KILAS BALIK

48 6 0
                                    

“Kita mau sampai kapan di sini?” pertanyaan itulah yang terus terdengar ditelingaku.

“Bentar lagi.” jawabku singkat tanpa berpaling dari deretan buku-buku yang mampu membuat mataku berbinar.

“Mi, kamu ga cape liatin buku terus?” tanyanya, kini Jimin pun ikut membuka asal novel yang ia pegang.

“Ga.”
Ya beginilah aku, selalu tenggelam di duniaku sendiri jika sudah berada di antara buku-buku.

“Kamu ga mau ngeliatin aku?” tanyanya lagi. Seraya menaruh novel yang ia pegang disembarang tempat.

“Engga, bosen.” gurauku.

Tiba-tiba saja ia menarik tubuhku menghadap ke arahnya. Kemudian mendorong punggungku hingga menyentuh rak buku. Aku sedikit berteriak ketika benda keras itu bertubrukan dengan punggungku.
Aku membeku di tempat, ketika mataku dan matanya saling bertemu. perlahan-lahan ia pun mulai mendekatkan wajahnya ke arahku. hingga
deru napasnya mampu kurasakan mulai menerpa permukaan kulit wajahku.

“Aw … sakit.” ucapnya sembari mengusap-ngusap puncak kepala, ketika buku yang ku pegang, berhasil mendarat di sana.

“Mesum! Mau ngapain hah?” tanyaku menantang.

“Mau nyium. lagian kamu perhatianya ke buku terus.”
Aku terkekeh geli mendengar ucapannya. Dia percis sekali seperti anak kecil yang sedang merajuk karna tidak di beri permen.

“Jangan perhatian ke buku terus, nanti kalaw aku di ambil orang gimana!” lanjutnya

“Oh gitu … jadi kamu mau cari cewek lain gitu.” jawabku sengit.

“Loh! kenapa jadi kamu yang nyolot, engga akan ko. Akukan sayangnya cuman sama kamu.”

“Dasar curut, doyannya gombal gembel!”

Aku pergi menuju kasir. Hendak membayar beberapa novel yang akan ku beli. Setelah itu aku berjalan mendekatinya yang telah menunggu di depan pintu dari toko buku ini.

“Cemberut aja sih!” katanya, kedua tanganya gemas mencubit kedua pipiku. lalu ia meraih kantong plastik berisikan novel-novel yang baru ku beli tadi.

“Maaf deh, aku cuma becanda doang soal yang aku bakal di ambil orang. Rasa sayang aku tuh gabakal berakhir kaya novel-novel yang kamu baca, tau ga!”

“Dih, mulai gombal lagi.” Jawabku sambil mencubit tangan kanannya. Senyum pun lolos merekah di bibirku.

“Gitu dong senyum, kita beli ice cream yuk.”
Aku mengangguk mengiyakan, kemudian kami berjalan beriringan. Tangan kanannya merangkul bahuku, ada perasaan nyaman ketika tangan kekarnya menyentuh bahuku, perasaan itulah yang selalu bersarang ketika aku sedang bersamanya.

“Permisi, pesanan anda sudah siap.” Ucap seorang pelayan dari cafe ini, membuatku tersadar dari lamunanku.

“Anda baik-baik saja?” Tanyanya khawatir ketika melihat wajahku sudah basah oleh air mata yang terus keluar dari tempatnya.

“Ah, iya.” Jawabku tersenyum ramah ke arahnya, dengan sigap aku menghapus air mataku. lalu pelayan itupun mengerti dan pergi meninggalkanku.

Aneh, bukannya senang tapi aku malah menangis saat teringat kenangan-kenangan manis bersama Jimin.
Bunyi lonceng dari pintu cafe berbunyi, menandakan ada pelanggan yang masuk. Fokus ku pun beralih pada pintu itu. Entah mengapa rasanya aku perlu tahu siapa yang datang.
Kerongkonganku seperti tercekik ketika mengetahui siapa yang datang, seseorang yang amat aku kenal sedang merangkul pundak wanita yang ada di sebelahnya. Harusnya tangan itu merangkul pundaku bukan wanita itu.

-tbc-

KILAS BALIKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang