Part Enam Belas

7.4K 279 0
                                    

Raina terbaring lemah di ranjang rumah sakit dengan tangan yang di infus. Emy duduk di kursi sebelah putrinya. Memandang ke arah wajah Raina yang sedikit pucat. Emy kaget saat tengah malam ada yang datang bertamu, tadinya dia enggan untuk membukakan pintu takut jika orang jahat yang datang kerumahnya. Namun gedorannya semakin kencang dan Emy mendengar suara tangisan perempuan.

Di bukanya pintu itu dan menampakkan sosok Raina yang menangis dengan memegangi perutnya menahan sakit. Darah segar mengalir di sela paha Raina membuat Emy terkejut dan segera membawanya ke rumah sakit. Sungguh dia tidak mau hal ini terjadi lagi pada putrinya.

"Rain..." Emy mengelus tangan putrinya. Raina memalingkan wajahnya menghadap Emy. Air matanya kembali mengalir melewati pipinya dan berakhir di sela-sela rambutnya.

Emy tersenyum "sayang...ibu hamil ga boleh sedih kaya gitu loh ga baik buat dedenya"

"Mom...aku..." ucapan Raina terhenti saat Ardi menerobos masuk pintu kamar rawat Raina. Mereka memandang heran kearah Ardi. Tommy melihatnya dari luar, dia membiarkannya masuk setelah perdebatan panjang tadi. Keadaan Ardi sangat kacau dia berjalan kearah Raina dengan gontai seperti ingin pingsan.

Raina menatap nanar ke arah suaminya. Apa yang terjadi pada Ardi kenapa dia sampai seperti itu. Baru di tinggal kabur selama dua jam saja sudah mengenaskan seperti itu. Raina membuang wajahnya setelah Emy mempersilakan Ardi menggantikan posisinya.

Dielusnya rambut panjang milik istrinya. Dia tau dia salah dan dia kesini ingin meminta maaf sekaligus mengkhawatirkan kondisinya. Ardi mengerang saat tangannya disingkirkan dengan kasar oleh Raina. Di kibas-kibaskan keudara berharap dapat mengurangi rasa sakitnya.

Raina melihat tangannya sendiri, jari telunjuk dan tengahnya terkena noda oleh darah. Rasanya ingin sekali berbalik dan bertanya kenapa ada darah di tangan Ardi. Namun egonya terlalu tinggi Raina masih marah dengan sikap suaminya.

"Pergilah..." ucap Raina lirih. Ardi menghela nafasnya dia bertekad ingin meminta maaf pada istrinya apapun itu resikonya. Tapi kondisinya sekarang tidak memungkinkan untuk beradu mulut lagi dengan Raian. Dia tidak kuat menahan sakit di seluruh tubuhnya. Raina menjerit saat ia berbalik melihat tubuh suaminya meluruh kelantai dengan tangan kirinya menahan pada ranjang. Tommy dan Emy menghampirinya dan membantu memapah Ardi ke sofa.

"Mas panggilkan suster...minta kotak p3k" Emy menyuruh pada suaminya. Lalu melihat wajah menantunya yang tampan itu kini babak belur akibat bokeman dari Tommy. Suaminya membawa kotak itu dan menyerahkannya pada Emy setelah mendapatkannya pada suster jaga.

"Lagian kamu Ar...udah tahu papa mertuamu arogant...kenapa masih dilawan" ucap Emy dengan mengoles luka ditangan Ardi dengan alkohol. Raina memandangnya khawatir apa yang di lakukan daddynya sampai membuat Ardi hampir pingsan. Dia memandang sekali lagi jarinya yang terkena darah.

"Ini juga lukanya di biarkan mengering gini kalau ga segera di obati nanti bisa infeksi" Ardi meringis saat obat luka menembus punggung tangannya yang terluka.

"Engga sempet bu...tadi buru-buru waktu dapet telfon dari ibu...Ardi khawatir banget sama Rain" Ardi tersenyum melihat kearah Raina. Yang di pandang memalingkan muka acuh, sebenarnya Raina ingin sekali memegang tangan suaminya dan meniupnya agar tidak sakit lagi. Raina jadi merasa bersalah, seharusnya dia tidak melakukan hal bodoh dengan kabur kerumah orang tuanya.

Mertuanya menyuruhnya untuk segera istirahat namun Ardi menolaknya. Justru dia menyuruh mertuanya untuk pulang dan Ardi yang menjaga. Perdebatan alot itu di menangkan oleh Ardi, Tommy yang masih emosi mencoba mengalah menerimanya. Ardi memang perlu bicara empat mata dengan Raina. Pelajaran yang Tommy berikan tadi sudah cukup membuat Ardi kesakitan. Nanti dia tidak bisa melihat cucunya di gendong ayah kandungnya.

Ardi merebahkan kepalanya di pundak Raina. Dia merengek manja pada istrinya tidak memperdulikan Raina yang masih marah padanya. "Sakit Rain...daddymu kejam"

"Sudah tahu daddy kejam kenapa masih saja membuat putrinya menangis"

"Maaf..."

"Aku masih marah sama kamu mas" Raina melipat tangannya kedepan dada.

"Lihat nih...tangan aku sakit abis mukul tembok" Ardi menunjukkan tangannya yang di perban.

"Sudah tahu sakit...kenapa mukul tembok kan temboknya ga bersalah, harusnya mas mukul diri mas sendiri, mas yang salah"

"Iya...aku tahu aku salah" ucapnya lemas menunduk kebawah.

"Mas bau...aku ga mau deket-deket sama kamu" Raina membekap mulutnya, dia merasa mual mecium bau pewangi yang ada pada baju suaminya.

"Bau kenapa? Bajunya wangi ko" Ardi mencium ketiaknya sendiri mecari-cari bau apa yang membuat Raina tak suka.

"Pokoknya mas bau...jangan dekati aku...pergi jauh-jauh" usirnya. Ardi memilih merebahkan tubuhnya pada sofa walaupun nanti badannya akan terasa sangat sakit.

Pagi-pagi sekali Raina mendengar suara orang muntah-muntah. Pandangannya mengarah pada pintu kamar mandi yang tertutup. "Mas..." panggilnya pada Ardi namun tak ada sahutan.

Raina menyibakkan selimut dan turun dengan memegangi cairan infus. Langkahnya terhenti setelah Ardi keluar dari kamar mandi dan menyandarkan punggungnya ditembok. Nafasnya masih naik turun tangannya memegangi kepalanya yang terasa pusing. "Mas..." panggilnya lagi.

"Kepalaku pusing..."

"Pindah sini..." Raina menepuk ranjang di sampingnya. "Tidur lagi nanti di panggilin dokter buat meriksa keadaannya mas"

Ardi bergumam dan melakangkah kakinya menaiki ranjang. Dokter Aby dokter kandungan Raina masuk guna memeriksa keadaanya. Kening dokter Aby berkerut melihat Ardi tertidur di ranjang bukan pasiennya. Raina menggaruk tengkuknya salah tingkah.

"Suamimu?" Tunjuk dokter Aby diangguki Raina. "Baiklah...ini testpecknya buat mastiin aja dan nanti USG ya" Raina mengangguk pergi menuju kamar mandi.

Di kamar mandi Raina berdiri dengan gelisah menunggu hasil tesnya. Di tunggunya hingga muncul satu garis berwarna merah tebal dan satunya lagi samar-samar. Keningnya berkerut berfikir hasilnya positif atau negatif. Lalu dia keluar memberikan testpacknya pada dokter Aby.

"Oke...sekarang bisa suruh suamimu turun dan aku akan memeriksamu" perintahnya dan Raina membangunkan Ardi secara paksa. Ardi menggeram merasa terusik dia baru akan bermimpi dan sudah di bangunkan. Dia terkejut ada beberapa suster dan dokter disini. Segera dia turun dan menuntun Raina ke atas ranjang.

"Bajunya ke atasin aku akan melihatnya" dokter Aby menyuruh salah satu suster menarik baju Raina ke atas memperlihatkan bagian bawah tubuhnya. Bola mata Ardi melotot melihat apa yang dokter itu lakukan. Tangannya mencegah dokter Aby saat dia hendak melepaskan celana dalam istrinya.

"Hei...pak dokter jangan sembarangan buka-buka milik orang lain ya...!!" Ucap Ardi bersungut-sungut.

Dokter Aby tersenyum "tidak apa-apa pak...saya sudah sering melihat milik orang lain" ucapannya membuat Ardi berteriak tidak percaya.

"Mohon bantuannya pak...ini tugas kami. Tidak usah khawatir semua dokter kandungan akan melakukan hal yang sama" suster menenangkan.

"Baiklah...lepaskan celananya" Ardi membantu melepas celana dalam Raina. Lalu menyerahkannya pada dokter Aby. Ada flek berwarna coklat di celananya.

"Apa semalam kamu pendarahan?"

"Kata dokter Erni itu hanya flek...darah yang keluar sedikit sih hanya tadi malam tidak tahu kenapa, rasanya seperti pipis" terang Raina.

"Coba buka kedua pahanya..."

***

Ga punya kata-kata yang mau aku sampaikan...

Ceritanya aku ambil dari pengalaman tanteku yang lagi hamil terus malah menstruasi...

Yah kaya gitu deh kurang lebihnya...

03 Januari 2017

The Hot GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang