Pengunduran Diri

113 15 26
                                    


Di sebuah ruangan dengan sorot lampu maksimal, dia menyepi di antara riuhnya Ibukota, Seseorang menghasut Tuhannya untuk mengubahnya menjadi pria seutuhnya. Bukan sekadar seorang androgini yang terperangkap menyedihkan sepi.

Lindap-lindap orang acuh, mempeduli diri sendiri asal bahagia. Mengaluni langkah dengan sejuta kemungkinan. Saling peduli tak akan tampak di antara riuhnya kepentingan masing-masing.

Laki-laki berperawakan jangkung berisi itu masih terus saja kesepian, menunggu sesuatu yang mungkin menjadi kesempatannya untuk lenyap dari rutinitas ini, ini karena majikannya mulai macam-macam dengan haknya. Wajahnya tampan tapi cenderung cantik karena polesan make up yang menyapu seluruh wajah.

"Faisal !" suara nyaring dengan tekanan penuh itu mengagetkan laki-laki yang sedari tadi termangu menatapi cermin.

Dia tak lantas menyambutnya dengan sumringah seperti biasa. Kemudian masuklah wanita yang berteriak nyaring tadi dengan penuh kemantapan. Harum parfum yang dia pakai seketika menyeruak, memenuhi seluruh ruangan. Wanita itu lantas duduk di kursi lain di samping laki-laki yang membolak-balik halaman majalah, lantas menaruh tas yang kelihatannya memang bermerk original itu di atas meja dengan berhati-hati, seolah itu adalah barang pusakanya.

"Kamu kenapa sih! kenapa nggak seperti biasanya?" Mata wanita itu melotot, namun karena sipit jadi jika dia melotot tidak ada seram-seramnya, parasnya tetap menggemaskan.

Faisal menatapinya dengan serius sekali, memerhatikan setelan dari atas sampai bawah, kemudian mengalihkan pandangan ke majalah yang tadi dia baca, memilih meneruskan melihat-lihat lembaran demi lembaran majalah itu daripada melihat setelah wanita itu sekali lagi.

"Kan sudah kubilang, kamu tidak usah pakai jaket berbulumu itu, bikin sakit mata tahu nggak?" Suara laki-laki itu terdengar baritone mirip perempuan.

"Faisal! Kamu menghina jaketku?" wanita itu meninggikan suara, seketika berdiri dan berkacak pinggang, yang dibentak terus saja membolak-balik majalah

"Kamu pikir, ini jaket norak?, Astaga! Ini jaket keluaran terbatas, tahu!" Kini rautnya semakin buruk saja, tidak ada gemasnya sama sekali.

"Yah....kupikir kamu akan mengikuti saranku kemarin, ternyata kamu bebal ya, Ryana sayang...." Dia memandangi Ryana dengan tatapan menusuk, kemudian perlahan tatapannya lembut. Lalu melanjutkan

"Ryana..aku sudah memikirkan hal ini, bisa kamu duduk dulu?" yang disuruh mengendurkan otot matanya, kemudian patuh, dia kalah. Sejenak kemudian Faisal mantap berkata

"Aku akan mengundurkan diri sebagai MUA dan penata busanamu."

Ucapan itu terdengar begitu serius, tapi begitu menggantung di langit-langit ruangan penuh busana serta perlengkapan lainnya.

"Kamu bercanda , kan?" seolah tidak terima, Ryana menyondongkan tubuhnya, wajahnya setara dengannya

Setelah Faisal menggeleng, Ryana mendadak cemas, bingung berkata-kata, laki-laki yang ada di depannya adalah salah satu belahan jiwanya di dunia keartisannya.

"Nggak bisa dong, Sayang! Kamu harus tetap di sini sampai......"

"Sampai kapan Ry?" Seolah kesepakatan tentang ini memang akan alot dilakukan, Faisal bersabar tidak meninggikan suara.

"Apa alasannya mau pergi?"Ryana semakin menatap Faisal lebih tajam

"Kamu tidak pernah menganggapku sebagai seorang laki-laki, Ry. Aku jengah." Alasan itu akhirnya bisa keluar dari bibirnya. Ryana membujuk diri agar emosinya tetap terkontrol, tapi rupanya dia marah sungguhan.

Beautiful LiarWhere stories live. Discover now