BAGAS #bag2

234 11 0
                                    

Hujan kembali menawarkan keheningan. Menghempaskan segala kenangan yang tersisa dari masa lalu yang telah mati namun memaksa untuk dihidupkan kembali. Menciptakan garis kepiluan yang berarak dalam dada.

Rasa itu berarak dalam benak pria dingin yang saat ini sedang menatap jendela di ruang kerjanya. Aku menatapnya dengan takut-takut. Ku pikir, Ayahku sedang memikirkan sesuatu yang membuat matanya menyiratkan segala kegelisahan yang terbaca.

Aku menarik nafas panjang. Aku tahu Ayahku sangat sulit untuk diajak berbicara, apalagi saat ia sedang bekerja. Tapi aku butuh informasi lebih lengkap lagi tentang gadis yang bernama Cindai. Aku tahu Ayah pasti sangat mengenalnya.

"Ayah.." Aku memanggilnya dengan takut-takut. Ayahku menoleh, ia bertanya melalui air mukanya yang terlihat heran.

"Apa..Apa ayah tahu tentang gadis bernama Cindai?" Tanyaku, Ayahku terlihat terkejut. Ia diam, lalu memandang kembali rintik-rintik hujan dari balik jendela.

"Darimana kau tahu?" Tanya Ayah pelan.

"Ibu menceritakannya padaku. Tapi aku tak percaya, jadi apa benar cerita seperti itu ada?"

Ayah menghela napas. Ku pandangi raut tampannya yang ditutupi oleh kesedihan yang tak mampu ia tutupi. Dia memberiku isyarat untuk duduk di sofa yang berada dekat dengan jendela. Ia duduk disampingku, lalu menghela napas panjang, ia tak melihatku, lebih tepatnya tak pernah mau melihatku.

"Dia kenangan berharga dari masalalu" Kata Ayah.

Dan ia pun memulai ceritanya..

***

(Flashback)On

Hari itu, ada hal yang tak biasa yang menarikku untuk terus memperhatikannya dari kejauhan. Aku tak tahu apa yang ku rasakan ketika aku menatapnya. Aku tak tahu, ada berapa banyak keindahan di dunia ini. Tapi yang ku tahu, dia adalah keindahan yang harus ku rengkuh.

Aku mengenalnya saat Masa Orientasi Siswa di sekolahku. Ia menyebutkan namanya dengan menunduk malu-malu. Saat senior memintanya untuk mengangkat wajah, ada sesuatu yang seakan-akan menyedotku dari alam kesadaranku. Mata bulatnya menyihirku, aku terpana.

Dan hari-hari berlalu begitu saja. Aku dan dia berada di kelas yang berbeda. Tapi aku tahu jadwal olahraga di kelasnya. Aku tahu ia selalu bermain basket setiap kali materi usai. Aku selalu memperhatikannya. Wajahnya yang penuh keringat terlihat manis dalam pandanganku.

Hingga pada akhirnya, kesempatan untuk berbicara dengannya datang.

Aku memperhatikannya yang sedang berdiri sambil menyaksikan aku dan teman-temanku berlatih band untuk acara seni tahunan sekolah. Aku ingin meminta bantuan darinya, juga ingin berbicara dengannya, dan mendengar suaranya lebih jelas.

"Hei namamu Cindai kan?" Tanyaku. Ku buat suaraku sebiasa mungkin. Ia menoleh ke kanan ke kiri raut wajahnya bingung. Lalu ia menjawab dengan gugup.

"I-iya." Jawabnya pelan. Aku mendengar gadis lain menahan nafas dengan takjub.

"Aku Bagas. Bisakah kau membantuku?"Tanyaku. Cindai mengangguk. Lalu aku menuntunnya menuju meja yang berisi partitur-partitur lagu.

"Bantu aku membuat lirik ya. Kau kan terkenal disini sebagai pengarang yang hebat! Jadi ku mohon bantulah aku" Kataku.

"T-tapi aku tak bisa mengarang lagu." Jawabnya. Aku berpikir sejenak, lalu tersenyum kearahnya. Menghalau debar-debar yang tak bisa lagi dijinakkan ketiika menatapnya.

"Kalau begitu, aku yang membuat liriknya dan kau yang bermain gitar untuk membantuku menjadikannya sebuah lagu yang pas didengar. Bagaimana?"

Dan Cindai mengangguk. Hari itu, aku ingin merekam segala hal yang ia lakukan. Aku ingin merekam senyum dan tawanya untuk ku putar jika aku merindukannya. Hari itu, aku tahu debar jantungku makin tak menentu ketika ada didekatnya.


Mata bulat itu membuatku tenang. Tutur kata pelan yang ia ucapkan dari bibir merahnya membuatku ingin mendengarnya secara terus menerus. Aku tahu ada kehangatan yang menyusup kedalam hatiku, darahku berdesir tak wajar, dan ada alunan indah yang mengalun disana, dilubuk hatiku.


Ia tersenyum, tertawa, dan berbicara padaku. Adakah hal lain yang membuatku bahagia lebih dari ini? Saat itu aku tahu, jawabannya adalah tidak. Karena ia adalah keindahan yang membuatku bahagia, membuatku merasakan kedamaian yang tak terperi ketika menatapnya.


Hari itu, aku tahu, aku semakin tersihir oleh kemampuannya. Hari itu, aku tahu, aku tak ingin jam berdetak dan waktu bergulir. Hari itu, aku tahu, hanya dia yang mampu membuat mataku menjadi berbinar dan senyumku terasa ringan untuk siapa saja.


Hari itu, aku tahu, bahwa aku sudah jatuh cinta pada gadis yang bernama Cindai. Gadis pertama dan terakhir yang memikat hatiku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BADAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang