SANG BULAN, LANGIT, DAN MATAHARI

157 3 2
                                    

Hari itu ada seseorang berucap,
"Menjadi yang kedua bukan berarti engkau selalu kalah. Melainkan karena ada seseorang yang lebih dulu menjadi yang utama dihatinya."

Kenapa ? Aku penasaran
Bagaimana bisa kamu yang pertama mengenalnya, bermain dan menggenggam tangannya bisa melepaskan dengan mudah diiringi senyuman ?
Apa kamu malaikat?
Apa kamu tidak mencintainya dengan sungguh sungguh ?

Dan kamu tertawa.
Ya, kamu menertawakan pertanyaanku.

"Menjadi yang terbaik, yang selalu hadir untuk menghiburnya pertama kali, menjadi malaikat untuknya, memperlakukannya dengan baik. Semua yang kulakukan akan kalah oleh takdir."

Dan aku kembali heran. "Takdir? Kau mempercayainya?"

Dan matamu menerawang jauh. Terbersit senyum sendu dan entah apa lagi yang berkelana di otakmu saat melakukannya. Kamu tidak pernah bisa ditebak.
"Aku percaya. Aku percaya pada takdir. Takdir lah yang mempertemukanku dengannya, melakukan hal-hal gila yang bahkan tak pernah terlintas dapat kulakan, takdir juga yang memutuskan seberapa besarpun aku mencintainya kami tidak akan pernah bersatu. Karena sekarang aku menyadari bulan tak membutuhkan matahari untuk bersamanya, hanya dukungan agar dia bisa tetap bersinar. Yang dia butuhkan adalah langit, tempatnya bersandar dan kembali."

Menatapnya "Dan kau adalah matahari?"

Dia tersenyum, kali ini menoleh dan menatapku. "Ya, aku matahari. Matahari yang merindukan bulan, dan bergantung pada kehendak langit."

"Menyerah semudah itu ? Apakah tak berpikir bila bulan akan lelah pada langit? Dan berpaling pada matahari?" Aku penasaran, bagaimana bisa seseorang menyerah semudah itu.

Dia tertawa. Tawa yang tak mengandung keceriaan. Tawa yang seolah hilang setelah dia merelakan sang bulan.
"Pernah mendengar ini. Melihatnya tertawa bersamamu, tapi hati dan pikarannya tak bersamamu. Sang bulan memang bahagia bersama matahari, tapi kebahagiaan yang ditentukan takdir adalah akhir yang sesungguhnya. Jadi dengarkan ini. Bagaimana bisa aku mempertahankannya bila semua nya menentangku? Takdir, dan langit bekerjasama dan aku? Berjuang seorang diri, memenjarakan bulan untuk memenuhi ego ku dan membuatnya menderita. Lebih baik aku membunuh diriku sendiri. Menggelikan."

"Sebutkan. Sebutkan keunggulan lawanmu hingga kau menyerah." aku bersikukuh.

"Cinta pertamaku membuatku mampu melakukan segalanya yang tak pernah dapat kubayangkan dapat kulakukan.
Dan dia cinta sejatinya mampu membuatnya membuang segala ego, dan melakukan segalanya bahkan tanpa diminta."

Kali ini aku benar-benar kalah. Dia menang. Dan aku kalah. Hebat.
Aku menatapnya kembali, melamun memandang hujan.
Dan aku menekuri bukuku kembali.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kali ini aku buat bukan puisi. Tapi sepenggal percakapan yang membuatku berpikir. Apakah aku bisa melakukan seperti itu? Semudah ucapan yang terlontar?

Terkadang menjadi matahari itu menyakitkan, bersinar namun tak mampu bersanding dengan sang bulan. Ingatkan aku agar tak lupa

SAJAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang