Penelitian Putri Duyung

1K 31 7
                                    

Sebuah kabar mengejutkan negeri. Seorang ilmuwan hebat menyatakan telah menemukan hasil penelitian yang luar biasa. Namun, berkasnya ditolak oleh pemerintah setempat. Ia tidak mendapatkan ijin untuk riset lebih lanjut. Semenjak itu, sang ilmuwan menghilang. Beberapa bulan kemudian, negara ini geger.


Aparat mengamankan wilayah sekitar. Warga yang penasaran, berlomba menyaksikan tabung kaca di pusat kota. Gadis berambut acak-acakan terkurung. Tangannya memukul tabung yang mengelilingi tubuh.

"Siapa dia?" Tanya salah satu warga.

"Ini ciri kiamat, apakah ia termasuk binatang melata?" Tanyanya pada seseorang Ulama.

Gadis yang merasa kepanasan di dalam tabung terus meronta. Kemanan semakin ketat. Kamera terus menyorot kejadian sekitar. Bahkan dalam sekejap, berita ini menjadi berita panas di seluruh penjuru dunia.


'Seekor Putri Duyung Betina ditemukan Oleh Nelayan Indonesia' begitu kalimat yang tertera. Ekornya berwarna abu keruh. Seperti air jernih yang telah tercemar. Makhluk mitologi itu terus memukul-mukul kaca tabung. Dari arah kerumunan, gadis kecil berusia 5 tahun menyembul. Ia menarik baju salah satu petugas.

"Tuan, tabungnya harus dibuka. Dia tidak bisa bernafas." Tanyanya seraya memeluk boneka ikan Nemo.


"Adek sedang apa di sini? Pulang ya, disini tidak aman."


"Tuan, dia juga tidak aman."


"Raida!" Panggil seorang Ibu dari kerumuman. Ia menghampiri.

"Aduh ... kamu ini kemana, jangan bikin Ibu khawatir."


"Tapi, Bu. Kasihan ... Dia tidak bisa bernafas."

Ibu yang masih muda itu menatap Sang Petugas.

"Benar Tuan, Ia tidak bisa bernafas. Tidakkah anda merasa kasihan?"


"Dia makhluk jadi-jadian, Nyonya."


"Lantas, kalau dia makhluk jadi-jadian, kita ini apa? Kita semua manusia. Ada yang menciptakan. Begitu juga dia. Bukankah dia seharusnya dilindungi?"


Petugas itu menunduk.

"Nyonya tidak ada urusan dengan ini. Silakan pergi. Bawa anak anda."


"Tentu saya ada urusan!" Jawabnya lantang.

Ia mulai menggendong anaknya, lalu menerobos aparat. Mendatangi para ilmuwan yang sedang berkutat dengan catatan.


"Nyonya apa yang anda lakukan? Jangan bergerak."

Senjata diarahkan pada tubuhnya. Sontak ia berbalik.

"Kalian ingin membunuhku? Bunuh saja!"


Gadis manis yang digendong ia turunkan.

"Setelah apa yang telah kalian lakukan pada suamiku, kalian mau membunuhku juga? Iya? Benar begitu?"

Suasana hening. Yang menyaksikan kejadian itu bertanya-tanya. Apa yang terjadi.

"Beberapa bulan lalu kami liburan ke sebuah teluk. Di tengah jalan kami terjebak, terkepung ikan-ikan besar yang mengelilingi perahu kami. Bukan, kami salah. Itu bukan ikan, yang mengepung adalah Makhluk ini, makhluk yang kita kenal dengan sebutan Putri Duyung. Buah hati kami ketakutan, kami digiring pada sebuah tempat yang terpencil. Di sana banyak makhluk seperti mereka. Saat malam tiba, badai datang. Mereka bersembunyi dan kami pun berusaha melarikan diri dari tempat tersebut. Namun beberapa makhluk ini memperhatikan kami, mencegah kami pergi. Ia terus menggelengkan kepala seolah ia tidak mau keberadaannya diceritakan pada banyak orang. Entah apa yang mereka inginkan. Kami tidak tahu, kami ketakutan hingga harus terus memukul-mukul dayung untuk mengusir mereka. Akhirnya kami selamat, dan suamiku berencana untuk meneliti Habitat tersebut. Namun sayang, salah satu dari mereka mencuri berkasnya," tunjuknya pada salah satu ilmuwan berkacamata, "Dia meng-klaim bahwa penelitian ini miliknya. Padahal ia tidak tahu apa-apa. Mereka gila harta dan jabatan. Makhluk ini dijadikan korban atas kerakusan manusia. Apakah pantas melakukan penelitian ini di tempat terbuka? Untuk apa? Ingin mendapat pujian?"


Semua saling menatap. Ibu itu berjalan menuju tabung lalu menarik tuas dan terbukalah tutup tabung di atasnya. Senjata semakin ditodongkan ke arahnya. Takut-takut terjadi sesuatu. Makhluk berekor itu ke permukaan, menghirup udara yang sedari tadi ia butuhkan.


"Istriku benar!" Suara berat terdengar dari kerumuman.

"Profesor!" Beberapa terkejut melihat dirinya yang mengenakan topi dan kacamata. Menyamar.


"Setelah kami tahu bahwa berkas kami diakui oleh orang lain, kami pergi ke teluk tersebut. Kami meneliti setiap pergerakan Makhluk ini. Di teluk yang tidak bisa kami sebutkan namanya, hidup sekitar 130 Duyung Jantan dan Betina. Mereka berkumpul, bertahan hidup dari ..., " Ia berhenti sejenak, "sampah yang menumpuk di lautan. Beberapa Makhluk ini ditemukan tewas. Kami mempelajari bahasa mereka, cara mereka bertahan, cara mereka bernafas, cara mereka berkembang biak. Dan hasil penelitian kami, mereka adalah hewan. Bukan makhluk jejadian atau jelmaan. Mereka adalah jenis binatang air yang menyerupai manusia. Sepertinya yang kita tahu hewan darat yang hampir mirip dengan manusia adalah sejenis kera."


"Prof, apa buktinya jika anda memang benar meneliti? Atau jangan-jangan anda hanya ingin mengambil keuntungan dari hasil jerih payah kami?" Ilmuwan berkacamata menyanggah.


"Buktinya? Apakah anda yakin kalau ekor makhluk ini berwarna keruh?"


"Tentu saja, saya sudah mencatatnya di berkas ini."


"Anda salah, itu adalah berkas yang saya tulis sepulang dari pengepungan. Jika kita perhatikan. Dibalik warna keruh ini ada warna lain."

Sang Profesor pun mengeluarkan alat khusus, menaiki tangga lalu menyuruh Makhluk tersebut memberikan ekornya. Makhluk itu tidak merasa ketakutan. Seperti berkomunikasi. Suaranya seperti cicak namun lebih teratur dengan aksen aneh. Duyung ini mendekatkan ekornya lalu lelaki itu membersihkan perlahan. Munculah warna biru bersinar.


"Anda lihat?" Tanyanya memastikan. Yang meyaksikan kembali saling berbisik.

Ilmuwan yang memegang berkas duduk menunduk. Merasa dirinya kalah.


"Makhluk ini terbawa arus. Ekornya yang biru berubah warna karena air yang ia tempati tercemar zat kimia dari sampah-sampah yang dibuang ke lautan. Dan yang paling penting, lingkungan kita berpengaruh pada kehidupan hewan langka ini. Mereka sama ciptaan Tuhan, mereka mungkin tidak berakal seperti manusia. Namun pada saat musim hujan, mereka selalu berbaris ke permukaan. Menatap langit seolah berdo'a. Air laut semakin pasang. Meluap dan banjir menimpa kota ini. Pernahkah mendengar do'a yang terniaya akan dikabul tanpa hambatan? Sadarkah kita telah menganiaya lingkungan?"


"Persetan!' Teriak suara dari arah belakang. Tembakan melesat ke arah sang profesor. Diikuti tembakan para petugas. Makhluk duyung lepas. Sang Istri ilmuwan memeluk anaknya. Melindungi. Namun sayang, ia pun tertembak. Duyung itu melesat keluar tabung, terkapar. Ekornya tertembus peluru. Anak kecil yang memeluk boneka menangis.


Para warga bubar berhamburan. Ketakutan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Putri Duyung Betina - Dede Yogi DarsitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang