Complicated

147 12 4
                                    

SECOND CASH: Complicated

.
.

Luhan mengajak Profesor Josephson untuk menetap di rumah kontraknya kendati sebenarnya Profesor yang juga adalah guru besarnya itu ingin menetap di hotel tapi Luhan dengan tegas memaksa gurunya itu untuk tetap menemaninya. Luhan tak mau sendiri, itu saja.

Mobilnya terparkir cantik di depan sebuah rumah mungil di daerah Swanston, Melbourne. Belum ada pembicaraan sama sekali antara keduanya, Luhan masih sibuk membantu Josephson untuk memasukkan barang-barangnya ke dalam rumah. Setelah keputusan Josephson beberapa hari yang lalu tentang idenya yang akan datang ke Australia guna membantu Luhan, sungguh itu adalah sebuah kabar yang sangat menggembirakan bagi Luhan.

"Wah! Tak kusangka tempat ini sangat nyaman, kupikir keputusanku sebelumnya yang ingin menginap di hotel kutarik kembali." Josephson mendudukan tubuh rentanya di sofa empuk yang tak jauh dari etalase. Sofa yang masih sama dari tujuh tahun yang lalu.

"Kubilang juga apa, Prof! jangan menghamburkan uang agency untuk biaya hotel. Kita bisa tidur disini, tempat yang murah dan nyaman. Benar kan?" Luhan menutup pintu ketika koper terakhir sudah ia bawa.

Langkahnya langsung menuju ke lantai atas dimana disana terdapat dua kamar berbeda, kamar satu adalah kamarnya sendiri sedangkan disebelahnya merupakan kamar milik seseorang. Luhan menghela nafas sejenak sebelum tangan mungilnya memutar knop pintu. Ini adalah kali pertama ia kembali masuk ke dalam kamar ber-cat biru muda itu setelah tujuh tahun lamanya.

Luhan melihat sekeliling, tak ada yang berubah sama sekali. Tn. Clift, si pemilik rumah kontrak ini benar-benar sangat menjaga keaslian bangunan termasuk tata letak benda-benda sejak dulu. Ia tak mau ada yang berubah. Begitulah yang dikatakan beliau ketika kemarin Luhan memuji rumah kontrak ini yang masih awet hingga sekarang. Beliau adalah orang yang baik.

Luhan masih terpaku di tempatnya. Masih melihat suasana kamar yang benar-benar tidak asing. Dan tentu saja menyimpan banyak kisah tentang dia dan juga.... Berat rasanya ketika Luhan mengingat sosok itu kembali.

.
.

Tubuh yang bergemul dalam selimut itu berkali-kali merubah posisinya baik itu ke kanan, ke kiri, horizontal, maupun vertical. Bantal yang ia remat dikedua telinganya itu semakin kuat ketika volume musik yang menderung itu di naikkan. Sungguh ia butuh istirahat total hari ini.

Ketika volume itu kembali di naikkan, bersamaan pula dengan kesabarannya yang habis. Ia bangkit dari ranjang dan memakai sandal rumahnya dengan kesal. Ia harus memberikan pelajaran pada roommate-nya itu.

Luhan -pria yang sudah kesal setengah mati itu- mengetuk pintu dengan brutal, ia bahkan tak merasa kasihan pada pintu ber-cat biru yang tak berdosa dihadapannya sekarang. Ia harus segera membuat perhitungan dengan orang ini karna sudah Tiga hari waktu istirahatnya selalu terganggu.

"OH SEHUN! BUKA PINTUNYA ATAU KU DOBRAK!" Luhan semakin menguatkan tenaganya, berteriak hingga tenggorokannya sangat sakit.

"OH SEHUN! KAU TIDAK MENDENG-"

"Ada apa?" Sehun. Pria itu bertanya dingin, Luhan secara reflex menutup kupingnya karena suara musik yang begitu kencang menyapa telinganya. Dia tak habis pikir dengan pria es yang berdiri santai di depannya ini, apa dia tidak merasa kesakitan mendengar alunan musik yang kencang seperti itu?

Sehun -Pria si pemilik kamar- sudah membuka pintu kamarnya, seakan sadar jika lawan bicaranya ini merasa terganggu akhirnya ia meraih remote yang ada di rak tak jauh dari pintu lalu mematikan sound speakernya. Merasa keadaan lebih baik, Luhan langsung menurunkan kedua tangannya yang bertengger di kupingnya.

Midnight (Mystery In Mystery)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang