Chapter 2

3 0 0
                                    

Hari ini adalah tahun kedua ku bersekolah disini dan aku sekarang sudah bukan menjadi junior lagi! Tidak kusangka aku kembali sekelas dengan Cynthia karena kamu memilih peminatan yang sama yaitu Ekonomi, sedangkan Nafa memilih Geografi. Ya dikurikulum kami membolehkan anak IPA untuk memilih satu peminatan IPS dan begitu pula sebaliknya.

"Candy, kita berada di kelas MIA-Eko 1. Aku dengar isinya anak-anak unggulan peringkat atas dan murid favorit para guru ada dikelas kita" ujar Cynthia.

"Oh no, aku ingin bersenang-senang di masa SMA ku"

"Ayo masuk kelas, wali kelas kita nanti adalah bu Ros yang mengajar kimia dan ulangan nya terkenal sulit itu."

Aku dan Cynthia masuk kelas dan duduk bersama lagi. Aku berkenalan dengan teman-teman baru dan ada beberapa yang merupakan teman sekelas yang lama. Aku kemudian melihat seseorang datang dan mengisi kursi dibelakang ku karena hanya itu yang tersisa. Tidak lama Daniel pun duduk disamping laki-laki tersebut.

"Candy, Cynthia! Kalian satu meja lagi apa tidak bosan? Aku hampir saja telat tapi ternyata kursi disini sudah full ya. Oh iya kenalkan ini juga temanku dari SD yang selalu mendapat peringkat pertama, namanya Hiro" ujar Daniel yang aku kenal karena dia pernah menjadi perwakilan kelas saat acara organisasi eksekutif tahun lalu.

Aku kemudian menjulurkan tanganku dan berkata "Oh hi Hiro, aku Candy!"

"Hiro" balas orang itu sambil membalas jabatan tanganku. Huh singkat sekali.

Tidak lama Bu Ros datang dan perjalanan kelas dua di tahun 2014 ini pun dimulai...

*****

Singkatnya sepulang sekolah aku mengendarai mobilku melewati jalanan biasa untuk menuju supermrket dan sialnya, terdapat razia yang dilakukan oleh polisi lalu lintas setempat. Aku belum punya surat izin mengemudi. Sial sekali hari ini.

Benar saja, sekarang aku berada di kepolisian dan aku berusaha menelepon paman ku yang punya kenalan polisi. Semoga saja dia dapat membantu. Diujung kursi aku melihat ada seorang laki-laki dengan jaket hitam yang sedang berjalan ke arah ku. Saat aku balas tatapannya, ternyata aku kenal dan dia mengenakan seragam yang sama denganku. Dia Hiro.

Hiro kemudian menghampiriku dan menyapaku. "Hai" ujarnya.

"Hai" sapaku. Aku pun merapikan tas yang ada disamping kursiku agar dia dapat duduk disebelahku. Aku menepuk kursi disampingku agar Hiro mengerti isyaratku dan langsung duduk.

Hmm, silent moment. "Hiro, mengapa kamu disini?" tanyaku. Momen ini sungguh membuatku canggung.

"Sama sepertimu. Tidak membawa surat izin mengemudi" jawabnya.

"Oh apa yang kamu lakukan sampai pulang sekolah sesore ini?" tanyaku canggung.

"Organisasi legislatif. Kamu?" tanyanya.

"Aku juga, baru selesai mengerjakan tugas organisasi eksekutif."

Keheningan pun menghampiri kami berdua. Hiro benar-benar pendiam dan irit dalam berbicara. Dia bahkan tidak punya topik untuk melanjutkan percakapan. Aku penasaran kenapa dalam situasi seperti ini dia terlihat sangat tenang dengan ekspresi wajah datar dan dingin nya.

"Apakah kamu sudah menghubungi papa atau mamamu?" tanyaku hati-hati sambil memainkan kuku-kuku jari tanganku.

"Belum" jawabnya.

"Kenapa?" tanyaku penasaran yang kemudian dengan penuh keberanian menengok kekiri dan menatapnya.

"Ponselku mati." Ujarnya yang juga menatap ku dengam matanya yang tersorot tajam. Oh God! Dengan wajah tenangnya di situasi seperti ini dia tidak mengabari kedua orang tuanya?

"Dasar aneh, kenapa tidak bilang dari tadi. Ini ponsel ku, gunakanlah untuk menghubungi papa atau mama mu agar segera kesini," aku kemudian memberikan ponselku dan kulihat dia pergi menjauh, aku rasa dia tidak ingin terdengar oleh siapapun saat sedang dalam sambungan telepon.

Setelah beberapa menit Hiro kembali menghampiriku dan memberikan handphone ku. "Ini, terima kasih" ujarnya.

"Sama-sama. Jadi?" Tanyaku.

"Papaku akan datang" ujar Hiro yang kemudian kembali duduk disampingku.

"Oh bagus." aku sedikit canggung dan bingung harus bersikap apa. Aku kemudian berusaha untuk terlihat seolah-olah aku sudah akrab dengannya.

Saat aku hendak membuka kembali topik pembicaraan, dengan posisi mulutku yang sudah terbuka hendak menanyakan sesuatu tiba-tiba perut ku berbunyi. Malu sekali. Hiro kemudian segera bertanya padaku, "sudah makan?" Tanyanya. Hmm, aku kembali menutup mulutku.

"Sudah tapi tadi siang, dan sekarang sudah sore jadi aku lapar lagi. Kenapa?"

"Aku juga bahkan belum makan siang" jawabnya.

"Kenapa kamu tidak pergi ke kantin atau membawa bekal untuk makan siang mu?" tanya ku sedikit kaget. Ini sudah sore dan dia bilang kalau dia melewatkan makan siangnya? Apa-apan itu? Aku tidak pernah melihatnya dikantin, jadi apa yang dilakukan orang tersebut selama ini?

"Aku tidak suka jajan, lagi pula jika aku pulang sekolah tepat waktu, akan sempat untuk makan siang di rumah"

"Tapi Hiro, kamu bisa sakit. Aku saja yang tadi sudah makan siang sekarang masih merasa lapar, bagaimana dengan mu ya? Hmm lebih baik kamu makan sekarang. Papa mu masih lama kan?" Ujarku.

"Jika papaku menghubungi, tolong jangan diangkat dan tunggu aku." Tiba-tiba Hiro berdiri dan meninggalkan ku tanpa bilang dia mau kemana.

Aku melihat paman ku sudah datang, paman ku kemudian menghampiri polisi lain dan berbincang-bincang. Lama sekali sampai-sampai paman harus masuk ke suatu ruangan sidang diikuti oleh polisi lain.

"Ini, makan" tiba-tiba Hiro sudah duduk disamping kursiku membawa dua susu dan dua roti.

"Cepat sekali" jawabku.

"Tokonya dekat. Makanlah." Perintah nya sambil memberikan roti dan teh kotak kepadaku.

"Terima kasih " ujarku tersenyum dan sedikit malu. Bagaimana bisa orang sekaku, secuek, dan pendiam seperti dia peka sekali.

"Sama-sama, apa papaku menghubungimu?" ujarnya yang kemudian segera membuka bungkus roti miliknya.

"Papamu tidak menghubungiku. Mmm Hiro, pamanku sudah datang dan dia ada di dalam dan kami akan segera pulang" ujarku yang kemudian tidak direspon olehnya karena dia sedang fokus memakan makanannya.

Pamanku kemudian keluar dan mengisyaratkan ku dengan jari telunjuknya agar segera keluar. Aku pun memasukan roti dan teh kotak yang belum sempat aku makan ke dalam tas ku. "Aku sudah harus pulang, terima kasih Hiro" ujarku yang kemudian berdiri hendak menyusul paman.

"Sendiri?" Tanyanya setelah selesai memakan rotinya.

"Dengan pamanku, kalau papa kamu telepon, akan aku bilang kalau kamu masih disini jadi kamu jangan kemana-mana"

"Jangan, tidak perlu diangkat. Nanti juga kami akan bertemu. Hati-hati." ujarnya sambil melambaikan tangan dengan senyuman kecil dibibirnya.

"Terima kasih Hiro, kamu juga. Apa kamu ingin mengubungi papa mu sekali lagi?" Tanyaku.

"Tidak perlu, terima kasih." ujarnya sambil tersenyum hangat kearah ku.

"Sama-sama, bye Hiro" jawabku yang kemudian segera pergi meninggalkan Hiro dan kantor polisi ini.

Aku pun tidak tahu ada apa dengan hari ini. Hari ini adalah hari dimana aku dan Hiro pertama kali ditilang dan kami berbincang-bincang cukup lama. Orang sedingin dan secuek dia, benar-benar pengertian, buktinya saja tadi dia membelikan aku makan saat tahu aku lapar. Dia benar-benar misterius.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 10, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Back to My Déjà vuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang