BAB 1

941 43 0
                                    

VOTE SEBELUM BACA !!!

Tatapan-tatapan ganas itu memerhatikan kepala rakyat yang tertunduk ketakutan. Tiga orang lelaki perkasa yang salah satu diantaranya berjalan di depan dua yang lain. Beberapa prajurit yang dikirim untuk mengambil gadis-gadis cantik dari desa telah masuk ke dalam rumah kumuh rakyat mereka yang beberapa di antaranya adalah budak di istana. Kaki mereka terus melangkah melewati desa itu, telinga mereka terus menerus mendengar suara tangisan dari anak-anak gadis cantik yang terpaksa harus diambil dari keluarganya. Gadis-gadis cantik itu seharusnya beruntung karena mereka akan dikirimkan ke sebuah istana yang megah, namun mereka takut jika sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Kemudian, lelaki perkasa yang memimpin –Panglima—perjalanan ini memerhatikan salah dua prajuritnya yang menarik seorang gadis berambut cokelat yang sangat cantik dari sebuah rumah kumuh yang bahkan mungkin hanya satu petak. Ibu gadis itu memegang tangan anaknya, berusaha untuk menahan dua prajurit yang mengambil anaknya. Air mata membasahi pipi anak dan Ibu itu, tak ingin dipisahkan namun gadis cantik itu memang harus pergi. Seharusnya mereka beruntung karena anak mereka akan dijaga di istana! Bodoh sekali!, Panglima itu menggerutu dalam hati dengan dua alis yang saling bertaut. Ia kesal melihat orangtua gadis-gadis yang mereka ambil terus menangis dan berharap anaknya tidak akan diambil oleh pihak kerajaan atau bahkan prajurit-prajurit itu juga mengambil gadis-gadis yang cantik sedang berjalan di sekitar desa dengan paksa tanpa sepengetahuan orangtuanya.


Tapi itu sudah menjadi keharusan bagi para orangtua yang memiliki gadis cantik dengan tubuh yang molek. Akhirnya, tangan ibu gadis itu terlepas dari tangan anaknya yang menjerit dengan jeritan yang sangat melengking, memekakan telinga dua prajurit yang sedang menariknya untuk dimasukan ke dalam sebuah kereta kuda. Ibu gadis itu kemudian ditarik oleh seorang lelaki yang dapat disimpulkan bahwa itu adalah suaminya. Tapi, sang Panglima itu hanya mendecak kesal melihat tingkah mereka yang dramatis.

Kembali mereka melanjutkan perjalanan mereka. Sungguh bosan Panglima melihat tangisan-tangisan yang mengiringi perjalanan. Terakhir kali ia menangis mungkin saat ia kehilangan Ibunya dan sudah, itu tidak berlangsung lama. Ia benci dengan yang namanya tangisan, kecuali saat matanya melihat pada seorang gadis kecil yang meringkuk di sebuah mulut lorong ketakutan serta menangis dalam diam. Kakinya berhenti melangkah, membuat dua orang yang mengikutinya dari belakang ikut berhenti melangkah. Sementara para prajurit memperlakukan gadis-gadis dari rumah kumuh dengan kasar, ia malah memerhatikan gadis kecil dengan kulitnya yang putih namun terlihat sangat kotor akibat tanah dan cairan-cairan lain yang mengotori tubuhnya dengan hatinya yang melunak begitu saja. Gadis itu sepertinya tidak memiliki orangtua atau kerabat terdekat.


"Hei, sedang apa kau di sini? Dimana orangtuamu?" suara berat dari Panglima itu terdengar. Gadis yang menundukkan kepalanya itu mendongak, mata hijaunya yang berkaca-kaca sekarang terlihat. Apa-apaan yang menyerang Panglima itu sekarang saat melihat mata hijau gadis ini? Ia seperti melihat mata Ibunya kembali yang memiliki warna mata hijau. Tapi gadis mata hijau itu terdiam dalam tangisnya, ia tidak tahu apa yang harus ia katakan karena ia memang pendiam sejak lama. Yah, ia bahkan tidak mengerti mengapa ia masih dapat bertahan hidup sekarang.


"Berapa umurmu?" tanya pemimpin itu kembali. Gadis mata hijau ini bahkan tidak tahu berapa umurnya sekarang! "Ambil gadis itu sekarang, bawa dia ke istana. Dia cantik," si pemimpin memerintah dua orang di belakangnya. Tak perlu diperintah dua kali, mereka berjalan dari belakang dan mengangkat kedua tangan gadis itu untuk berdiri dari tempatnya. Rasanya gadis itu ingin berteriak minta tolong, tapi ia berpikir kembali, memang siapa yang akan menolongnya? Setelah beberapa detik ia melihat situasi desanya yang sekarang seperti dijajah itu, ia sadar bahwa tidak akan ada yang peduli padanya. Ia hanya panik, terlihat dari tatapan matanya yang bingung serta ketakutan. Namun ia tetap dibawa oleh dua orang pembantu si pemimpin menuju kereta kuda yang berada tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Hari mulai senja, mereka harus segera pulang dan menyimpan gadis-gadis muda ini ke istana. Membersihkan mereka.

INNOCENT | HERREN JERKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang