"Kau yakin akan menerima tawaran ini?"
Pria itu memutar kursi kerjanya, dari mulutnya mengepul asap tebal. Bukan karena mulutnya terbakar, tapi karena cerutu mahal yang ia hisap. Bibirnya berwarna ungu tua, seakan menggambarkan bahwa sudah ribuan puntung cerutu habis ia hisap. Lelaki yang agak subur dengan lemak perut menumpuk, rambut setengah botak dan wajah lumayan keriput a la boss gangster itu mengetukkan cerutu yang ia pegang ke dalam asbak.
"Nona? Kau tidak tuli kan?" kali ini dia memajukan tubuhnya, membuat gumpalan lemak di perut gendut itu seolah terhimpit meja.
'Nona' yang sedari tadi duduk di sofa hitam ruangan si boss masih tak bergeming. Kedua telapak tangannya meremas ujung rok putih tulang yang ia kenakan. Air mukanya tidak jelas terlihat karena surai hitamnya yang panjang menutupi wajah cantiknya yang pucat. Ia menunduk. Jika orang lain tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ini, mungkin ia akan pingsan seketika atau lari terkencing-kencing karena mengira ada sadako sedang bertamu di ruangan si Boss.
"Aku tidak akan bertanya lagi setelah ini" si Boss mematikan cerutu yang masih tersisa setengah ke dalam asbak gading gajah yang sudah menghitam bagian tengahnya, lalu berkata "Kau mau atau tidak? Jika kau tidak yakin, aku masih bisa mencari wanita lain yang pasti akan menerima tawaran ini. Aku tidak senang bertele-tele" tegasnya.
Si Nona mengangkat wajahnya. Kini wajah cantik namun pucat itu tampak jelas, meski masih sedikit tertutup surainya. Ia menatap lurus ke arah pria gendut itu. Matanya menatap namun kosong. Pandangannya terarah namun terlihat nanar. Satu sisi hatinya menolak mentah-mentah tawaran si Boss, idealisme dan gengsinya terlampau tinggi untuk menerima iming-iming yang menurutnya sangat tidak setimpal dengan apa yang harus ia korbankan. Namun di sisi lain hatinya, tawaran ini bisa jadi menjadi kesempatan terakhir untuk dia. Tidak ada yang bisa ia lakukan dengan idealisme terhadap prinsip yang ia pegang teguh selama 24 tahun. Gelar sarjana hukum yang ada di belakang namanya pun tak bisa menyelamatkan ia saat ini. Ia sangat kacau, namun dia mencoba tenang. Sangat tenang, bahkan orang lain tidak dapat melihat kekacauan dalam dirinya.
"Baiklah" si Nona menjawab. Suaranya dingin.
"HAHAHAHAHA!!!" gema tawa si Boss memenuhi ruangan. Ia bertepuk tangan seakan puas dengan jawaban si Nona. Pak tua itu lantas membuka laci meja kerjanya, mengeluarkan sebuah map kertas berwarna biru. Ia beranjak dari tempat pantat besarnya menempel, kemudian melempar map biru itu ke atas meja, tepat di hadapan si Nona, "Kau bisa tandatangani surat itu sekarang. Aku yakin kau pasti paham benar soal perjanjian. Ku harap kau tidak melanggar, aku tidak menerima keberatan. Lakukanlah dengan cepat!"
Si Nona meraih map kertas biru yang ada di hadapannya. Dalam hatinya terselip keraguan. Sejenak gerak tangannya tertahan, seolah hati, otak dan saraf motoriknya tidak sekata. Apakah ini benar? Ataukah salah?
Ia menggeleng cepat, mengusir keraguan agar menjauh dari pikirannya.
"Boleh pinjam bolpoin?" tanyanya dengan nada datar. Dengan tanpa jawaban, si Boss menyerahkan pena hitam yang ada di saku kanan kemeja yang ia pakai pada si Nona.
Dalam 10 detik, surat perjanjian itu sudah ditandatangani. Sah dan bermaterai. Si Nona bahkan tidak membaca isi perjanjian melainkan langsung menandatanganinya. Ini membuat si Boss menyunggingkan senyum kemenangan.
Satu lalat betina telah masuk kedalam perangkapnya.
TO BE CONTINUED
I really need your vomment to improve my story!
Kembali menulis genre asal ⏩ inspirasi dari lagu koriya, penggambaran tokoh dari wajah oppa, ide cerita dari pokeright yang luar biasa.
Semoga penyakit menulis tidak berlaku untuk cerita ini. Dan semoga semangat menulis tidak luntur seiring dengan jadwal kuyliyah yang padat (padahal gabut heu)
That's why, your vomment is really needed guize!
Tq shooo muchhh ✌
KAMU SEDANG MEMBACA
AURORA
Romance"Aku benci pria. Jika saja aku ini amoeba, aku lebih memilih membelah diri untuk berkembang biak dan terus hidup daripada menggantungkan jiwa ragaku pada makhluk bangsat yang disebut pria!" "Perempuan jalang sepertimu bahkan lebih kotor dari kuman t...