yang busuk ini, huh.
Aku terlambat lagi, keluhku setelah melihat lagi jam dindingku. Tanpa mandi dan sarapan, aku bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah, tempat bagi 'manusia' belajar menjadi 'manusia' seutuhnya. Hanya sebatang rokok yg menemaniku saat berangkat ke sekolah, seorang siswa berangkat sekolah dengan rokok yang terselip di bibirnya? Mengapa tidak? aku tidak peduli dengan celoteh atau tatapan orang lain terhadapku, itu hak mereka, dan itu merepotkan, sangat merepotkan. Untungnya, sekolahku tak terlalu jauh dari tempatku, hanya berjalan sepuluh menit dan sampai di belakang sekolah, seperti biasa, kupanjat pagar belakang dan masuk dengan santai."Terlambat lagi?" ucap seorang gadis cantik berperawakan tinggi, berambut panjang sepunggung dan berkacamata, si ketua kelasku sesaat aku masuk ke dalam kelas.
"Diam," jawabku dingin sembari duduk di bangkuku. Aku tipe orang yang malas berbicara dengan orang lain, di sekolah, aku tidak mempunyai seseorang yang bisa ku panggil teman, bagiku mereka hanya sebatas rekan satu kelas, tidak lebih.
"Kau ini, kami semua tau kau jenius, tapi absensimu buruk dan kau akan mendapat masalah.. ayolah jangan membuat citra kelas ini semakin buruk" keluh ketua kelas yang berdiri tepat di sampingku yang sedang berusaha untuk melanjutkan tidur. Sudah dua bulan berlalu semenjak ketua kelas selalu mengomeliku, mungkin dia menginginkan kelas ideal tanpa siswa bermasalah. Mungkin.
"Aku akan menghadap guru nanti, tinggalkan aku sendiri" jawabku melambaikan tangan dan tanpa mengangkat kepala.
"Hal terburuknya, kau bisa di keluarkan dari sekolah tahu!".
"Yah, itu memang buruk" aku tidak akan menyangkal tentang itu. Jujur saja, tidak ada gunanya lagi aku berlama-lama menempuh pendidikan disaat aku menguasai segalanya, tetapi jika aku berhenti sekarang, artinya aku menghancurkan masa depanku, yah, aku tak sebodoh itu.
****
Apakah cinta itu? Apakah kebahagiaan itu? Jika orang lain mengatakan cinta adalah sumber kebahagiaan, maka aku akan mengatakan sebaliknya, semua konflik di dunia berasal dari satu kata itu, cinta adalah sebuah kebohongan halus, sebuah rantai yang merayap mengikuti aliran darah tanpa diketahui, dan tiba-tiba mengikat erat jiwa seseorang tanpa belas kasih dan perlahan meracuni logika. Aku tidak peduli, aku hanya ingin sedikit mengomentari betapa mudahnya manusia dibodohi dan terbelenggu cinta. Itu terkesan menjijikan.Ada apa tiba-tiba aku membahas tentang cinta? Tidak ada alasan khusus, hanya mengeluarkan apa yg ada dipikiranku saat ini.
*******
Pembelajaran baru saja usai, dan aku masih bermalas-malasan di kelas, rasanya enggan sekali beranjak dari tempatku duduk, seakan sang gravitasi lebih memilih untuk menahanku daripada melepaskanku. Kuamati sekitar, beberapa orang masih di kelas, termasuk si ketua kelas, tak berapa lama beberapa orang itu pergi meninggalkan ketua kelas, dan sekarang dia melihat ke arahku, dengan sedikit paksaan aku berdiri dan melangkah, berusaha meninggalkan kelas agar terhindar dari gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIGHTINGALE
RomanceApa sebenarnya yang ingin aku lakukan? benarkah jika semuanya berjalan seperti ini?