9.05

9 0 0
                                    

Semuanya berawal saat dua makhluk (yang satunya amat romantic hopeless) fangirling liat gambar Adult!Iwaizumi

-------

Shift kerjaku seharusnya sudah berakhir sejak tiga jam yang lalu, tapi kenapa perawat shift malam belum juga datang? Haah... kalo begini terus, terpaksa harus long-shift lagi? Oh Tuhan, kumohon jangan hari ini...

'Kutunggu di toko buku biasa, jam 6.'

'Hajime-kun, aku akan pulang larut hari ini, banyak pasien baru yang masuk, aku minta maaf, aku traktir nanti! ;)'

Panjang nafas kuhela, aku merasa tidak enak pada Hajime yang membatalkan rencana kencan hari ini pada waktu-waktu kritis. Tiga puluh menit sebelum waktu bertemu pesan itu kukirim, meskipun dia langsung menbacanya di kereta, tetap saja dia pasti sudah menuju kearah sini. Mana sejak tadi, ponselku tidak bergetar sama sekali, dia pasti marah sampai tidak membalas 'OK' seperti biasanya. Sial, aku jadi semakin tidak bisa berkonsentrasi!

"Sana," aku merasakan tepukan ringan dibahu kanan, buru-buru aku berbalik dan menemukan Dokter Sugawara berdiri dibelakang, sambil tersenyum kecil ia berkata, "tolong panggilkan pasien berikutnya."

Aku malu, tentu saja! Segera aku membuka pintu ruangan dan memanggil nama pasien dan mempersilakan mereka untuk masuk melakukan pemeriksaan. Aku seperti biasa berdiri disamping dokter sambil berpura-pura fokus, memperhatikan arahannya membawa alat-alat, padahal pikiranku masih melayang membayangkan tepukan bahu yang memalukan baru saja. Meski sedang galau, seorang perawat tidak boleh lengah saat bertugas, ayo fokus, Sana! Ini bukan kali pertama kau berkerja long-shift.

Tapi ini kali pertama Hajime tidak menjawab pesan, dia pasti kesal karena aku membatalkan janji mendadak.

"Ini resepnya, obatnya diminum sehari tiga kali setelah makan, jangan lupa perbanyak istirahat," Dokter Sugawara memberi pengarahan terakhir pada sang pasien.

"Mari saya bantu," kuulurkan sebelah tangan untuk dijadikan pegangan pasien agar bisa berdiri dan menuntunnya menuju pintu keluar. Kutundukkan badan pada pasien yang kini sudah dibantu berdiri oleh kerabatnya, "semoga lekas sembuh."

"Sana-san."

Ini dia orang yang sejak tiga jam tadi kutunggu, ck!

"Maaf saya terlambat, saya terjebak badai salju dan kereta terpaksa berhenti total selama satu jam."

Aku tidak menggubrisnya, melainkan langsung masuk ke ruang praktik dan meletakkan papan jalan dan pulpen rumah sakit diatas meja perawat. Begitu ia mengambil barang yang kuletakkan, aku langsung keluar dengan hentakkan sedikit keras menuju ruang ganti. Alasan saja! Semua orang juga tahu hari ini akan ada badai, seharusnya dia bisa mengantisipasi itu dengan berangkat lebih awal atau yang lainnya!

"Ah, Sana-san, kau sudah bertemu dengan--"

"Ya, jam kerjaku seharusnya sudah selesai sejak tiga jam yang lalu! Aku mau pulang!"

Dengan sekuat tenaga aku membanting pintu loker dan bergegas keluar dari ruang kerja perawat setelah melakukan absen pulang. Mataku terasa panas seketika pintu ruang kerja terbanting, pikiranku langsung dipenuhi dengan bayangan wajah ketus Hajime yang harus kulihat. Aku tidak membencinya, tapi juga tidak menyukai saat ia mengerutkan keningnya dan menajamkan matanya padaku, marah karena kesalahan perawat tolol yang tidak bisa memprediksikan waktu kerja dan orang yang rugi karena kelalaiannya!

Heels yang terhentak keras, rambut yang dicepol dan mencuat kemana-mana, mantel tebal yang kusampirkan sekenanya dilengan kiri menumpuk tas tangan, sudah pasti tampilanku ini tidak karuan dan membuat bingung orang-orang di lorong lantai satu. Aku tidak peduli, yang kupedulikan adalah secepatnya menghilangkan wajah pias pasien yang menunggu giliran, berbelok dilorong depan melewati konter farmasi dan--tunggu dulu, rambut hitam itu kan..

"Hajime-kun," kudekati sosok tubuh yang sangat kukenali, wajahnya tertunduk dengan mata terpejam, bersandar pada bangku plastik tempat orang-orang menunggu obat mereka selesai diracik. Semakin kudekati, kini tanganku bergerak mengelus puncak kepalanya, meyakinkan diri bahwa laki-laki ini benar Hajime Iwaizumi.

"Ngh..." matanya melepas lelap, perlahan kelopaknya terbuka dan menatapku, "Sana, sudah selesai?"

Aku mengangguk, "Ya, baru saja. Belum pulang?"

"Aku menunggumu di toko buku biasa sampai jam delapan, tapi kau tidak juga datang."

"Maaf, aku... tadi ada banyak pasien dan... dan... aku dipaksa untuk menemani dokter sampai perawat lain..." pecah sudah tangisku. Alasan apapun yang aku ucapakan tidak akan bisa diterima. Laki-laki ini menungguku di tempat yang dijanjikan selama dua jam tanpa kepastian, lalu menyusulku ke tempat kerja sampai tertidur. Pacar macam apa aku ini!

Tangan Hajime langsung mendekapku pada dadanya, membiarkan air mata membasahi mantel hitam yang ia kenakan. Tangan itu tidak diam, ia bergerak membentuk lingkaran dipunggungku sambil sesekali menepuk ringan, gerakan yang sama seperti ucapan "Tenang saja, aku tidak marah."

Butuh waktu beberapa menit sampai aku benar-benar percaya bahwa pelukan itu menandakan ia baik-baik saja. Begitu aku angkat wajahku menatapnya dengan mata merah sendu, Hajime tersenyum kecil, dia benar-benar tidak marah.

"Maaf..." kataku lirih, "aku tidak mengabarimu lebih awal bahwa aku akan pulang larut, kau pasti sudah dijalan menuju ke toko buku..."

"Kau menelepon?"

Aku menggeleng, "Tidak, aku mengirimmu pesan tiga puluh menit sebelum jam 6."

Hajime merengut, dikeluarkannya ponsel dari saku mantel, menekan password dan melihat-lihat sesuatu sebelum menunjukkan isinya padaku. "Tidak ada pesan."

"Masa?" aku meraih ponsel Hajime dan melihatnya sendiri, dan benar.. tidak ada pesan masuk apa-apa.

"Aku justru meneleponmu saat di toko buku, tapi katanya 'nomor yang Anda hubungi sedang tidak aktif'."

"Tidak aktif?" Kini gantian, aku yang merogoh ponsel dari tas tanganku dan mendapatinya mati total. "Astaga, pantas saja selama aku diruangan tidak bergetar sama sekali!"

Hajime memandangku bingung.

"Ponselku mati!! Dan sepertinya, pesan itu belum terkirim karena baterainya habis."

Hajime mengehela nafas, "Kau ini... bikin orang khawatir saja..."

"Maaf..."

"Sudahlah," tangan Hajime mengulurkan sebuah bungkusan coklat tebal yang ditempeli sticker toko buku, "aku hanya ingat judulnya, semoga saja benar."

Kubuka stiker kecil yang membungkus kertas coklat, menarik keluar isinya dan mendapati cover depan novel yang kuinginkan disana. "BENAR, IYA YANG INI!!"

"Ssshh, jangan berisik dirumah sakit!"

"I-iya, maaf..." aku menundukkan kepala meminta maaf pada pasien yang duduk disekelilingku.

"Aaah, aku mencintaimu!!" Kudekap erat novel baru itu didada bersamaan dengan memeluk Hajime, menghimpitnya ditengah-tengah kami, "terima kasih banyak, sayang."

"Y-ya..."

"Senangnya~" aku kembali memasukkan novel tersebut ke dalam bungkusannya lalu memasukkan kembali bungkusan itu ke dalam tas tanganku, seraya berdiri, kuulurkan sebelah tanganku pada Hajime. "Ayo, kita pulang."

Menarik uluran tanganku, Hajime ikut berdiri dan melangkah beriringan sambil bergandeng tangan. "Hajime, apa kau sudah malam?"

"Belum."

"Haah... aku juga, bagaimana kalo kita mampir sebentar membeli burger atau kentang atau apapun sebelum pulang? Aku lapar sekali...."

"Aku juga lapar, bagaimana kalo kita beli 'pelampung' saja sebelum pulang?"

--------------------------------END----------------------------------

LOL

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

10 PromptsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang