Maybe?

6.2K 448 8
                                    

Esther POV

Pagi menyambut. Hangatnya Mentari pagi membuatku tidak ingin beranjak dari tidur nyenyak ini. Ah, padahal masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan hari ini.

Aku menggeliat. Ingat, seorang pemimpin tidak boleh malas seperti ini. Jika pemimpinnya saja malas, bagaimana dengan karyawannya?

Ku cari-cari ponselku yang kemarin malam aku lempar sembarang ke atas tempat tidur begitu saja.
Sudah banyak email masuk yang kebanyakan berisi laporan hasil kerja karyawan. Aku menutup ponselku kembali dan beranjak menuju bathroom untuk membersihkan diri.

Jas hitam dipadu dengan kemeja putih sudah melekat ditubuhku tidak lupa juga dengan celana panjang hitam serta sepatu dari brand ternama sudah kupakaikan di tubuh atletisku ini.

Hari ini aku akan bertemu dengan client ku kembali. Karena hubungan kerja sama kemarin hasilnya tidak memusakan dikarenakan aku sama sekali tidak berkonsentrasi.

"Good morning Ben. Go to my apartement right now"

Klik, sambungan telepon langsung aku putus begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Ben. Lima menit kemudian dia-Ben datang kedalam apartemenku.

"Come on, Ben" ucapku memerintahnya. Aku menuju basement dengan sedikit tergesa karena pasti clientku sudah menunggu disana.

Ben melajukan mobilnya dengan cepat. Tak sampai setengah jam kami pun sampai di restaurant dimana aku akan mengadakan pertemuan dengan salah satu pemimpin perusahaan di kota ini.

"Hello, Good Morning Mr. Noris" Ucapku menyapa Tuan Noris client ku yang sudah menantiku disini. Aku duduk di depannya dengan formal.

"Oh, Morning too Mr. Esther. How are you?" Tanyanya dengan menyunggingkan senyum. Ia membenarkan posisi duduknya menjadi lebih seformal mungkin.

"I'm fine. Sorry I come to late Mr. Noris" ucapku. Mr. Noris mengangguk paham dengan permintaan maafku.

"No problem. Okay, we discuss only Mr. Esther,"

Cukup lama kira-kira sampai jam 1 siang kami membahas rancangan proyek yang akan kami buat nanti di Indonesia. Sampai akhirnya Mr. Noris menganggap cukup untuk pertemuan hari ini. Aku mengulurkan tangan dan dia membalas uluran tanganku.

"Okay Mr. Esther. Thanks for today. See you later." Ucapnya sembari melepas jabatan tangannya aku hanya mengangguk kemudian dia pergi keluar dari restaurant.

Sedangkan aku masih duduk. Menyesap kopi hitam ku kembali. Merilekskan otakku sejenak mungkin lebih baik. Ah, kenapa di waktu-waktu senggang ini selalu Nathaline yang terpikir olehku. Kulirik meja sebelah, tampak sepasang kekasih dan seorang anak kecil kira-kira berumur 3 tahun sedang bercengkrama dan sesekali mereka tertawa bersama. Keluarga yang bahagia.

Andai saja aku tidak berpisah dengan Nathaline. Andai saja tidak ada Nariene yang akan merusak kehidupan kami. Andai saja aku dan Nathaline masih bersama pasti kami akan seperti keluarga itu. Dan itu semua hanya andai saja.

Nak, apakah kau tidak merindukan ayah? Nak, ketahuilah Ayah ingin sekali bertemu denganmu. Pasti kau sudah bertumbuh besar sekarang. Maafkan Ayah yang tidak bisa menemani hari-hari mu Nak. Maafkan Ayah.

Aku mengusap hujan yang tiba-tiba saja turun dari pelupuk mataku. Tiba-tiba saja aku merasakan sakit yang amat sangat didalam hatiku. Lihatlah, betapa bodohnya aku.

***
"Ben, let's go back to the apartement" ucapku pada astistenku yang masih setia menemaniku kemana-mana. Aku duduk disamping kemudi. Ben melajukan mobil dengan pelan. Aku menikmati pemandangan kota London yang indah ini. Sampai akhirnya aku melihat seorang anak laki-laki berseragam sekolah sedang duduk di bangku Taman dengan mengayun-ayunkan kakinya.

I'm UglyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang