masih bolehkah aku mengharapkanmu?

164 4 0
                                    

Oke, gue tau judulnya emang aneh. Tapi gue gatau lagi harus ngasih judul apaan. Dan kalo yang baca ini—lo—temen gue atau seenggaknya kenal sama gue, lo pasti tau karakter cowok di cerita ini karakternya sapa. Bodo amat, gue emang sengaja pinjem karakter dia buat ditulis di sini tapi bukan berarti kisah ini beneran terjadi ke gue loh ya. Inget. Ini cuman kisah yang gue kembangkan lewat imajinasi abal-abal gue.

***

“Cinta datang karena terbiasa”

Aku tahu apa yang tertulis di atas itu benar, tapi aku tidak pernah menyangka pepatah itu terjadi padaku. Iya, aku.

Dia temanku sejak aku Sekolah Dasar hingga kini aku menginjak bangku Sekolah Menengah Atas dia pun masih tetap menjadi temanku. Teman sekelasku. 11 tahun.

Dia tak pernah menarik perhatianku sebelumnya karena meskipun kami teman sejak sekolah dasar, kami tidak terlalu akrab karena sikapnya yang suka menyendiri atau berkumpul hanya dengan sesama lelaki. Dan sebelum kalian berpikir terlalu jauh, kuberi tahu satu hal. Dia bukan seorang gay atau seorang nerd. Dia pernah beberapa kali menjalin hubungan dengan gadis. Dia juga kerap kali datang sore hari ke sekolah hanya untuk main game online bersama teman-temannya dengan memanfaatkan wifi gratis.

Selain itu, tempat duduk kami juga berjauhan. Aku di ujung timur dan dia di ujung barat.

See? Itulah kenapa selama 10 tahun aku tidak terlalu dekat dengannya.

Tahun kesebelas dia mulai berubah.

Dia mulai bersosialisasi, mengakrabi, terbuka dan jauh lebih ceria. Dia yang sebelumnya enggan berteman dengan kaumku—kaum hawa—kini mulai berubah. Dia yang sebelumnya jarang bertegur sapa denganku kini menjadi lebih sering atau bahkan selalu. Dia yang sebelumnya acuh dengan dunia luar kini juga mulai ikut dengan kegilaan yang melanda dunia. Gangnam style, harlem shake, hingga goyang oplosanpun dia tarikan bersama murid laki-laki yang lain di depan kelas jika ada jam kosong.

Perubahan yang amat drastis.

aku tahu suatu hari nanti perasaan aneh yang sering didongengkan orang itu akhirnya akan datang padaku. Tapi yang tidak kusangka, orang yang menjadi tujuan perasaanku itu adalah dia. Naga.

Semuanya karena hari ini.

Hari ini aku terpaksa bertahan lebih lama di sekolah karena harus mengerjakan tugas karya ilmiah. Menyebalkan, teman satu kelompokku tak pernah ada yang mau jika aku mengusulkan suatu kerja kelompok untuk mengerjakan tugas ini, membuatku harus mengerjakannya sendirian jika ingin mendapatkan nilai.

Hari menjelang sore, aku mulai gelisah. Sekolah mulai sepi, hanya ada segelintir anak lelaki yang masih bertahan menyerang musuh semunya di dunia maya. Naga masih di luar sana, bermain sepak bola di lapangan bersama beberapa teman sekelas, kegiatan rutin mereka entah sejak kapan.

“Belum pulang?” Tanyanya ketika masuk untuk mengambil bola yang nyasar ke dalam kelas. Aku berdesir mendengar suara lembutnya yang tak pernah kudengar sebelumnya.

Aku mengangkat kepala dari layar di hadapanku dan menatapnya yang penuh keringat. Aku menghembuskan napas sedih, lalu menggeleng. “Ini belum selesai. Kamu nggak pulang?”

Dia menggeleng sebagai jawaban. “Aku menginap di sini.”

Aku yakin mataku yang tengah menatapnya kini terbelalak maksimal. Dia terkekeh melihat reaksi yang kuberikan. “Aku hanya bercanda. Mungkin nanti, ketika adzan magrib sudah terdengar.” Dia mengangkat bahu sekilas sebelum teman-temanku di luar sana meneriakkan namanya.

“Aku main dulu ya.” Katanya kemudian dengan mengangkat tangannya yang memegang bola dan kubalas dengan anggukan kecil.

Waktu menunjukkan pukul 5 sore ketika aku melirik jam tangan yang melingkari pergelangan tanganku. Sudah 30 menit berlalu sejak aku memutuskan untuk meninggalkan kelas dan berdiri di depan pagar sekolah menunggu jemputan yang tak kunjung datang. Deru motor terdengar dari dalam sana dan satu-persatu para gamers meninggalkan sekolah karena hari sudah petang.

RandomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang