Satu

38 5 1
                                    

"Masih lama gak sih Dit?" tanya Livia.

Mendengar itu, Adit berbicara pada montir yang sedang menangani ninja merahnya.

"Dikit lagi katanya Li. Kenapa emang? Laper ya?" tebak Adit yang dibalas cengiran oleh lawan bicaranya.

Mereka ini sudah hafal tabiat satu sama lain. Mungkin karena memang sudah bersama dari sejak balita.

"Disamping ada rumah makan padang, mau makan sekarang?" lanjut Adit.

"Yaudah ayo. Kasian ini cacing diperut gua udah minta makan." Livia pun berdiri sambil mengelus-elus perutnya

"Kasian elonya juga. Entar maag, gua lagi yang repot. Yuk" Adit menaruh tangannya di bahu Livia. Kebiasaan Adit jika berjalan disamping Livia.

Ini sedang waktunya makan siang. Jadi wajar saja jika rumah makan penuh. Termasuk rumah makan yang didatangi dua sahabat ini.

Livia yang tadinya sudah sumringah jadi cemberut lagi.

"Aditya"
Gawat. Jika Livia memanggil Adit dengan Aditya, itu berarti keinginannya tidak bisa diganggu gugat.

Wajib, kudu, harus dituruti.

Laper Dit. Cari tempat makan lain. Livia pasti mau bilang gitu. Batin Adit.

"Laper Dit. Ayo cari tempat makan" Livia merengek sambil memegangi ujung seragam Adit yang diluar celana.

Holy crap. Tebakan Adit benar. Senyumnya mengembang.

Adit menepuk-nepuk ringan puncak kepala Livia. "Utuk-utuk. Sabar ya. Tunggu motor selesai. Yuk balik ke bengkel"

Livia memutar bola matanya malas. "Bahasa lo apa banget."

Adit berhenti berjalan. Dia mengerutkan dahi bingung.

Menyadari itu, Livia memutar badannya menghadap Adit. Mengehembuskan nafas sabar, ia berkata "utuk-utuk ituloh. Dikira otak-otak apa?"

Adit mendengus geli. "Lo saking lapernya, semuanya aja disangkut-sangkutin sama makanan."
"Bodo ah" Livia memeletkan lidahnya. Mendahului Adit menuju bengkel.

Melihat itu Adit hanya geleng-geleng kepala.

Mungkin Livia-atau Adit-sedang beruntung. Karena begitu mereka kembali, motor ninja Adit sudah sembuh. Membuat Livia kembali memasang senyumnya.
"Adit ay-" ucap Livia terpotong.

"Iya bawel. Gue tau. Lo laper, gue juga laper. Cepet naik" Ups lupa kalau terkadang Adit ngamuk bercanda pada Livia.

"Dih sifat aslinya keluar. Tadi aja perhatian, sekarang udah kayak yang kesambet. Labil lo." gerutu Livia.

Adit mengacak rambut Livia. " maaf-maaf. Aduh becandaan doang. PMS ya lo?"

Livia melotot.

"Aduh ampun nyai. Nih helm nya dipake!"

Livia pun mengambil helm tersebut dan naik ke jok penumpang.

Sepanjang perjalanan dalam misi mengisi perut ini, Adit maupun Livia tidak ada yang bicara.

Sampai di perempatan lampu merah, Livia pun memulai percakapan.

"Ini mau makan dimana sih?"

Merasa ditanya, adit memutar sedikit badannya kebelakang "Warung ayam penyet depan mall aja ya. Mau kan?"

"Oke-oke ajasih"

"Ah iya lupa. Lo kan apa aja juga kan mau" celetukan Adit barusan dihadiahi pukulan di punggungnya. Yang dipukul hanya tergelak.

"Canda jee"

"Kayak upin-ipin lo"

"Biarin. Kan cute"

"Muntah dijalan boleh?" Adit tau. Dibalik helm itu ada muka Livia dengan ekspresi mau muntah. Membayangkannya membuat Adit tergelak.

Tawa Adit yang renyah membuat Livia jadi ikut tertawa.

***
Sekarang Livia dan Adit sudah full energy. Permintaan Livia juga sudah beda. Dia minta main di Timezone mall depan sekarang.

" bawa kartunya gak lo?" tanya Adit.

"Bawalah. Masa gue yang ngajak main gak bawa kartunya?" jawab Livia pede.

"Ada isinya gak?" tanya Adit sambil naik eskalator.

Livia membuka mulut seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi kemudian dia melihat ke arah lain. Berpikir.

"Ada gak yah?" Livia bergumam dengan volume suara yang masih bisa didengar Adit.

"Nah loh. Kalo gaada isinya gimana?"

"Elo lah yang ngisi. Udah tanggung di timezone nih"

"Kok jadi gue? Yang mau main siapa?"

"Kan gue udah bawa kartu. Elo yang ngisi lah. Lagian lo juga pasti mau main kan? Ngaku lo!" Ancam Livia


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Not My BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang