huwat?

208 11 0
                                    

'Menginap? Di rumahku? Aku ini cewek dan dia cowok... Satu rumah? Berdua saja?'

begitu banyak yang dipikirkan Sania. Dia terlalu banyak pikiran saat cowok aneh ini datang!

".....Tu-tunggu dulu!!!" Sania yang panik langsung berteriak, dia mulai berpikir...

'Cowok asing ingin menginap di rumahku... Kenal juga tidak! Bagaimana bisa aku menerima permintaan cowok ini begitu saja? Tampang ganteng sih... Bukan berarti dia cowok baik-baik, kan? Siapa tahu dia seorang kriminalis, teroris, bahkan... Pria hidung belang!'

What?

Pemikiran dari sisi negatif ini terus terngiang-ngiang di kepala Sania. Sania lalu menggelengkan kepalanya dengan cepat, mencoba membuang pikiran aneh yang mulai menyerbu otaknya.

"Kenapa?" lelaki ini hanya bisa memiringkan kepalanya, menatap datar Sania yang heboh sendiri.

"Gak mungkin! Kamu menginap di rumahku? Gak mungkiiiiin" Sania menghela nafas panjang, mencoba menenangkan dirinya kembali dengan suasana tak terduga seperti ini.

"Ya mungkin aja lah! Apanya yang nggak mungkin?" Lawan bicara Sania tetap bersikeras dengan kemauannya sendiri.

"Nggak! Emang kamu siapa sih?!"

"Manusia."

"Cih!" Sania mulai kesal, tidak, perasaannya sudah tidak bisa ditebak lagi. Ada bingung, panik, kesal, semuanya campur aduk jadi satu.

Sania menyandarkan tubuhnya di kursi, sama persis seperti lelaki di hadapannya, yang sudah bersandar di sofa sejak tadi. Kini otak Sania mulai memikirkan cara untuk meng-interogasi orang asing ini dengan pola pikir orang dewasa, tanpa sikap kekanak-kanakan.

"Hah.. Ini rumit banget! Baiklah kuputuskan, aku akan meng-interogasi mu!" Sania menunjukkan telunjuknya tepat ke arah lelaki itu.

Sementara lelaki itu menunjuk dirinya sendiri, "interogasi? Gue? Buat apaan?"

"Ya!" Sania melipat kedua tangannya sambil mendengus pelan.

"Pertama-tama... Aku akan bertanya, siapa namamu?" Mata hitam legam milik Sania menatap ke arah lelaki itu dengan serius, kini ia mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya diinginkan orang asing ini, dan apa tujuan nya menginap di rumahnya.

"...Nama gue ya?"

"BUKAN. NAMA BUYUT LO!"

JEDER!

Rupanya rasa kesal dan geregetan dari hati Sania sudah tidak bisa dikendalikan lagi, buktinya, suara dan perkataan Sania sudah setara dengan ibu-ibu yang lagi ngomelin anaknya gara-gara ngabisin duit jajan buat beli mainan.

"...ups!" Sania segera membungkam mulutnya dengan kedua tangannya.

'Malunyaaaaaaaa!'

Bagaimana tidak dia merasa malu, sifat aslinya sudah mulai keluar dari tempat persembunyiannya. Terlebih lagi, keluar di depan lelaki asing yang tak berdosa!

"Heheh- sifat asli lo udah keluar, ya?" Sementara Sania merasa malu gara-gara sifat gahar nya keluar, lelaki ini hanya terkekeh pelan melihat tingkah lucu gadis ini.

"S-sudahlah! Serius dong!" gadis ini terlihat sudah sifat kekanakannya, memanyunkan bibirnya, ngambek.

"Jadi.. Nama kamu siapa?" Tanyanya kembali, seraya memijit pelipisnya dengan jarinya, kepalanya terasa sakit dengan hal-hal aneh dan tak terduga seperti ini.

"Azka Reynand" dengan wajah yang serius pula, lelaki asing itu akhirnya menyebut namanya sendiri.

Akhirnya Sania tahu nama orang ini setelah sekian lama dia berdebat hebat. Fyuh! Ternyata lega sudah hati Sania setelah mengetahui apa yang dia tanyakan daritadi.

"Azka Reynand.. Ya?" dia mengulangi nama tersebut di mulutnya, mencoba membiasakan dirinya dengan nama yang baru ia dengar detik itu.

"Namamu bagus" gadis bersurai hitam ini pun tersenyum, rupanya mood nya sudah naik kembali setelah mengetahui nama lawan bicaranya ini, Azka Reynand.

"Iya, makasih" Sedangkan Azka, hanya mengangguk kecil sebagai sahutan untuk Sania.

"Namaku Sania Veronika. Kamu bisa panggil Sania, Sani, Nia... Apa saja boleh kok!" Sebuah uluran tangan tiba-tiba mengarah kepada Azka. Mungkin maksud dari Sania adalah berjabat tangan, dia sering berjabat tangan ketika baru saja berkenalan dengan orang asing, seperti apa yang ia lakukan sekarang ini.

Sekitar 3 detik Azka menatap tangan Sania yang sudah terulur ke arahnya, lalu matanya kembali menatap wajah Sania.

"Ayo, berjabat tangan. Penat nih!" Ungkap Sania sambil menggoyangkan tangannya yang diabaikan.

"Haha, sengaja" Lalu, sebuah jabatan tangan terjadi. Antara Sania dan Azka, mereka baru saja berkenalan dengan suasana yang hangat.

Tanpa lama-lama, sebuah jabatan itu pun usai.

'Lu itu terlalu baik, Sania. Bahkan kepada gue yang... Penuh dosyah' *loh

RALAT!

'Lu itu terlalu baik, Sania. Bahkan kepada gue yang... Menjadi biang kesedihan di rumah lu. Ini kan terjadi karena lu belum tau gue ini siapa sebenarnya, makanya lu bisa santai dan sehangat ini sama gue. Tapi... Kalo lu udah tau gimana? Lu bakal benci gue seumur hidup?'

"Haloooo, Azka?"

"Hah?" Azka mengeerjapkan matanya beberapa kali, rupanya suara Sania menyadarkannya dari lamunannya yang belum jelas itu.

"Kenapa? Jangan ngelamun, loh. Entar kesurupan, siapa yang nyadarin?" Sania tertawa pelan sambil melepas tangan Azka yang sampai tadi masih belum lepas dari jabatan tangan yang terjalin di antara mereka.

"..maaf" Azka memegang kepalanya, mencoba menekan pikiran itu agar tidak mengganggu perbincangannya sekarang.

"Gapapa. Lalu, aku mau beralih ke pertanyaanku yang selanjutnya," Sania terlihat sedang memainkan jari tangannya sambil menatap dalam kedua bola mata cokelat milik Azka.

"..kenapa sih, kamu bisa datang ke rumahku? Apa yang membawamu kemari?" Sania melanjutkan.

Terlihat di seberang mata Sania, Azka sedang mencoba memikirkan jawabannya dari pertanyaan yang sudah dilontarkan oleh Sania.

"..kenapa aku bisa datang kemari, ya?" Azka lalu membenarkan posisi duduknya sebelum ia melanjutkan.

"Tunggu sebentar" Azka bangkit dari duduknya, lalu mengambil tasnya yang terletak tidak jauh dari sofa yang sebelumnya ia tempati. Terlihat Azka mencoba merogoh tasnya berulang kali, seperti mencari sesuati untuk diperlihatkan kepada Sania.

"Kau mencari apa?" akhirnya Sania membuka mulut, ia penasaran dengan apa yang dicari Azka.

"Ini" tak lama kemudian, Azka mengeluarkan benda yang telah ia dapatkan setelah mengaduk-aduk isi tasnya itu.

Ia mengeluarkan selembar kertas HVS yang sudah terlihat kumal, Azka memberikan kertas itu kepada Sania.

"Apa ini?"

"Buka saja"

Karena rasa penasaran dengan kertas misterius itu, dengan cepat Sania membukanya. Kertas itu hanya berupa lipatan-lipatan segiempat hingga membentuk lipatan kecil.

"APA?!"

JDER! Bagaikan petir di siang bolong, Sania terkena sambaran petir itu.

"M-maksudnya? Apa ini? Kamu bercanda kan?" Sania terlihat kaku saat menerima surat yang hampir membuatnya membentur kepalanya ke dinding.

Surat itu ditulis dengan tulisan tangan bertinta hitam, cukup besar huruf-huruf yang dituliskan di kertas tersebut, membuat Sania yang melihatnya terlalu jelas.

Surat itu berisi,

TOLONG ASUH GUE, AZKA REYNAND.
PLIS!

.
.
.
BERSAMBUNGGGGG :v

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY LOVELY BABY BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang