1. Again

5K 211 39
                                    

“Hanya takdir yang bisa menentukan apa arti pertemuan kita, dan bagaimana takdir mengatur alurnya.”


----

Tania hampir kesiangan di hari pertama ospek. Pasalnya ia baru tiba dari Bandung pukul dua dinihari, alhasil ia hanya dapat jatah tidur yang singkat.
Semua barang memang sudah tiba terlebih dahulu di Jakarta, tepatnya seminggu yang lalu.

Akibatnya ia kelimpungan mencari barang-barang untuk ospek, padahal ia sudah mempersiapkannya jauh-jauh hari. Tania kebingungan mencari setelan hitam putih yang akan digunakan selama ospek berlangsung, ditambah lagi sepatu yang entah dimana letaknya.

****

Bruuugg...

Tania tersungkur dilantai karena tabrakan yang cukup keras.
Tania kesal karena pada saat ia susah payah berusaha untuk bangun, orang yang menabraknya malah berlalu seperti tanpa dosa.

"Eh, kalau jalan hati-hati dong lo, mana watados lagi."

Dengan santainya dia tetap berlalu meninggalkan Tania yang masih terduduk di lantai.

"Woy!!" Panggil Tania lagi setengah berteriak.

"Lo budeg apa gimana hah?"

Tania berdiri sambil menepuk rok yang kotor akibat terduduk di lantai, warna hitamnya kontras dengan kotoran kecoklatan yang menempel dari lantai.

Sesaat setelah itu lelaki itu pun menoleh dan berbalik arah kemudian menghampiri Tania yang tengah bersungut-sungut.

"Apa lo bilang? Gue budeg? Lo tuh kalau jalan grasa-grusu kayak maling dikejar warga." Ia balik memaki Tania.

Tania juga tak kalah emosi tentunya, "Mulutnya lemes banget sih mas?" Cibirnya.

Rasanya Tania ingin menonjok wajahnya, tapi berhubung ia baru hari pertama disini, dan masih masa ospek juga, jadi ia tak mau mencari perkara.

"Terserah!" Lelaki itu pergi dengan wajah merah padam.

Tapi bukannya minta maaf, lelaki itu malah pergi begitu saja meninggalkan Tania yang masih kesal. Sepanjang jalan, ia masih mengumpat mengutuki lelaki itu.

****

"Dooorrr..."

Tania yang sejak tadi menggerutu, melonjak kaget karena Vanya, sahabatnya datang mengejutkannya.

"Kenapa sih lo pagi-pagi udah marah-marah aja?" Tanya Vanya.

"Sebel!" Tania sudah terlalu bad mood kalau harus cerita kejadian yang menimpanya tadi kepada Vanya.

Vanya dan Tania sudah bersahabat sejak kecil. Hingga saat kuliah pun, Vanya memutuskan kuliah di Jakarta bersama Tania. Padahal niat sebelumnya, ia akan berkuliah di tempat asal ibunya, Semarang.

"Oke Vanya bawel, gue jawab. Jadi gini..." Tania bercerita panjang kali lebar kali tinggi pada Vanya agar keponya tak menjadi jadi.

"Yang mana cowoknya Tan?"

"Eh, dari dulu kan gue udah bilang, jangan panggil gue Tan, gue bukan orang utan. Paham!" Tania menegaskan kata terakhirnya karena ia memang lebih suka dipanggil Tania.

"Iya deh!" Vanya cekikikan sambil mengacungkan kedua jari membentuk huruf V.
"Tapi tadi lo gak marah ah gue panggil Tan."

"Itu gue lagi emosi."

"Ternyata kalo lagi emosi lo bloon juga ya?" Vanya cekikikan lagi persis kuntilanak di film horror.

"Cih, mending gue bloon kalo lagi emosi, nah lo kan bloon sepanjang masa." Tania mencibirnya balik. Vanya mendelik kesal, dan Tania tertawa puas karena berhasil membuatnya kesal.

HelloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang