Sela's POV
"SELA!"
Sumpah ya
"Apa sih, Bun? Aku lagi gak ada pasien, capek."
Nyokap terus meneriaki nama gue sambil menggoncangkan tubuh gue dengan kencang. Sedangkan gue masih betahnya tidur di atas kasur.
"Sela!"
"Astagfirullah"
Dengan kesal, gue membuka mata dan duduk menghadap bunda yang udah melototin gue.
"Kenapa?" tanya gue
"Ih masa kamu lupa, kan mama udah bilangin dari kemarin."ucap Mama dengan muka melas membuat gue gak enak hati sama wanita yang udah melahirkan gue ini.
Perjodohan sialan
"Iya-iya nanti aku kebawah."
"Sekarang, Sela. Bukan nanti."
"Iya aku mandi dulu. Mama mau aku nemuin calon suami dengan keadaan kayak gini?" ucap gue malas. Mama tersenyum senang.
"Oke dandan yang cantik ya, sayang." ucap nyokap lalu mencium pipi gue dan keluar dari kamar.
Gue menguncir rambut lalu mengambil handuk. Saat mau masuk ke kamar mandi gue teringat kalau kamar mandi di dalam kamar gue rusak. Dengan malas gue keluar dari kamar dan turun melalui tangga karena kamar mandi yang satu lagi ada di lantai bawah sedangkan kamar gue di lantai atas.
Karena gue jalan gak melihat ke arah depan, hasilnya gue menabrak dada bidang seseorang. Gue mendongak dikarenakan dia lebih tinggi dari gue, berniat untuk meminta maaf.
"Baru bangun?" ucap lelaki tersebut sebelum gue sempat meminta maaf. Gue mengangkat sebelah alis gue. Dia menunjuk ke arah ujung kanan bibir gue, membuat gue jadi tambah bingung.
"Masih ada iler" ucapnya terlihat menahan tawa, membuat gue panik seketika. Dengan cepat gue menghapus iler di tempat yang ia tunjuk tadi.
Cabut nyawa gue sekarang juga!
Sumpah ini adalah hal paling memalukan selama seminggu ini. Udah gak punya muka lagi gue. Tanpa mengucapkan kata-kata, gue langsung kabur ke kamar mandi. Terdengar lelaki tadi tertawa, tapi gue tidak menghiraukannya. Gue tetap lari sambil merutuki diri sendiri.
Sebentar, gue kan gak punya saudara laki-laki. Bokap gue juga gak semuda itu. Apa jangan-jangan dia?
Plis kalau yang gue pikir beneran, lebih baik gue terbang ke korea buat operasi plastik!
***
Gue menatap diri gue dipantulan kaca. Memakai gaun selutut berwara merah dan hitam yang nyokap kasih tadi ditambah olesan make up yang tipis udah menempel di wajah gue. Menarik nafas dalam-dalam, gue keluar dari kamar.
Gue melihat ke arah ruang tamu, tempat dimana semuanya udah ngumpul. Disana udah terdapat bokap dan nyokap, Tante Adira dan Om Raffy orang tua dari cowok yang mau dijodohin sama gue. Tante Adira sahabat nyokap dari kecil, mereka janji kalau udah punya anak yang berbeda kelamin, mereka akan nikahin anak mereka itu. Aneh memang, tapi mereka beneran melaksanan janji gak jelas itu. Dan sekarang imbasnya ke gue.
Gue menatap
ke arah lelaki yang akan dijodohkan sama gue. Cowok yang memakai kemeja biru, gue melihat ke arah wajahnya dan bener aja yang gue pikirin tadi adalah kenyataan.
Cowok yang merogokin gue dengan penampilan acak-acakan dan iler yang membahasi ujung bibir gue adalah orang yang akan jadi suami gue.
"Mampus," ucap gue pelan namun dapat membuat seluruh manusia yang ada di ruang tamu menoleh ke arah gue berdiri. Dengan kaku, gue tersenyum sambil menggaruk leher gue yang sebenernya gak gatel.
"Sela, kamu ngapain berdiri disitu? Sini" ucap nyokap, gue mengangguk lalu mulai berjalan mendekati mereka semua. Gue salim ke tante Adira dan om Raffy lalu memberikan senyuman yang bener-bener maksa ke cowok yang berhasil membuat gue malu itu. Lelaki itu terlihat menahan tawanya membuat rasa malu gue berlipat janda.
Maksudnya, ganda.
"Sela, udah gede aja kamu" ucap tante Adira sambil mencium kedua pipi gue. Gue hanya tersenyum menganggapinya. Udah lumayan lama gue gak ketemu sama dia.
Gue duduk diantara nyokap sama bokap, persis di depan cowok yang belum gue kenal itu. Para orang tua mengobrol tentang masa lalu, gue mendengarkan dengan simak karena ceritanya lumayan kocak.
"Oh iya, kalian belum kenalan ya? Sampe lupa tante. Sela, ini Raihan anak tante dia lebih tua dua tahun sama kamu deh kayaknya. Kalian gak pernah ketemu soalnya dia tinggal sama nenek di Singapur. Rei, salaman dong" ucap tante Adira. Raihan mengangkat tangannya, melakukan apa yang ibunya suruh. Gue pun menjabat tangannya.
"Raihan."
"Sela."
Setelah menyebut nama masing-masing kita langsung melepas jabatan tangan kami. Para orang tua pun melanjutkan pembicaraannnya lagi. Mulai dari tanggal nikah, baju pengantin, gedung, dan hal yang diperlukan saat menikah nanti.
Nyokap udah memberi tau Raihan tentang pekerjaan gue sebagai dokter di rumah sakit swasta, sedangkan Raihan bekerja sebagai direktur perusahaan Om Raffy yang kebetulan bersebrangan dengan rumah sakit tempat gue kerja.
Setelah makan siang, Raihan dan keluarganya pulang dari rumah bokap. Gue ngebantu bunda buat beresin piring kotor bekas makan siang tadi. Setelah itu naik ke kamar buat ganti baju.
Gue mengambil hp gue yang terletak di atas tempat tidur. Belum sempat gue cek dari pagi, tanpa melihat notifikasi lain, gue memencet aplikasi LINE, lalu memberi pesan ke Raina, sahabat serta rekan dokter gue.
Sela Celine N : Gue beneran mau dijodohin coy
Gak sampai lima menit hp gue bergetar, Riana memblasa chat gue.
Rianaaa: Mantaaaap, cakep gak?
Sela Celine N: sent a photo
Riana: Subhanallah, kalau lo gak mau buat gue boleh
Sela Celine N: Ogah dia sama tante girang kayak lo
Gue menaruh hp gue kembali, tanpa sadar gue tersenyum, berarti menurut Riana Reihan ganteng dong? Emang sih, mata gak bisa diboongin. Pertama kali ngeliat Reihan juga para cewek bakal nganga. Cukup beruntung lah ya gue.
Tapi apa iya rumah tangga bakal lancar kalau gak ada cinta? Pasti bakal hambar, walaupun Raihan udah hampir sempurna.
Gue mengusap wajah gue kasar, pusing akan hal perjodohan ini. Gila aja, gue bakal nikah sama cowok yang gak gue kenal. Sinting.
YOU ARE READING
Married By You
Teen FictionSela Celine Nathalia, perempuan lajang berumur 25 tahun dipaksa ibunya menikah dengan anak dari sahabatnya yang tidak Sela kenal. Tampan, tajir, dan baik hati semua ada di dalam diri Raihan. Sela cukup beruntung dapat menikah dengan lelaki hampir...