Bingung

216 13 4
                                    

"KYAAAAAAH!"

Refleks, teriakan Sania lepas begitu saja dengan suaranya yang melengking dan nyaring itu, mungkin bisa membuat telinga yang dihadapannya terasa mau copot.

"Tidak perlu teria–"

BUAGH!

Belum selesai bicara, sebuah kepalan tangan yang kuat dari tangan Sania mendarat begitu mulus tepat di wajah lelaki itu. Dan... Lelaki itu pingsan begitu saja.

"...eh? Loh? Bukan hantu? Bukan psycho killer, ya?"

Perlahan Sania membuka matanya yang tertutup rapat saat proses tamparan maut tadi. Betapa kagetnya dia, mendapati lelaki asing itu pingsan ditempat setelah tamparannya mendarat dengan mulus.

"W-waaaa..!" lagi-lagi Sania merasa panik, ia sudah salah tingkah dengan apa yang telah ia lakukan kepada lelaki tak bersalah itu. Apa yang harus dia lakukan? Sania sudah terlihat seperti seorang penganiaya.

"M-maaf, tuan! Maaf!" Sania segera jongkok, tepat di samping lelaki yang sudah tak sadarkan diri itu.

"A-apa yang harus kulakukan?" Sania berpikir, berpikir, dan berpikir. Dia sudah menampar seorang lelaki yanng tidak bersalah, dan membuatnya pingsan ditempat.

Tanpa berpikir panjang, Sania membuka hoodie jaket lelaki itu yang sempat menutupi wajahnya. Mencoba mengenali lelaki itu, namun sayangnya, ia sama sekali tidak tahu-menahu dengan lelaki ini.

"Dia tampan..." Kata-kata ini keluar begitu saja dari mulut Sania, setelah menatap wajah lelaki itu yang terpejam.

"T-tidak! Bukan saatnya berkata seperti ini! Aku harus bagaimana...?"

sania bingung, sangat bingung. Apakah ia akan membawa lelaki asing ini masuk dan menunggunya sampai sadar? Menurutnya itu ide yang bagus, untuk menembus kesalahanmya yang sudah menampar wajah lelaki tak berdosa itu.

Sania mencoba mengangkat tubuh lelaki itu, mencoba menggendongnya ala bridal style. Tentu saja tubuh mungilnya itu tidak bisa mengangkat lelaki yang jangkung ini, itu mustahil.

"Aku tidak kuat mengangkatnya! Dia berat sekali.." Sania yang putus asa, langsung menarik kedua tangan lelaki itu dengan kedua tangannya pula. Ya, dia menyeret lelaki itu. Hanya itu yang bisa dia lakukan sekarang.

Setelah menyeret lelaki itu dari teras depan hingga ruang tamu, akhirnya Sania menyudahi kegiatannya tersebut. Jarak yang pendek terasa  jauh baginya, apalagi menyeret lelaki yang rasanya cukup berat bagi gadis bertubuh mungil ini.

Posisi lelaki itu masih di bawah sofa, kini Sania harus mengangkat kepala, tubuh, kaki secara bergantian sampai lelaki itu berbaring dengan sempurna di ataa sofa, seperti saat ini.

"Hah.." Sania mendesah kecil, mencoba mengatur nafasnya dan menyeka keringatnya yang sudah bercucuran di pelipisnya.

'Membawa lelaki ini sampai sofa saja... Sangat sulit' Sania membatin, sambil meratapi lelaki itu yang masih pingsan olehnya.

"Oh! Aku lihat lelaki itu membawa ransel, aku akan mengambilnya"

Sania yang tadinya duduk di kursi kecil dekat lelaki itu pingsan, kini ia beranjak kembali ke pintu depan untuk mengambil tas ransel lelaki itu yang tertinggal.

"Dapat!" Tangan Sania segera mengangkat ransel itu, cukup berat. Setelah itu, Sania segera kembali ke ruang tamu dimana lelaki itu berbaring.

***

Kukuruyuk!

Terdengar suara ayam jantan yang berkokok dengan tegas dipagi hari, mencoba memberikan semangat kepada siapapun yang mendengarnya.

Sania yang rupanya tertidur di kursi dekat sofa dimana lelaki itu terbaring. Gadis ini tertidur dalam posisi duduk, membuat tubuhnya pegal semalaman.

Kukuruyuuuk!

Suara ayam itu kembali terulang, mengusik tidurnya yang terlelap.

"U-uuuh.." Sania mengangkat kedua tangannya ke atas, meregangkan tubuhnya, kemudian membuka matanya perlahan.

"Eh? Kok aku tidur di kursi?" Ia sedikit pelupa, mencoba mengingat-ingat apa yang telah terjadi malam kemarin.

"O-oh! Lelaki itu?"

Dengan sigap, Sania langsung menegakkan tubuhnya yang tadi hanya bersender di kursi dengan malas.

"K-kamu gapapa?"

Sania langsung saja bertanya ketika mendapati lelaki itu yang sudah membuka matanya, namun masih dalam posisi berbaring di sofa.

"Gapapa. Muka gue kok... Sakit ya?"

DEG!

Sania sangat mengingat pukulannya yang mendarat di wajah lelaki itu. Tapi, kenapa orang ini tidak ingat? Apakah pukulan Sania terlalu keras hingga ingatannya menghilang?

"I-itu... Kemarin.." cukup sulit bagi Sania untuk menjelaskannya. Apakah ia harus jujur bahwa ia telah memukul wajah lelaki ini?

'Apakah dia akan marah kalau aku jujur...?' Sania bertanya dalam hati, cukup dilema.

"Ini wajah gue.. Rasanya kayak ditampar gitu lah" lelaki itu menambah kata-katanya sambil mengelus wajahnya sendiri.

'Aaah! Gimana ini?!' stres, Sania mengacak rambutnya sendiri.

Rupanya lelaki itu menyadari gerak-gerik Sania yang cukup aneh, terlihat bingung sendiri.

"Lu.. Kenapa?" Lelaki ini langsung menegakkan tubuhnya, merubah posisinya dari berbaring menjadi duduk.

"A-ah! Itu, anu! Hm... Anu.. Itu, loh... Ini.. Jadi.. Anu" sekarang mulut Sania menjadi kaku untuk menjelaskan semuanya.

"Hah— apa sih? Dasar cewek aneh" Lelaki ini dengan santainya meledek gadis yang baru dikenalnya juga.

"Apaa?! Aneh? Kamu tuh yang aneh! Datang ke rumahku pake bawa-bawa tas lagi! Emangnya mau nginep?" Sania pun tak kalah dengan ledekan khas ala ibu-ibu.

"Bener, emang mau nginep kok" sahutnya sambil menyenderkan tubuhnya di sofa.

Bengong. Itulah reaksi Sania saat pertama kali mendengar sahutan dari lawan bicaranya ini.

'Menginap? Di rumahku? Aku ini cewek dan dia cowok... Satu rumah? Berdua saja?'

begitu banyak yang dipikirkan Sania. Dia terlalu banyak pikiran saat cowok aneh ini datang!

Bersambung~~ :3

MY LOVELY BABY BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang