2. Perasaan Aneh

30 1 0
                                    

(( chapter ini lebih panjang dari sebelumnya, agak absurd keknya(?) tp banyak bapernya ko huehuehue ))

--

Kami masih di bandara, menunggu flight kami (yang amat. Sangat. Mendadak). Uhh, awalnya aku sudah tidak menyetujui soal ini. Memang, sih, ia mengajakku ke Jepang. Tetapi... Dengan caranya yang seperti ini, aku jadi tidak mood.

Selain itu, Jeno juga tidak memikirkan bagaimana kita di sana, kita akan menginap di mana, ataupun berapa lama di sana. Dan...

...OH SIAL! Bagaimana dengan pakaian-pakaianku? Tidak mungkin aku meminjam pakaian Jeno selama di sana... Kalau untuk kaus dan kemeja, sih, mungkin tidak apa. Tetapi... Untuk dalamnya?! Aku sangatlah malu, tidak mungkin aku meminjamnya!

Di sela-sela aku berpikir, Jeno menginterupsi, "Namhee-ya."

"Um... Apa?"

"Maaf kalau mendadak. Aku tahu kalau kau ingin ke Jepang dari dulu. Tetapi, sungguh maaf kalau sampai mendadak begini."

Aku memutarkan bola mataku sambil mendengus kesal, "Huf... Iya, iya! Sebenarnya aku akan senang-senang saja, tetapi bukan seperti ini caranya, Jeno-ya."

"Kan sudah kubilang maaf-"

"Aku tahu, Jeno! Yang kupikirkan daritadi adalah, apakah kau bawa uang sebanyak itu untuk berjalan-jalan di sana? Kita akan menginap di mana? Apakah uangnya cukup untuk dua kamar karena satu kamar denganmu akan aneh tentunya! Bagaimana pakaianku? Aku tidak bawa pakaian, apalagi pakaian dalam! Berapa lama kita di sana? Kita akan ke mana saja di sana? Dan apakah kau mengerti bahasa Jep-"

Jeno menutup mulutku dengan tangannya, "Ssst. Kau kadang bisa se-cerewet ini, ya. Oke maaf akan kujelaskan lagi."

"Hmm... Teruskan." Aku menatap dia sinis dan kesal.

"Pertama, aku sungguh minta maaf. Kedua, aku menabung untuk ini sudah lama. Dan apakah orangtuaku tahu? Tentu, mereka bahkan sangat menyetujui akan hal ini, agar memberimu sedikit kejutan juga," ujar Jeno.

"Ketiga, kita akan menginap di suatu apartemen. Tenang, ada 2 kamar tidur di sana. Untuk pakaian...," lanjut Jeno sambil berpikir keras.

"Jangan bilang kau..."

"...tidak ada," ujar Jeno dengan tatapan polos. "Tetapi aku tahu di mana tempat untuk membelinya di sana. Harganya pun terjangkau. Aku akan menemanimu, kok, tenang saja. Dan untuk pertanyaanmu yang lain, just sit and enjoy the ride."

~

Setelah sekiranya 2 jam perjalanan, kami akhirnya sampai. Tidak cukup lama, karena Korea Selatan dengan Jepang cukup dekat. Maka, waktu yang diperlukan untuk ke sana cukup singkat juga.

Selama kami dalam perjalanan ke apartemen yang Jeno bilang "sudah ia sewa", ia menggenggam tanganku erat. I hate to love this feeling. Ini membuatku merasa aman, nyaman, dan terlindungi. Terkadang aku merasa geram, mengapa aku sangat menyukai perasaan yang nyaman ini?

Udara musim panas menerpa kita. Sejuk, tetapi hangat juga. Yap, sekarang sedang musim panas di Korea Selatan dan Jepang.

Di apartemen, kami pun langsung menyerbu sebuah love seat atau sofa empuk yang berwarna putih. Lelah sekali, aku bahkan hampir tertidur.

"Namhee-ya...," bisik Jeno lembut. Ia menggoyang-goyangkan tubuhku yang hampir terlelap di sofa yang super duper empuk itu.

"Namhee..."

Aku masih belum terlalu sadar, sampai akhirnya aku merasa bahwa seolah-olah ada yang menggendongku secara 'bridal style'. Seketika, mataku langsung melotot.

Aku berseru, sambil tetap berusaha tetap dalam kendali agar tidak terjatuh, "Jeno-yaaa! Kau mau apakan aku, hah?! Sejak kapan kau bisa menggendong orang?"

Lalu, setelah sampai di salah satu kamar tidur di apartemen, Jeno mengelap peluhnya, dan berkata, "Habisnya kau hampir tertidur di sofa. Aku merasa tidak enak jadinya, makanya aku membawamu ke salah satu kamar. Sudah, kalau mau tidur, tidur saja dulu. Ini masih siang, kok. Kalau ada apa-apa, panggil aku saja, ya."

~

Aku terbangun, mengecek jam di smartphone-ku, dan mengernyit.

"H-ha?! Sudah pukul delapan malam! Sudah berapa jam aku tertidur...?" Seruku sambil menggosok mataku yang terasa gatal.

Aku melihat ke arah sofa di samping tempat tidur. Haa, ternyata Jeno sedang tidur. Aku pun menghampirinya serta menyelimutinya dengan salah satu selimut cadangan yang telah disediakan oleh pemilik apartemen.

Aku keluar kamar dan seketika teringat sesuatu. Aku belum mengabari ibuku kalau aku sudah di Tokyo dengan "rencana dadakan" Jeno!

Aku pun mengeluarkan smartphone-ku lagi dan mulai mengabarinya. Sebenarnya rasa takut dan khawatir mulai menghantuiku setiba di Jepang. Apa lagi berdua saja dengan Jeno. Rasa khawatir dicampur dengan rasa aman dan nyaman, bisakah kalian mendeskripsikan apa yang sedang kurasakan?

*LINE!*. Terdengar bunyi notifikasi LINE. Ternyata dari ibuku.

Eomma: Apa? Kamu berdua saja dengan Jeno? Hati-hati, ya. Kalau perlu, mintalah kepadanya untuk menemanimu tidur. Tak apa-apa. Sekalian menghabiskan liburan musim panas. Lumayan, dengan orang tampan seperti sahabatmu sendiri~!

Mukaku memerah seketika aku membaca pesan dari ibu. Aku menahan tawa, mengalihkan pandanganku dari smartphone... Dan mendapati sosok Jeno yang sedang berdiri dengan mukanya yang mengernyit bingung.

"Ada apa, Namhee-ya?"

"Ouh! Apakah aku membangunkanmu?"

"Tidak, aku memang baru saja bangun. Ngomong-ngomong, kamu tidur sangat lama, Namhee. Sekarang sudah tidak capai, kan?"

Aku menggeleng, "Tidak, tidak. Wae?"

"Aku ingin membawamu pergi. Untuk makan malam."

~

Kami telah sampai. Yah, jangan tanya... Aku masih memakai bajuku yang tadi, lho! Begitupula Jeno. Ini bukanlah dinner yang orang-orang kira "spesial", ini hanyalah makan malam biasa bagi anak remaja 16 tahun yang sedang dalam masa pengiritan.

Aku memesan Shoyu Ramen, sedangkan Jeno memesan Beef Gyudon. Ternyata, Jeno bisa berbahasa Jepang, kawan! Walaupun sedikit-sedikit, tetapi itu cukup membuatku kaget. Di sela-sela makan, kami berbincang.

"Jeno-ya... Kau belajar bahasa Jepang dari mana? Dan kapan? Kok, aku baru tahu sekarang?"

"Hehehe... Aku sering menonton anime One Piece, dan beberapa anime lainnya. Menonton anime adalah hobiku sejak SD. Maka dari itu, terkadang aku menerapkan bahasa Jepang sehari-hari yang ada di beberapa anime. Dan terkadang mencari arti sebuah kosakata dari kamus!"

"Waw, kau sangat niat, hahaha!"

~

Kami telah kembali ke apartemen lagi. Sebelumnya, aku telah membeli beberapa pakaian, serta... Kau tahu, lah.

Tanpa berpikir panjang, aku langsung berbaring di tempat tidur dan memejamkan mata. Tak memerlukan beberapa menit, aku sudah terlelap.

Akan tetapi, aku terbangun ketika ada sesuatu yang hangat di punggungku. Aku membalikkan badan dan melihat Jeno yang sedang berbaring di sebelahku sambil menonton TV.

"Jeno...? Mengapa kau di sini?" Tanyaku lirih sambil mengernyit.

"Sudah kewajibanku untuk menjagamu dan menemanimu, Namhee-ya. Kalau kau butuh teman ngobrol, aku akan ada untukmu. Dan kalaupun kau butuh suatu kehangatan, aku tidak akan keberatan untuk memelukmu." Jeno menjawab sambil tersenyum ke arahku.

Uw. Deg. Deg. Apakah rasa ini muncul lagi?! Akan tetapi... Ini berbeda. Sangatlah berbeda dari yang dulu kami rasakan ketika kami saling suka.

Yang masih kupertanyakan... Apa yang disebut dengan rasa ini? Apakah dengan ini, tali persahabatan kami akan putus? Karena, seperti yang tadi kubilang, ini tidaklah biasa.

Aku pun tersenyum, memejamkan mata kembali, dan mulai merasakan kehangatan itu menjalar ke rambut, pundak, serta punggungku. Ternyata Jeno membelai rambutku, mengelus pundak, hingga ke punggung. Karena, ini adalah suatu perasaan yang amat nyaman, aku dengan cepatnya tertidur nyenyak.

I LOVE YOU -Lee Jeno fanfic-Where stories live. Discover now