Shal mengambil mantel berwana navy nya dari gantungan yang berada di pojok kanan kelas XI IPA 3. Kelasnya itu, selalu wangi mangga. Karena Hara, si pemasok parfum, selalu membawa parfum bernama Mango Blush keluaran Bath and Body Works.
"Hujan, Shal. Yakin mau pulang?" tanya Hara sambil membetulkan posisi earphone di telinganya.
"Enggak ingin pulang. Gue mau ke tempat biasa," Shal tersenyum kecil kepada Hara. Hara pun langsung mengerti dan mengangguk. Shal pun keluar dari pintu otomatis seperti di pintu masuk mall - mall di Jakarta. Tapi ini bukan di Jakarta, ini di Bandung.
"Har, temen lo kenapa sih? Jadi murung amat begitu," Reza menghampiri Hara yang sedang mengangguk - anggukan kepalanya karena mendengarkan lagu Jenny by The Click Five.
"Aih, Har! Woi!" Satu tepukan ke pundak Hara membuatnya melepas satu earphone dari telinganya.
"Kenapa?"
"Shal kenapa?"
"Biasa,"
"Gara - gara tuh bule lagi?" Hara mengganguk.
----
Aroma kopi dari Warung Kopi Nusantara yang berlokasi di sekitar SMA Grahana 2 itu selalu membuat Shal menghirupnya dalam - dalam. Siapa coba yang tidak suka wangi kopi? Namanya memang 'Warung Kopi' tapi tempatnya seperti café pada umumnya kok. Cocok lah buat remaja labil macam Shal.
"Eh, Kak Shal, udah lama nggak datang!" seru salah satu pelayan di café itu, Vanila.
"Hehe, kamu kan tahu, pelarian nasib jomblo ngenes ku kan kesini,"
"Berarti kemarin - kemarin, kakak lagi nggak sendirian, dong?"
"Nanti aku cerita, pesan yang seperti biasa ya," Shal langsung memilih tempat duduk dekat dengan jendela. Di depannya ada bunga matahari palsu yang seakan - akan asli. Jika ada kata palsu di otaknya, ia akan langsung teringat bule sialan itu.
"Santai aja, lo masih normal. Memang hampir tidak ada orang yang tidak mematung saat melihat gue begini," Julian dengan senyum hangatnya mengarah ke Shal yang langsung terbelakak karena ke-gap memerhatikan Julian yang sedang melukis di ruang seni.
"Dasar kepedean! Nggak waras lo, ya? Kalau ganteng mah ganteng aja, nggak usah pakai bilang gitu segala,"
"Jadi, lo ngakuin kalau gue ganteng?"
Muka Shal memerah karena apa yang dikatakan Julian barusan adalah benar dan ia tidak dapat mengelaknya karena Julian mengerti maksud lain dari perkataannya yang tak sengaja keluar dari mulut Shal.
"Gua, Julian-" Perkataannya terpotong.
"Julian Askar Richband," Shal langsung menghadap kearah selain Julian saat mengatakan nama lengkap Julian. Julian tersenyum.
"Dan lo?" tanya Julian sarkastik. Shal balas memandang Julian tajam. Julian tetap tak bersuara, membuat suasana menjadi aneh dan mencekam.
"Entah kenapa, yang pasti semua murid yang masuk sekolah ini pasti memiliki ingatan yang bagus. Tapi kalau lo? Lo bayar berap-"
"Shallaze Putri Kania. Sorry lola, gue inget nama perempuan dari yang tampangnya standar dulu,"
Deg! Shal nggak kuat kalau harus lama - lama berhadapan dengan Julian. Ia pantas disebut playboy karena ucapannya yang kelewat sarkas tapi ngena di hati para wanita. Shal nggak mau jadi korbannya Julian, nggak akan pernah mau.
"Shal, gue jarang lho, menggunakan suatu frasa yang gue tau bakal berefek besar kepada orang yang gue tuju. Jadi, gue pasti punya reason di setiap perkataan gue."
"Terserah lo ajalah. Yang penting gue udah ngasih tau lo informasi dari Bu Irma. Jadi alasan gue kesini hanya karena itu ya, Julian. Benar - benar hanya karena itu," Shal pun beranjak pergi.
"Nanti juga, alasan - alasan lain itu akan berdatangan dengan sendirinya. Mereka belum menemukan neuron mana yang cocok untuk dihinggapi. Sabar, Shal, tungguin aja."
Shal menggeleng - gelengkan kepalanya. Kenapa yang diinget olehnya hanyalah yang baik? Bukankah ketika seorang manusia membuat kesalahan, kita lebih suka mengingat yang buruknya? Satu kesalahan bisa meruntuhkan kesempurnaan seseorang.
Tapi nyatanya, hal itu tidak berlaku untuk Julian, bagi Shal.
----
So, I am finally back with another story! Well, I'm hoping you guys like it! By the way, diatas itu si Shallaze. Ada yang tahu nggak dia siapa? ;)
KAMU SEDANG MEMBACA
A L M O S T
Teen FictionShallaze Putri Kania tidak tahu apa dirinya bisa dibilang beruntung atau tidak. Dirinya yang biasa - biasa saja, kehidupannya yang normal, mendadak berubah sedikit lebih berwarna dan menegangkan. Cukup satu kalimat dari orang itu. Julian Askar Richb...