Seventeen

39 2 0
                                    

Cinta bukanlah sesuatu yang sangat indah bila sudah merasakan sakitnya.
Cinta bukanlah sesuatu yang benar bila ada bumbu penghianatan di dalamnya.
Hidup bukan hanya sekedar tentang cinta,
Tapi juga pengorbanan, kesetiaan, dan rasa tanggung jawab.
Cinta tak harus saling memiliki...


Sophia adalah seorang gadis yang tumbuh bersama kakak dan ayahnya, namun entah rahasia buruk macam apa yang membuat ayahnya begitu membenci dirinya. Tak sehari pun terlewati tanpa ada tatapan kebencian dari ayah yang begitu dicintai dan dikasihi olehnya.

Reyhan, kakak dan juga satu satunya orang yang begitu peduli pada sophia. Cinta yang selalu ditujukan pada Sophia, dan tatapan memuja yang selalu diperlihatkan membuat nyaman dan tenang hati gadis itu.

Kini Sophia berusia tepat 17 tahun, ia tak mengharapkan apapun di usianya yang bertambah. Tak mampu dia menyimpan sedikitpun harapan karena takut segalanya akan sirna saat ia tau, bahwa itu adalah mustahil.

****

Kriing..kriing..kriing

Alarm unik berbunyi begitu keras membuat sang pemiliknya segera menggeliatkan badannya sebelum sempat membuka mata.

"Ya ampun, jam berapa ini?" Sophia menggerutu sambil mematikan alarmnya. "Astaga!!! Siapa yang membuat alarm ini berbunyi tengah malam begini?". Tiba tiba ia mendengar bunyi gemrisik dedaunan dari jendela kamarnya, Sophia langsung bergidik. Ia membayangkan mungkin ada sosok menyeramkan yang sedang mengintainya
Lalu ..

"Huaaaaaaaaaaa!!"

"AAAKH" sophia menjerit kuat kuat sambil menutup erat matanya.

"Happy birthday Sophia, Happy birthday Sophia, Happy birthday Happy birthday, Happy birthday Sophia" dari arah jendela kakaknya muncul sambil membawa kue putih dan lilin angka tujuh belas di atasnya.

Betapa terkejut Sophia, namun dengan wajah cantiknya ia terpukau. Kakaknya ingat hari ulang tahunnya dan diperbolehkan untuk merayakannya, sekalipun hanya berdua. Karena Sophia tau, walaupun kakaknya boleh datang, tapi orang yang dihormatinya takkan muncul. Sophia takkan lupa untuk tak berharap hal sebesar itu.

"Ayo cantik, tiup lilinnya. Lelah kakak memegangi kue berat ini." Kakaknya merayu sambil tersenyum usil.

"Teganya kakak melakukan ini padaku! Bagaimana jika aku mati seketika saat melihat hantu jadi jadian yang ternyata adalah boneka" Sophia mengomel sambil memasang wajah kesal.

"Baiklah maaf maaf. Aku hanya ingin membuat ini berkesan, sayang" Reyhan tersenyum lembut pada Sophia. Membuat Sophia juga tak kuasa untuk ikut tersenyum, ia pun meniup lilin dan mencium pipi kanan Reyhan.

"Sungguh kak, tanpa kau lakukan itu. Kedatanganmu sudah cukup berkesan dan takkan pernah kulupakan. Ini adalah pertama kalinya kau datang untuk merayakan ulang tahunku dan mengucapkan langsung padaku. Bukannya dengan mengirimkan buket dan kartu ucapan"

Reyhan tersenyum kecut mendengar penuturan Sophia. Kasihan adiknya, ia selalu ingin melakukan ini tapi selalu dilarang oleh ayahnya. Ia tau dengan membawa serta dirinya dalam  perjalanan bisnis adalah alasan agar ia tak hadir disaat ulang tahun adiknya berturut turut. Baru setelah ia memohon dengan ancaman ayahnya mau mengijinkannya pulang untuk mengucapkan langsung pada adiknya, dan ikut merayakan ulang tahunnya.

"Maafkan aku Sophia" Reyhan menunduk sedikit.

"Tidak kak. Tak ada yang perlu dimaafkan, ayo kita potong kuenya. Ini favoritku, White Cake! Apa rasanya sama seperti bayanganku?"

Reyhan langsung memberi senyum terbaiknya "Tentu, sayang"

Mereka pun menghabiskan malam dengan penuh sukacita. Dengan saling menyuapi kue dan iseng menoletkan krim kue pada pipi mereka masing masing. Sophia sungguh bahagia malam itu, tanpa tau apa yang menunggunya setelah ini.

****

Pukul sembilan pagi tepat Sophia terbangun dari tidurnya. Ia tersenyum kecil saat mengingat kejadian yang membuatnya baru tertidur pukul empat pagi.

Sophia segera bergegas mandi, setelah itu turun untuk sarapannya yang terlambat. Saat sampai di meja makan, tak ada siapapun selain dua maid yang bergegas membalikkan piring untuk makannya.

"Aku tidak sarapan, perutku terasa mual"

"Mual???"

Sophia dikejutkan dengan suara dingin yang menyapa indra pendengarannya. Ia berbalik takut sambil menundukkan kepalanya dalam dalam.

"Apa kau hamil?"
Sophia merasa wajahnya memanas mendengar ucapan sinis Rendra ~ ayahnya.
Ia pun menjawab dengan gelengan.

"Gunakan mulutmu untuk menjawabku tolol. Tatap aku saat sedang kuajak bicara, dasar anak tak berguna."

"Tidak ayah, itu tidak mungkin jika aku hamil. Aku belum pernah berhubungan seks dengan pria manapun selama aku hidup"

"Belum? Kau masih perawan? Cih" Rendra semakin sinis. "Kalau begitu segeralah menikah"

Sophia terkejut dengan ucapan Rendra. Ia melotot dan itu membuat Rendra langsung naik darah.

"Beraninya kau melotot dengan mata menjijikkanmu itu
Plakk
Rendra menampar Sophia.

Sophia tertegun lalu menghembuskan nafas lelah. Ia memandang dua maid yang memalingkan wajahnya. Ia pun segera berkata
" aku akan menikah jika itu yang ayah inginkan. Siapapun itu asalkan ayah senang, maka aku akan menikah dengannya"

Rendra memasang wajah datar
"Kau harus segera bersiap. Aku tau kau sudah cukup umur untuk menikah. Akan kupilihkan pria yang tepat untuk menjadi suamimu" senyum licik terpancar dari wajah Rendra.

"Suami? Menikah? Siapa yang ayah maksud?"

Rendra tegang mendengar Reyhan bicara dengan bingung di belakangnya. Sophia terkejut, lalu menatap Reyhan penuh harap.

Rendra mengacuhkan ucapan Reyhan lalu segera berlalu pergi. Reyhan memandang kepergian ayahnya dengan curiga, lalu membalas tatapan harap dari Sophia.

"Kakak" Sophia berbisik lirih pada Reyhan.

****

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AphroditeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang