part 1

548 21 0
                                    

Shin Je Wo berlari kencang di sepanjang koridor kampus. Tas ransel di punggungnya bergoyang-goyang. Begitu juga dengan rambutnya yang tergerai. Dia sedang dalam masalah besar! Kemarin dia sudah membuat janji dengan dosen pembimbingnya untuk melakukan bimbingan pukul sembilan pagi hari ini. Tapi sialnya, dia terlambat bangun dan sekarag sudah pukul setengah sepuluh.

            Belum lagi tadi dia harus berteriak frustasi karena melihat lemari pakaiannya yang hampir kosong karena seluruh pakaiannya belum di setrika. Tapi karena tergesa-gesa, akhirnya dia menarik asal pakaian apa saja yang bisa di pakai. Jadi lah dia hanya memakai jeans usang berwarna biru dan kaus kebesaran berwarna coklat.

            “Je Wo-ya!” seseorang meneriaki namanya.

            “Nanti, aku sedang buru-buru!” teriaknya di sepanjang koridor hingga suaranya terdengar menggema. Mata Je Wo tampak menajam ketika menangkap sebuah pintu kaca berwarna hitam. Pintu ruangan dosen pembimbingnya. Dia mengulurkan tangannya ke depan, bersiap-siap untuk membukanya tetapi tiba-tiba saja pintu itu di buka dari dalam dan keluarlah sosok pria dengan rambut penuh uban sedang membawa sebuah tas di tangannya.

            Je Wo menghentikan larinya dan mulai berlajan melambat menghampiri Dosennya. “Selamat pagi, Pak… saya Shin Je Wo, mahasiswa yang membuat janji bertemu hari ini.” sapanya dengan satu tarikan napas. Setelah itu, dia tampak berdiri dengan napas tersengal dan keringat bercucuran di wajahnya.

            Pria tua itu melirik padanya, menatapnya dengan tatapan menilai. Kemudian kepalanya menggeleng berat. “Kau membuat janji denganku pukul berapa?” suara tajam pria itu membuat Je Wo meneguk luduhnya berat.

            “Pukul sembilan.” Jawabnya pelan.

            “Sekarang sudah pukul berapa?” tanya pria itu lagi, kali ini di tambahi kesan sinisnya.

            “Setengah sepuluh.” Ringis Je Wo, memperlihatkan wajah bersalahnya.

            “Jadi kenapa masih berani menemuiku? Kau pikir waktuku hanya untuk menunggu mahasiswa yang senang terlambat sepertimu. Tidak di dalam kelas maupun bimbingan selalu saja terlambat. Belum lagi pakaianmu yang urakan itu. Lain kali kalau mau bimbingan denganku, harap perhatikan waktu dan pakaianmu.” Selesai mengatakan rentetan kalimat ketus itu, dia segera melangkah pergi meninggalkan Je Wo.

            Sementara Je Wo mulai mengepalkan kedua tangannya di depan dada sambil menggeretakkan giginya. “Dasar pria tua menyebalkan! Aku hanya terlambat setengah jam kenapa dia harus memarahiku seperti ini?! Membawa-bawa kelakuanku di kelasnya, mengomentari pakaianku. Haish! Memangnya dia tidak pernah melakukan kesalahan? Bahkan kemarin dia membuatku menunggunya berjam-jam tapi akhirnya membatalkan janji dan aku sama sekali tidak mengomelinya seperti dia mengomeliku.” Je Wo menendang-nendang dinding dengan sebelah kakinya demi melampiaskan kekesalannya.

            Sial. Dia benar-benar tertimpa nasib sial mendapati dosen pembimbing yang mempunyai dendam pribadi padanya. Baiklah, memang dia sering kali datang terlambat di kelas pria tua menyebalkan itu, dan kerap kali tidak memedulikan segala ancamannya. Tapi Je Wo tidak menyangka kalau dia akan membalas Je Wo dengan cara seperti ini.

            “Je!”

            “Apa?!” Je Wo memutar tubuhnya kebelakang untuk membentak seseorang yang baru saja memanggilnya.

Choi Je Rim berlari tergopoh-gopoh ke arahnya. “Bagaimana bimbinganmu?” tanya Je Rim.

“Tidak ada bimbingan. Tua bangka itu malah mengomeliku karena terlambat.” Cibirnya. Je Rim mengangguk sekali. Lalu, entah mengapa gadis itu terlihat aneh memandang Je Wo. Ada keresahan dalam tatapannya dan Je Wo menyadari keanehan itu. “Kau kenapa?” tanya Je Wo curiga.

RelationshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang