Third

21 2 1
                                    

Seperti biasa, Prilly bangun pagi ini untuk bersiap pergi ke sekolah. Dan kini ia sudah siap dengan seragamnya dan tak lupa juga jaket army yang selalu ia pakai. Entah kenapa Prilly sangat suka dengan jaket army, padahal ia tak pernah punya keinginan untuk menjadi seorang militer. Namanya juga selera, tak ada batasan untuk menentukan selera seorang manusia.

Prilly turun ke ruang makan, ia sudah melihat sepiring nasi goreng di atas sana. Dan yang membuatnya heran adalah, ada semangkuk bubur ayam di samping piringnya, bukan kah Angga --kakak Prilly--tidak suka bubur? Lalu ini milik siapa?

" Gue ngga' pesen bubur perasaan, kenapa sekarang ada bubur ya? " gumam Prilly keheranan.

Namun rasa herannya terjawab juga, Angga keluar dengan menggunakan pakaian hangat dengan di tuntun Milea--ibu Prilly dan Angga--dari arah samping.

" Loh, kak Angga kenapa mah? " tanya Prilly dengan khawatirnya ikut menuntun sang kakak yang wajahnya sudah sangat pucat.

" Badannya panas tinggi, dari kemarin loh kaya gini. Mama mau bawa kakak kamu ke dokter. " jawab Milea dan mendudukan Angga di kursi makan.

" Dek, peluk dek. " ucap Angga lirih. Prilly menarik tubuh Angga sehingga sekarang Angga menyandar pada bahu Prilly. Prilly memeluk abangnya ini dengan sayang. " Lu kenapa bisa sakit sih, bikin gue khawatir kan kaya gini. " ucap Prilly menatap kakaknya yang nampak lemah.

" Prilly, kamu berangkat sekolah sendiri dulu ya. Mobilnya mau mama pake buat nganterin abang kamu. " ucap mamanya yabg sedang menyuapi Angga yang ada di pelukan Prilly.

" Iya ma, gapapa kok. Nanti Prilly naik ojek aja. " ujar Prilly yang mengelus kepala Angga, dan Prilly sekarang rela meninggalkan sarapannya hanya untuk membuat Angga rileks. Pemandangan ini sangat langka memang, tapi mereka berdua sesungguhnya saling menyayangi. "Maaf ya. " ujar Angga lirih dan di jawab anggukan dari Prilly. " Gapapa, yang penting lo sembuh dulu. " jawab Prilly.

Prilly melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya, dan ia menepuk dahinya pelan. " Bang, gue berangkat dulu ya. Udah kesiangan ini. " Prilly mencium pelan pipi abangnya iru dan melepaskan pelukannya.

" Ati-ati Prilly. " jawab Angga lemah sembari mencari tempat yang nyaman menurutnya. " Mah, Prilly berangkat duluan ya. " Prilly menghampiri Milea dan mencium tangannya. " Hati-hati Prilly, jangan pulang terlambat. " jawab Milea lagi, Prilly segera berlalu dari tempatnya.

Ia berjalan menuju gerbang komplek depan, biasanya akan banyak tukang ojek yang mangkal di depan gerbang itu. Namun sayangnya tak ada satupun ojek yang ada di situ, pangkalan iru kosong saat Prilly sampai di sana.

" Aduh, ini tukang ojek juga kemana sih. Biasanya masih banyak, kenapa sekarang nggak ada sama sekali sih. " keluh Prilly cemas, jika dalam 5 menit ia tak mendapat tumpangan, dijamin ia akan terlambat sampai di sekolah.

Namun baru saja 3 menit berlalu, ada sebuah motor trail yang mendarat mulus di depannya. Prilly tak bisa melihat siapa pengendara tersebut, tapi sepertinya Prilly mengenali orang itu.

Pengendara tersebut melepas helm full face nya, dan nampaklah sebuah senyum manis yang terlukis dari pengendara tersebut. " Pagi Sayangg.. " sapa pengendara tersebut yang ternyata adalah Ali. Prilly memutar bola matanya malas, kenapa harus dia.

" Lo ngapain sih di sini, ganggu gue aja. " sungut Prilly kesal sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

" Gue mau nganterin lo sekolah dong, masa iya bidadari kesekolah jalan kaki. Kasian kali. " jawabnya senang.

" Nggak ah, ntar lo macem-macemin gue lagi. " keukeuh Prilly tak mau.

" Ya ampun, masa iya muka gue tampang kriminal sih Pril. Udah naik, bentar lagi telat. " Ali menyuruh Prilly untuk menaiki motor trailnya, namun Prilly hanya memandanginya dengan tatapan penuh curiga.

" Kalo mau mengintimidasi gue mending nanti aja, bentar lagi kita telat. " ujar Ali lagi sambil mengenakan helm nya.

Dengan ragu-ragu Prilly naik di bangku belakang motor trail Ali, dan dia berpegangan pada bagian belakang motor tersebut.

" Prilly, pegangan. Kalo jatuh, gue ga bisa tolongin loh. " ujar Ali lagi, namun tak ada jawaban dari Prilly. Ia berniat untuk menjahili Prilly, agar mau berpegangan pada pinggangnya.

Ali mengegas motornya secara mendadak, membuat Prilly sontak langsung memeluk pinggang Ali. Di balik helmnya, Ali tersenyum penuh kemenangan. Ali menggenggam tangan Prilly yang melingkari pinggangnya. Pipi Prilly mendadak menjadi panas, beruntung motor trail tidak memiliki spion, sehingga Ali tidak mungkin melihat wajahnya yang memerah ini.

" Gini aja ya, kalo kaya gini lo ga perlu bayar gue pakai apapun. Cukup dengan gini, sama aja lo bayar gue 10.000.000 " jawab Ali lembut. Prilly hanya diam saja, ia mencoba menetralkan degupan jantungnya yang tak karuan.

Ali segera melajukan motornya menuju ke sekolahan, ia tak mau terlambat, terutama ia tak mau Prilly terlambat karenanya.

                                             ※※※

Sebuah motor trail mendarat mulus di parkiran pelataran sekolahnya, hal itu membuat beberapa siswa yang berada di sekitarnya langsung menoleh pada sang pengendara.

Semuanya terkejut dengan pemandangan ini, seorang Prilly yang begitu tidak sukanya dengan Ali sekarang malah berada di boncengan Ali dan memeluk tubuh Ali, laki-laki yang paling digandrungi oleh kaum hawa di sekolahnya.

Prilly dengan sedikit kesusahan turun dari motor trial Ali karena roknya yang panjang, dan Ali membantu gadis cantik itu untuk turun dari motornya. Setelah Prilly turun, Ali melepaskan helm yang sedari tadi menutupi wajahnya. Ali segera turun dari motornya dan menggandeng tangan Prilly menuju kelas mereka.

Kelas mereka bersebelahan, jadi Ali tak akan keberatan menghantarkan Prilly. Sebenarnya seberapapun jaraknya, ia tak akan mempedulikan hal itu. Yang terpenting adalah bisa berada di dekat Prilly, itu saja sudah cukup.

" Nggak usah gandeng-gandeng kali, modus banget sih lo. " ucap Prilly kesal saat Ali terus saja menarik tangannya lembut.

" Ya biarin aja kali, modus sama pacar sendiri apa salahnya. " jawab Ali enteng.

" Ogah banget jadi pacar lo, najis! " jawab Prilly pelan.

" Hemmmm.. Ati-ati aja nih ya, biasanya abis gue bonceng itu bawaanya ketagihan. Awas aja nanti kalo lo kemakan omongan sendiri, bisa-bisa lo yang nguber gue. " jawab Ali mantap.

" Apaan sih, enggak ya. " jawab Prilly tak terima.

" Udah deh, nggak usah bahas itu lagi. Masuk sana, udah sampe kelas lo nih. Gue nggak mau pacar kesayangan gue ini terlambat masuk kelas, nanti di marahin guru. " jawab Ali sembari menampilkan senyuman mautnya.

" Apaan sih lo, ga' jelas banget. " sungut Prilly kesal lalu berniat berlalu dari hadapan Ali, namun langkahnya terhenti ketika Ali kembali menarik tangannya.

" Eh, belajar yang rajin ya. Biar nanti kamu bisa bantuin anak kita ngerjain PR, dan biar aku bisa cari nafkah buat anak-anak kita. " tutur Ali lembut. Prilly sempat terhanyut ke dalam mata hitam legam yang Indah itu, namun ia dengan cepat tersadar dan menepis tangan itu.

" Ngga' usha mimpi ketinggian. " jawabnya datar, ia segera masuk ke dalam kelasnya. Dan ia melihat Alan dengan senyuman anehnya menatap Prilly tanpa kedip.

" Ehemmm... Kayanya ada yang lagi PDKT nihhh.. " ucap Alan yang nampaknya menyindir Prilly.

" Nggak usah gitu lo Lan, bikin mood gue drop aja deh. " jawab Prilly kesal, ia langsung mendaratkan tubuhnya di bangku yang berada di samping Aqilla, sahabatnya selama ini.

" Lo sejak kapan deh Prilly berubah begini, kayanya kemarin masih kesel deh abis ketemu Ali. Sekarang kok lo malah PDKT ama dia sih? " tanya gadis yang kerap di sapa Qilla ini pada Prilly.

" Diem deh, gue pusing ini. " jawab Prilly kesal, Qilla dan Alan hanya tertawa melihat sahabatnya yang nampak kesal ini. Mungkin, saat istirahat nanti Prilly akan menjelaskan kronologi ceritanya pada mereka.

By My SideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang