“Riviiii bareng yok!” Seru bocah laki-laki sambil memencet beberapa kali bel sepeda miliknya. Ia berdiri tegak dan ditemani sebuah sepeda yang berada disampinya. Pakaiannya begitu rapi dengan kemeja putih yang dimasukan didalam balutan celana merah bersabuk hitam.“Iya sebentaaaaaar!” Jawab Rivi dari dalam rumahnya sambil berlari-lari kecil mencari sepasang sepatunya. Ia kembali menghadap cermin yang kebetulan ada didepan meja makannya. Sekali lagi memandangi dirinya apakah sudah benar-benar rapi dan beratribut lengkap sekolahnya. “Ibu, Rivi berangkat ya!” Pamitnya setelah selesai mengikat tali sepatu berwarna hitamnya.
“Selalu aja aku nunggu kamu lama banget. Dasar cewek tukang dandan!” Omel si bocah laki-laki itu kesal sambil melipat kedua tangannya didepan dada karena Rivi sudah berhasil membuatnya bete menunggu.
“Maaf deh,” tutur Rivi merasa tidak enak sambil menggaruk-garuk puncak kepalanya.
“Ayo berangkat!”
“Yah, ban sepedaku bocor,” jawab Rivi kecewa saat melihat keadaan sepedanya yang ternyata ban depannya masih bocor dan belum sempat ditambal kemarin sore oleh ayahnya.
“Yaudah berangkat sama aku aja. Aku gonceng dibelakang ya,” ajak anak laki-laki itu sambil menengokkan kepalanya kebelakang seraya mempersilahkan Rivi untuk berdiri disepedanya. Maklum sepeda anak itu sepeda sport yang tidak ada tempat duduk belakangnya. “Ayo naik, nanti kesiangan!”
Rivi tersenyum lebar dan tidak menunggu lama untuk hinggap diatas sepeda temannya itu.
“Syaratnya, nanti istirahat aku dapet jajan gratis ya Riv.”
“Huh!” Rivi menjitak kepala anak itu kesal bercampur senang karena memang sudah terbiasa jika ada kendala dengan sepedanya, temannya ini tidak sungkan-sungkan untuk menawarkan goncengan padanya.
“Aduh sakit tau!” Keluh bocah itu yang nampaknya kesakitan. Dan sengaja membelokkan stang sepedanya untuk mengageti Rivi, membalas dendam.
“Eh awas jatoh!”
“Pegangan aku yang kenceng makanya Vi,” tukas bocah itu cengengesan mengetahui geliat Rivi yang spontan ketakutan.
___________________________________________
“Rivi!!!”
“Duh si Fikar kalo nyamper bisa nggak sih sopan dikit. Dari SD sampe SMA masih aja begitu,” gerutu Rivi yang sedang asyik menyantap bubur oat rasa pisang kesukaannya.
“Hush, udah sana ditemuin dulu, disuruh masuk!” ibu Rivi mencoba menenangkan rasa kesal putrinya.
Rivi berjalan gemas menuju depan rumahnya.
“Ah pasti lo belom siap kan?” Tanya Fikar dengan nada setengah kesal. sahabat Rivi sejak SD ini memang tidak pernah absen untuk mengajak rivi bareng berangkat sekolah.
“Iya gue masih sarapan,” jawab Rivi sambil membukakan pintu pagarnya. Ayo masuk dulu!”
“Jangan lama-lama, gue nunggu disini aja.” Fikar langsung duduk dikursi yang tertata berjajar dua disamping pintu masuk rumah Rivi.
“Iya bos,” Tanggap Rivi sambil member hormat kepada Fikar seolah-olah patuh dengan seruannya Fikar supaya dirinya tidak membiarkan Fikar menunggu lama.
“Lho, Fikar nggak masuk kedalem?” Sapa Ibu Rivi melihat Fikar duduk dikursi depan sambil memutar-mutar kunci motornya.
“Nggak apa-apa Bu,” jawab Fikar yang langsung berdiri dan mencium punggung tangan ibu Rivi.
“Yuk berangkat!” Seru Rivi semangat sambil memanggul tas punggung berwarna ungu kesukaannya dan membalut kemeja putihnya dengan cardigant hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain Sound
Teen FictionRivi dan Fikar sahabatan lama sejak TK. Mereka sangat dekat hingga sekarang mereka duduk dibangku SMA. Tapi apakah murni hubungan mereka bersahabat sedangkan Rivi sangat mengagumi sifat Fikar yang mandiri dan sangat menjaganya?