Love Winter

1.5K 160 41
                                    

--Yoona Pov--

     Suhu minus terlalu menyiksaku. Bahkan pakaian hangatku yang mahal ini tak mampu menghangatkan tubuhku. Butiran salju tidak henti-hentinya jatuh di atas kepalaku, hingga menumpuk dan hampir menutupi rambutku. Berkali-kali kutepis kepingan es itu, tetap saja tubuhku tak mampu menghindar darinya. Pada akhirnya aku tak lagi menghiraukannya. Hanya duduk diam di taman seorang diri. Ya, hanya seorang diri. Karena hanya diriku yang rela kedinginan seperti ini, sedangkan semua rekan-rekanku berlindung di dalam penginapan. Kenapa aku seperti ini?

     Aku kembali bertemu dengan mantan kekasihku disaat aku beserta rekan sekantorku tiba di jeju-yang sudah 1 tahun lamanya tak bertemu sejak putusnya hubungan kami. Dan yang tidak kusangka, ia seakan tidak mengenalku. Dan yang semakin membuatku ingin menangis, kedatangannya ke Jeju untuk menemani kekasih barunya yang ternyata teman sekantorku, dan kekasihnya itu adalah musuhku-tepatnya rekanku yang tidak pernah bersikap baik padaku.

     Sudah hampir 2 tahun kami sekantor, dan selama itu juga aku dan rekanku itu berperang. Namun ketika kulihat siapa pria yang bergandeng dengannya, aku lantas melemah, tak ada yang aku inginkan, pertengkaran dan harapan seakan musnah dari memoriku. Entahlah, apa ini penyakit? Atau tepatnya reaksi dari rasa cemburu? Ya, sepertinya aku cemburu. Jika memang aku cemburu, itu artinya aku masih mencintainya. Ya, tentu saja aku masih mencintainya. Perpisahan kami bukanlah sesuatu yang aku inginkan, tapi aku tidak ada pilihan lain. Memutuskannya adalah jalan yang terbaik untuknya.
     "Yak Yoong! Kau mau mati kedinginan?" Teriak Nana dari balik jendela kamar-tepatnya satu lantai diatasku, Tidak terlalu jauh dariku. Mendengar suaranya membuatku merasa terusik.
     "Yak! Kau tidak mendengarku?" Ya, Aku tidak menghiraukannya. Aku memilih beranjak dari taman dan berjalan-jalan mengintari lingkungan disana.

    Jalanan nyaris tertutupi salju, Semua tampak putih. Ranting pohon tak kuasa menahan tumpukkan salju yang menghimpitnya dan terus menambah beban. Angin musim dingin seakan memberi peringatan kepada semua ranting pohon agar lebih kuat menahan hantaman darinya. Ketika itu kepingan es berubah menjadi butiran air nan dingin, Semakin banyak dan terlihat padat. Hingga menderas. Tentunya sukses membuatku semakin merasa terpuruk karena harus berlindung disebuah meja berpayung yang tidak terlalu memihak kepadaku, Itu karena angin terus berhembus, Bahkan sangat kencang.

     Dapatku rasakan darahku yang hendak membeku dan enggan mengalir. Bibirku mengatup rapat tak kuasa digerakkan. Jari tanganku kaku dan tak lagi terasa menyentuh apapun. Uap dingin berebutan keluar dari mulutku. Nafasku semakin sulit diatur. Semua ini diluar dari perkiraanku. Tak terpikirkan olehku badai akan melanda di saat seperti ini. Berlari juga tidak akan membuahkan hasil. Dan berdiam diri juga tidak akan menjauhiku dari bahaya. Seperti yang kini terjadi olehku. Secara tiba-tiba tubuhku dihantam oleh tumpukkan salju berukuran besar, Tumpukkan salju yang entah dari mana asalnya itu berhasil membuat diriku tak sadarkan diri.

--

      Tubuhku masih terlalu lemah untuk duduk, tanganku juga belum mampu untuk menepikan selimut tebal yang tengah menutupi setengah dari tubuhku. Hal hasil aku hanya menunggu seseorang menyadari bahwa diriku telah sadar. Ya, Aku tahu itu, Aku telah tidur sangat lama setelah tumpukkan salju menerpaku, Jam dinding itu telah menjelaskannya padaku. Hanya saja yang tidak aku ketahui, Dimana aku sekarang?
     "Kau sudah sadar?" Suara berat itu terdengar dari balik gorden putih yang melingkari tempat tidurku. Dan tidak lama dari itu seseorang terlihat dari sela gorden yang tak tertutup rapat. Seorang pria yang sepertinya berumur 40-an. Menatapku dari balik kaca matanya. Pria itu mendekatiku, Menyentuh keningku, Dan membantuku duduk.
     "Kenapa kau berlibur disaat tubuhmu seperti ini? Ini hanya akan memperpendek umurmu." Segelas minuman berwarna hitam pekat ia berikan padaku.
     "Minum ini." Aku menatapnya bingung, kupikir sejenak perkataannya. Bagaimana dia bisa tahu itu?
     "Aku ini seorang dokter." Sungut pria itu seakan bisa membaca pikiranku.
     "Cepat minum, Itu minuman herbal." Ucapnya berusaha meyakinkanku. Ku hirup aromanya, tidak terlalu buruk. Lantas langsung ku teguk habis minuman itu.
     "Kau dari Seoul?" aku mengangguk mengiyakan.
     "Kapan kau akan kembali kesana?"
     "4 hari lagi." jawabku pelan.
     "Saran dariku. Segera pergi dari sini. Udara disini tidak cocok untuk tubuhmu. Hidupmu bisa saja berakhir disini. Bahkan 2 hari sudah terlalu panjang untuk sisa waktumu." sungguh, aku tidak suka mendengarnya. Tapi anehnya, aku malah tersenyum mendengar perkataannya. Mungkin karena aku sudah lebih dulu mengetahui itu.
     "Atau jangan-jangan kau memang menginginkan itu?" aku mengangguk lemah dengan senyuman yang entah mengapa tak juga menghilang. Pria itu menatapku kasihan. "istirahatlah." pria itu hendak pergi.
     "A-ahjussi." panggilku. Pria itu kembali menatapku.
     "Waeyo?" Tanya pria itu dengan suara beratnya yang terdengar lembut.
     "Apa kau yang membawaku kesini?" Tentu aku tidak mengetahui itu.
     "Aniyo." Jawabnya santai sembari menggeleng pelan.
     "Lalu?"
     "Anak itu hanya membaringkanmu di tempat tidur lalu pergi begitu saja. Istirahatlah, Setelah itu kau bisa kembali ke penginapanmu."
     "Ahjussi, Memangnya saat ini aku berada dimana?"
     "Kau berada di klinikku. Tenang saja, Penginapanmu sangat dekat dari sini. Jika perlu, Aku yang akan menunjukkan jalannya padamu. Sudah, Istirahatlah." Gorden putih pun tertutup rapat seiring menghilangnya pria itu. Tepat ketika itu, baru aku sadari, pria yang aku panggil ahjussi itu sangat tampan. Pantas aku merasa nyaman ketika mengobrol dengannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Winter (Oneshoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang