Jakarta, 2007.
Iqbaal belum pernah benar-benar memasuki rumah ini. Hanya saja ia sering melewati bagian depannya saat sedang bersepeda dan mengintip bagian dalamnya lewat jendela. Rumah ini, rumah tak berpenghuni yang berada di depan kediaman keluarga Iqbaal.
Sekarang Iqbaal senang karena hawa menyeramkan setiap kali ia melewati rumah ini akan segera hilang.
"Nanti mau ada orang baru. Pindah ke rumah di depan. Yang ramah ya, temenan sama anaknya," ujar ayah Iqbaal, Halim, beberapa menit yang lalu. Itu juga sebabnya Iqbaal kini mendatangi rumah ini, sambil mengendarai sepedanya. Bersikeras memanjangkan lehernya agar dapat menjangkau celah kecil dari pagar yang menjulang tinggi, mengurung rumah usang ini dengan kokoh.
Netra Iqbaal menangkap beberapa orang di sini yang sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Mengecat dinding rumah, membongkar jendela yang rapuh, memasang ulang genteng, dan lain-lain.
Iqbaal menghampiri salah satu pekerja yang sedang mengamplas pagar besi rumah itu.
"Pak," tegurnya.
Pria tua berpakaian kusam, dengan logat jawanya menyahut. "Kenapa, dek?"
"Bapak yang mau pindah ke sini, ya?"
Pria tua itu menjawab, "Weh, bukan. Saya item gini," katanya sambil terkekeh sebelum akhirnya melanjutkan, "Yang mau pindah kesini itu orang bule, putih bersih, kinclong!"
•○•
“Kai.”
“Hm.”
“Bagi pulpen dong.”
“Hm.”
“‘Hm’ itu iya atau enggak?"
Kaneisha menoleh ke kanan, tepat di mana seorang lelaki yang duduk di sebelahnya sedang memasang wajah memelas bagai seorang anak yang meminta balon pada sang ibu. Sesaat kemudian, dia melengos, kembali memokuskan diri pada novel humor yang baru saja ia beli kemarin.
“Kai! Jawab dulu!” Iqbaal merampas novel Koala Kumal milik sahabatnya itu yang masih berbau khas toko buku, kentara sekali bahwa buku itu baru saja ia beli. Iqbaal sendiri yang menemani gadis itu membelinya kemarin.
Kaneisha berdecak. “Mau gue bilang enggak pun pulpen gue tetep lo ambil,” ketusnya sambil merampas balik novelnya yang ada di tangan Iqbaal.
Menganggap itu sebagai izin tak terhormat dari Kaneisha, Iqbaal tersenyum puas. Tangannya segera merogoh kotak pensil Kaneisha dan menemukan pulpen gadis itu. “Makasih, Jelek.”
'Puk!'
“Aduh!” ringis Iqbaal. Pulpen yang dipegangnya kemudian digunakan untuk menggesek permukaan kepala yang baru saja mendapat tepukan keras dari gadis di sebelahnya.
Melirik Kaneisha, Iqbaal dapat melihat bahwa kini gadis itu memasang tampang seram. Lalu tiba-tiba wajah Kaneisha berubah manis, memaksakan senyumnya dan mencubit sebelah pipi Iqbaal. “Sama-sama, Ibay ganteng.”
Iqbaal mengernyit namun sedetik kemudian senyumnya memancar. “Iya lah. Gue emang gan— aduh! Kai!”
Kali ini ringisan Iqbaal lebih keras karena yang mendarat padanya adalah novel bacaan Kaneisha. Tepat di wajah Iqbaal.
“Sakit!”
“Sakitan gue yang dibilang jelek!”
Iqbaal mendelik. “Ya ampun, Kai! Baperan banget sih. Gue kan bercanda.”
Di sela-sela Iqbaal bicara, Kaneisha sudah pergi menjauh ke luar kelas setelah bangkit dari duduknya dengan kasar sampai kursi itu terjatuh. Iqbaal meringis mendengar bunyi keras saat kursi Kaneisha terjatuh. Beruntungnya keadaan kelas sedang kosong karena sekarang adalah jam istirahat.
Pelajaran Satu : Kalo cewek lagi PMS, itu artinya lo ada di ambang hidup dan mati.
Iqbaal keluar kelas. Melangkah pasti menyusuri koridor yang mengarah ke lapangan basket, satu-satunya tempat yang ia asumsikan sebagai favoritnya Kaneisha kalo lagi ngambek.
Keadaan seperti ini sudah tak asing dialami oleh Iqbaal. Saat di mana dirinya ingin sekali memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat dan tidak bicara apapun di depan Kaneisha. Karena Iqbaal tidak bisa menebak apa yang akan terjadi setelah ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu.
"Ini salah lo ya. Gue jadi gagal diet gara-gara lo ajakin ke sini," kata Kaneisha saat mereka jalan-jalan ke kedai coklat yang baru buka di depan komplek mereka beberapa minggu yang lalu.
"Loh, kok gue? Kan tadi gue cuma nawarin, mau gak ke sini," protes Iqbaal.
"Ya tapi kan gue mau!"
"Salah siapa mau? Tadi kan lo bisa nolak."
"Gue gak bisa nolak!"
"Tuh 'kan! Elonya aja yang gak kuat diet. Lagian kurus-kurus begitu sok-sok an diet."
"Lo gak liat gue kemarin timbang badan, gue naik sekilo?!"
"Terus?"
"Kok terus?!"
"Apa bedanya naik cuma sekilo?"
Kaneisha menyipitkan matanya. "Lo sengaja ya, mau gagalin diet gue?"
"Lah, bukan gi--"
"Udah ah! Capek ngomong sama cowok gak perhatian!"
Ya, itu adalah satu dari sekian contoh penderitaan Iqbaal ketika bersama Kaneisha. Tidak jelas dari mana akar permasalahan, kesimpulannya akan tetap sama.
Kai adalah kebenaran. Iqbaal adalah kekeliruan.
Kaneisha Darlen memecahkan rekor sebagai orang yang paling ribet dan sulit ditebak sepanjang sejarah kehidupan Iqbaal Ramadhan.
Seperti sekarang, Iqbaal bingung kenapa Kai tidak ada di lapangan basket karena biasanya cewek itu pergi ke sana, tak ada tujuan lain. Tetapi, untuk kali ini gadis itu tidak terlihat di bagian manapun dari lapangan ini. Walaupun sedang ramai, biasanya Iqbaal tidak akan kesulitan mencari Kai, dibantu oleh rambut coklat yang mencolok di antara lainnya.
Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahu Iqbaal. Ia pun menoleh, mendapati seorang cewek berambut pendek --tidak sampai menyentuh bahu sambil mengunyah sesuatu. Iqbaal tahu itu adalah permen karet setelah cewek itu membuat gelembung merah muda dari mulutnya.
Utami, disapa Tami. Pengacau keamanan bangku sekolah karena sewaktu-waktu dapat merekatkan permen karet kunyahannya pada bangkumu. Jika kamu beruntung.
“Pacar lo di UKS,” ujar Tami santai.
“Kok bisa?!” sentak Iqbaal dengan kening yang mengerut hebat.
“Kena bola basket.” Setelah mengatakan itu, Tami berlalu meninggalkan Iqbaal yang masih mematung di tempat.
“Eh tunggu, tunggu!”
Tami membalikkan badannya, mengangkat dagunya songong.
Iqbaal mendengus. “Denger, ya. Lagi-lagi harus gue kasih tau. Kaneisha bukan pacar gue, oke?”
Gadis itu tertawa meremehkan. “Yakin? Tadi gue cuma bilang ‘pacar lo’ dan lo langsung tau kalo itu Kaneisha. Loh? Sekarang siapa yang ngakuin? Elo 'kan?”
"Ya itu kan karena semua orang selalu nganggep kalo kita--eh! Wey!"
Tami berlalu tanpa pamit.
Seharusnya di detik berikutnya Iqbaal sudah berlari ke UKS. Namun lamunan itu menahannya untuk diam di tempat selama beberapa saat.
"Semua orang selalu nganggep kalo gue sama Kai... pacaran."
•○•
KAMU SEDANG MEMBACA
Guardian Angel | IqbaalDR
FanfictionNyatanya, cewek sama cowok yang sahabatan itu cuma mitos. It'll always go wrong. Turn into a stupid endless thing called friend zone. E.g me and him.