4. Cleodine

15 0 0
                                    


Cleodine menuruni tangga dengan cepat. Tidak memedulikan teriakan mamanya yang menyuruhnya sarapan bersama. Ingatan tentang Dennis muncul lagi. Di dalam ingatannya, hari ini Dennis akan berangkat sekolah bersama Mylene menggunakan motornya. Walaupun kemarin ia sangat sakit hati pada Dennis, ia tidak akan menyerah! Ia tidak mau Dennis meninggal dengan kesia-siaan. Mengejar cewek yang sama sekali tidak memandangnya.

Tepat ketika Cleo membuka gerbangnya, Dennis sudah duduk manis di atas motornya.

"Pagi, Den! Ayo berangkat!" tanpa malu, ia mendudukkan bokongnya di boncengan motor cowok itu.

"Eh? Eh? Apaan nih?"

Mematikan mesin motornya, Dennis menoleh untuk mendapati senyum Cleo. Syukurlah Cleo sudah kembali seperti Ceo yang ia kenal. Sebenarnya ia tidak tenang meninggalkan Cleo sendirian kemarin. Perasaannya tidak enak sepanjang menonton di Bioskop sampai-sampai Mylene bete setengah mati dan berakhirlah mereka memutuskan memesan nasi goreng di warung sederhana. Namun, dibalik kesederhanaan warungnya, terdapat moment manis pernyataan cintanya pada cewek itu. Kabar baiknya adalah...mereka jadian saat itu juga.

"Cle─"

"Ayo berangkat cepet!" potong Cleo.

"Cle, gue minta maaf.. "

Dennis menarik tangan cewek itu pelan. Cowok itu tidak tahu saja bagaimana kebati-kebitnya hati cewek yang tangannya ia pegang sekarang.

"─gue nyesel banget udah bikin lo nangis kemaren. Semalem bahkan gue gak bisa tidur. Lo gak bales WA gue, telepon gue juga."

"Iya.. gue maafin kok." jawabnya lirih.

"Lo jangan kayak kemaren itu lagi, ya? Dan─"

Gue gak mau denger..

Gue gak mau denger..

Cleo tahu Dennis akan bicara apa. Dia tidak mau mendengarnya. Itu hanya akan memperparah keadaannya.

"─gue statusnya cowok dari sepupu lo sekarang, dan semua perasaan cinta atau suka lo ke gue tolong dibuang jauh-jauh! Ini bakal bikin persahabatan kita jadi canggung, Ya?"

Dua kali. Ia merasakan perih ini dua kali. Rasanya masih sama.. sakit.

Suasana hening beberapa detik.

Menghirup oksigen dalam-dalam, Cleo mendongakkan kepalanya. "Emang lo siapa? Ngatur-ngatur perasaan gue? Perasaan gue kan milik gue sendiri!" Ia turun dari motor Dennis lalu berucap. "kalo lo pengin gue jauhin elo ya bilang aja ya, Dennis.."

"Cle─" Dennis menarik tangan Cleo. Cepat-cepat gadis itu melepaskannya.

"Sepuluh tahun persahabatan kita. Berakhir. Di. Sini. Gue bakalan jauhin elo. Elo enggak ada bedanya sama bokap gue!!"

Seperti ada batu besar jatuh di atas kepalanya. Dennis menatap kosong ke arah punggung Cleo sampai cewek itu masuk ke dalam angkot.

Bokapnya?

Ia tahu betul. Sampai akar-akarnya tentang keluarga Cleodine.

Saat itu, ia benci sekali melihat Cleo menangis waktu itu.

Sekarang ia sama saja seperti Bokapnya. Bukan ini yang ia inginkan.. tapi memang tidak ada yang namanya persahabatan antara cowok dan cewek. Salah satunya pasti ada yang jatuh cinta.

***

"Loh? Cleo?"

Cleo mendongak. Seseorang baru masuk ke dalam angkot yang ditumpanginya. Cowok berbaju garis hitam putih itu duduk di depannya.

"Kak Axel? Loh kok naiknya di sini?"

"Iya nih abis fotokopi tugas kuliah." Axel menunjukkan kresek berisi fotokopian tugasnya. Cleo mengangguk.

"Kamu kok sendirian? Mana kembaran kamu itu si Dennis? Kalian kan nempel terus biasanya."

"Sekarang mungkin udah enggak lagi, Kak."

Angkot kembali berhenti. Dua orang masuk.

"Kenapa? Lagi marahan?"

Cleo diam saja. Axel menyadari perubahan wajah Cleo yang terlihat seperti hendak muntah. Kemudian ketika tiba-tiba angin berhembus ke wajahnya, ia pun memasang wajah yang sama seperti Cleo─mau muntah.

Ia sontak menatap Mas-mas berbaju tanpa lengan yang duduk di dekat pintu. Bulu keteknya itu loh..

"Ih bau apa sih ini, Ma?" Anak kecil yang duduk di pangkuan ibunya berucap.

"Iya nih baunya kaya gerobak sampah." Laki-laki berbulu ketiak lebat itu juga menutup hidungnya. Cleo dan Axel saling bertatapan. Jelas-jelas yang bau kan dia, kenapa dia ikut menutup hidung?

Axel berpindah duduknya ke samping Cleo. Setidaknya ia wangi sehingga Cleo tidak menghirup polusi udara yang menyesakkan dada itu.

"Thanks ya, Kak?"

Berterima kasihlah pada baju hitam putih favoritnya ini. Sebelum berangkat tadi ia sempat menyemprotkan parfum.

Akhirnya mereka turun bersama di depan sekolah Cleo.

"Kak Axel turun di sini?" tanya Cleo bingung.

"Kamu mau Kakak mati keracunan di angkot itu? Gila ya itu keteknya bau kaos kaki putih yang warnannya coklat karena seminggu gak dicuci terus kehujanan nah besoknya dipakai lagi. Baunya gitu tuh!"

Cleo tertawa keras. Dari jauh Dennis dan Mylene baru saja sampai di depan gerbang sekolah. Hanya saja Dennis tidak melihat mereka. Cuma Mylene. Bola mata cewek itu terllihat hendak keluar dari wadahnya.

"Kak Axel kaya udah pengalaman dan hafal banget baunya sampai jabarinnya lengkap banget gitu hahahaha."

"Nah gitu dong ketawa.. Pas masuk angkot ngeliet muka jelek kamu asem banget. Gini kan cantik!"

Hening beberapa saat. Entah karena apa, pipinya bersemu merah.

"Masuk sana! Itu udah ada angkot, Kakak pergi, ya?"

Cleo mengangguk pelan. Menatap punggung Axel.

Cewek itu berbalik masuk ke sekolahnya setelah dirasa angkot yang ditumpangi Axel melaju jauh.

"Lin, Nggak ngerjain tugas geografi lo?" tanyanya pada Lina yang sedang menyapu di depan kelas karena mendapat jadwal piket hari ini. Ia melongok ke kelas sebentar. Tumben sekali pagi ini kelasnya tidak sibuk mengerjakan PR di kelas. Mereka terlihat santai.

"Hi ngapain ngerjain tugas, Bu Siti kan nggak berangkat hari ini. Lagi ada acara bareng guru geografi di Jogja."

Masa sih?

"Dateng kok kayaknya, mau ulangan bab batuan juga." Ia memilih duduk di depan kelas. Menunggui Lina selesai menyapu. Sementara dari dalam kelas, Dennis sedang memandangnya sedih.

"Lah ngelindur lo. Ya gimana mau dateng kalo dari Jogja tadi malem trus sampai di Jakartanya mah jam 8 ada kali. Sekalian cuti lah sehari, rajinan amat langsung berangkat."

"Kalian ngapain masih di luar? Bel udah bunyi dari tadi!"

Cleo dan Lina menoleh bersamaan untuk mendapati Bu Siti berdiri di belakang mereka. Hanya saja reaksi keduanya berbeda. Lina dengan ekspresi 'Mampus gue belum ngerjain tugas' dan Cleo dengan ekspresi 'Kan, gue bilang juga apa'.

Bersamaan dengan itu. Wajah-wajah siswa di kelasnya juga terlihat tegang. Apalagi setelah Bu Siti mengucapkan. "Tugasnya ayo dikumpulkan sini!"

Dilanjutkan dengan. "Siapkan kertas, kita ulangan bab batuan hari ini."

Mati saja.

Cleo sibuk mencari-cari bolpoin di tasnya ketika sebuah bolpoin hitam disodorkan seseorang dari samping kirinya. Itu Dennis.

Maaf saja, Ia masih sakit hati atas kejadian tadi pagi. Ditambah lagi Dennis pindah duduknya di samping Mylene.

Tapi ini kan kesempatan keduanya untuk bertemu Dennis. Kenapa ia menyerah secepat ini?

Mau tidak mau ia menerimanya.

"Thanks."

"Sama-sama."

Whalien 52Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang