Mungkin, di rumah itu sudah tidak ada lagi yang melakukan tepukan tangan itu. Atau mungkin juga kalau itu hanyalah sebuah musik yang selalu di nyalakan.
Fitrah melangkah menaiki tangga menuju pintu masuk. Nadine masih diam, dia masih memikirkan tentang isi dari dalam rumah tersebut.
Tak ada yang istimewa dari rumah panggung itu. Begitu masuk ke dalam, ada beberapa anak kecil berjejer sedang melakukan gerakan tangan. Ada seorang berjanggut putih menabuh gendang datar dan bernyanyi."Assalamualaikum. Abi, Fitrah ka teuka." "Waalaikum salam, soe jéh?" ayah Fitrah memandang Nadine dengan tatapan aneh. "Oh, ini temen ku, namanya Nadine. Nadine, ini ayahku" mereka berduanya hanya melemparkan senyum sebentar.
Anak-anak kecil yang berada di rumah panggung itu memandang Nadine dengan tatapan asing.
****" Terima kasih banyak fitrah, berkat mu aku bisa menghilangkan rasa penasaranku tentang tempat ini. I want to come again to play with they. Mereka sangat menggemaskan." seru Nadine bahagia. "Yasudah kalau itu maumu, besok kalau ayah mengizinkan kamu boleh datang lagi"
Hari menjelang sore. Nadine berlarian meninggalkan 'Samboeng Gayo'. Rintik hujan mulai turun. Dia terus berlari pulang kerumah karena sudah membayangkan bagaimana marah besar Dad dan Momnya kalau mereka tahu bahwa Nadine pulang lebih sore dari biasanya.
Benar saja kiranya. Mom sudah memasak makan malam dan Dad sudah pulang dari tempat kerjanya. "Where have you been Nadine?! Kamu pulang saat matahari tenggelam! Do you know hah?! Kalau ada orang jahat yang mau menculik mu sore sore seperti ini bagaimana?!" Dad marah begitu tahu Nadine masuk ke dalam rumah.
Mom menghampiri Nadine dan membawakan handuk untuk mengelap rambutnya yang basah. "Kamu habis dari mana dear? Kenapa pulang sore sekali sampai matahari tenggelam? Your Dad so worries for a few time. Dia begini karna sayang sama kamu. Don't cry Nadine."
Nadine berjalan menuju kamarnya dan menangis. Dia tidak tahu lagi harus berbuat apa karena ini yang pertama kalinya dia melihat Dad marah besar. Diluar kamarnya terdengar Mom yang menenangkan Dad.
****
YOU ARE READING
FLOW
General FictionKehidupan seorang bulenesia dan seorang mualaf yang mengikuti alur budaya setempat. Tentu saja, setiap orang memiliki masalahnya masing-masing. Namun, mereka mencoba untuk tetap melawanya dengan tameng budaya. Tak ada yang mereka salahkan. Mungkin h...