1. Rutinitas dan Sebuah Keterkejutan

78 1 0
                                    

(( coba baca chapter ini sambil dengerin Super Junior - Happiness ^w^ ))

"Namhee-ya!"

Aku menengok, dan mendapati sahabatku, Lee Jeno sedang berdiri persis di depan pintu rumah. Lekas kubukakan pintu untuknya.

"Lee Jeno." Sapaku sambil tersenyum manis. Orang-orang berkata bahwa aku memiliki eye-smile yang sangat manis, sama seperti Jeno.

Jeno tersenyum balik dengan eye-smile nya, "Lee Namhee."

--

Singkat cerita, aku dan Jeno adalah sahabat dekat, semenjak kami masih menjadi murid TK. Kami sering bermain bersama, tetapi Jeno lebih sering bermain ke rumahku. Entah itu menggambar bersama, menonton Disney Channel berdua, atau bahkan bercerita di kamarku.

Sampai kami berumur 16 tahun, teman-teman sekolah, tetangga, ataupun orangtua kami sendiri sering "menjodohkan" kami, karena muka kami yang terbilang mirip (karena sama-sama memiliki eye-smile yang serupa). Tak hanya itu, mereka juga sangat mendukungku dan Jeno karena aku adalah sahabatnya dari TK, serta kami yang selalu bersama dimanapun dan kapanpun. Apakah aku pernah merasa bosan? Itu manusiawi, sudah pasti. Tetapi itu tidak akan pernah berhasil memisahkan tali persahabatanku dengan Jeno. Aku sudah menganggapnya kembaran sendiri.

Ultah kami pun tak jauh beda. Aku berulang tahun pada 19 April 2000, sedangkan Jeno berulang tahun pada 23 April 2000. Hanya terpaut empat hari. Bahkan keluarga kami berdua merayakan ultahku dan Jeno dalam waktu yang bersamaan. Maka dari itu, aku sering merasa dan menganggap Jeno kembaranku sendiri.

--

Jeno pun memelukku dan menciumku di dahi.

Aku yakin, kalian pasti kaget dan mulai berpikir negatif.

'Ah, mereka berujung pada hubungan percintaan?'

'Tetapi tidak mungkin kalau mereka sudah bertahun-tahun bersahabat dan tidak mempunyai perasaan lebih sama sekali.'

Ahahahaha. Aku yakin kalian pasti ada yang berpikir seperti itu.

--

Aku lupa menceritakan ini. Dulu ketika kami masih TK, saking seringnya Jeno bermain ke rumahku, atau aku yang bermain ke rumahnya... Orangtua kami suka mengajarkan Jeno untuk menjagaku, ataupun mengajarkannya untuk mencium dahiku atau pipiku. Aneh memang kalau dilakukan saat kami sudah pubertas. Tetapi itu memang sudah dibiasakan dari dulu oleh orangtua kami. Aku pun masih suka bertanya-tanya kenapa (?), akan tetapi aku tidak merasa aneh.

Kalaupun kalian ingin bertanya, apakah setelah sekian tahun aku bersahabat dengannya, tidak ada perasaan lebih sama sekali?

Jawabannya adalah... Ada. Tetapi, sekalipun "rasa" itu muncul, pasti salah satu di antara kami dengan jujur dan tanpa rasa malu, menyatakannya sendiri. Setelah menyatakan perasaan, kami pun tidak pernah mengharapkan lebih. Cukup untuk menyatakannya saja. Selanjutnya, beberapa jam kemudian, kami akan bersikap seperti biasanya, seperti kami tidak pernah saling menyukai. Aneh tapi unik, bukan?

--

"Jeno-ya!" Seruku sambil memegang pundaknya. "Kau sudah amat tinggi... Padahal dulu kita sepantaran beda dikit yah, hahaha."

Ia tertawa kemudian berbisik, "Oh, iya. Aku ingin bertemu dengan ibumu."

"Oh jadi gak mau ketemu denganku nih?"

"Bu.. Bukan gitu. Yuk, ke dapur aja. Pasti eomma ada disana."

Kami pun ke dapur, dan tepat sekali. Kami mendapati ibuku yang sedang memasak. Hmm, sepertinya akan sedap.

"Eommaaa!" Sapa Jeno sambil memeluk ibuku. Yap, bahkan orangtuaku sendiri dianggapnya sebagai orangtuanya juga.

"Aaa Jeno~! Kamu mau bantu eomma masak? Terakhir kau bantu kan beberapa minggu lalu." Ibuku menepuk pundak Jeno.

"Iya, nih, eomma. Yuk, Namhee. Abis ini kita makan bareng!"

-skip-

Selesai memasak...

"Hwaaaa...," ucapku sambil menganga. "Chicken soup-nya terlihat enak. Nggak salah ya ngebantuin eomma bareng Jeno, hehe."

"Iya dong. Ini berkat orang tampan." Jeno berkata sambil membusungkan dadanya. Aku dan ibu pun tertawa, setelahnya kami bertiga menyantap chicken soup dengan lahap.

~

"Eomma... Aku tadinya berniat mengajak Namhee pergi. Boleh, kah?" Tanya Jeno setelah kami mencuci piring bekas makan.

Ibuku tertawa, "Yaampun, kamu sudah bertahun-tahun dengan Namhee tapi masih suka sok polos aja, ya. Tentu saja boleh! Siapa yang melarang, eomma sudah percaya denganmu juga kok."

Aku dan Jeno langsung eye-contact dan tersenyum bahagia.

Tiba-tiba Jeno menyela... "Umh... Tapi, eomma yakin?"

"Maksudmu apa?"

"Yah... Aku tidak hanya mengajaknya pergi ke taman kota atau mall. Hmm boleh kubilang, tempat itu agak jauh."

"Santai saja, Jeno... Eomma beri kalian kebebasan."

-skip-

Di jalan...

"Jeno-ya! Apakah kita akan ke museum atau art gallery hari ini?"

"Tidak, tidak."

"Terus...? Mengapa kita sampai sejauh ini naik SMRT nya?"

Jeno menutup mulutku dengan telapak tangannya, "Sst. Sudah, sudah. Tunggu aja."

-skip-

Akhirnya kami sampai juga. Tahukah kalian ke mana Jeno akan membawaku? ...Bandara Internasional Incheon.

"Jeno-ya...," aku menepuk lengannya. "Kok, kita ke bandara?"

Jeno hanya tersenyum. Aku pun masih tidak mengerti.

~

Setelah 2 jam kami bolak-balik mengelilingi bandara, Jeno menarik tanganku menuju gate internasional.

"Ya! Kau tidak boleh kesana kecuali kau mempunyai tiket, Jeno!"

"...Kata siapa aku tidak punya?"

Saat petugas mengecek kami, Jeno menunjukkan layar HP-nya kepada petugas, dan petugas bandara langsung mengizinkan...kami masuk ke gate internasional?!

Setelah masuk, Jeno pun menjelaskannya (setelah kuberi bermacam pertanyaan bertubi-tubi).

Jeno berdeham, "Jadi... Gini. Sewaktu aku bermain di rumahmu minggu lalu, ketika kamu sedang mandi, aku mengecek lemarimu dan mendapatkan paspormu. Tepat sekali, aku juga baru memiliki paspor keluaran baru. Lalu, aku meminjamnya secara diam-diam... Hingga muncullah dua tiket pulang-pergi Seoul-Tokyo!"

T... TOKYO? Bahkan aku sendiri belum pernah ke sana... Uuuh, kadang sahabatku bisa se-menyebalkan ini! Belum lagi kalau eomma-appa tahu. Mending saja kalau aku dengan sekelompok sahabatku yang perempuan. Tetapi ini... dengan Jeno saja berdua?! Seharusnya aku biasa saja, karena dia memang sahabatku ini. Tetapi mengapa aku merasakan suatu feeling aneh yang membuatku takut?

I LOVE YOU -Lee Jeno fanfic-Where stories live. Discover now