Pain of the past

248 4 4
                                    

Di beberapa sudut ruangan terdapat lemari yang bagian pintu terbuat dari kaca, sehingga menunjukan apa yang ada di dalamnya. Tabung-tabung kaca, pipet tetes, pisau dan beberapa zat lainnya tertata rapi dalam lemari tersebut.

Ruangan yang bercat putih itu berisi beberapa murid Crandford yang sedang sibuk mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk praktek biologi. Setiap sisi ruangan tersedia meja panjang untuk praktek.

Di salah satu meja itu, terdapat dua orang gadis yang duduk bersebrangan. Satu berambut ikal pirang keemasan, yang satu berambut hitam. Keduanya sibuk dengan aktivitas masing-masing. Yang berambut ikal sibuk membaca setiap kata yang ada di kertas, yang satu lagi sibuk mencoret-coret sesuatu di bukunya.

Alice—gadis berambut ikal sebahu itu mendengus keras berapa kali. Kertas yang dipegangnya sudah kusut. Sedangkan Evelyn atau lebih singkatnya Evy mengetuk-ngetuk penanya di atas meja. Kemudian kembali mencoret-coret di bukunya dengan kasar. Bahkan kertasnya saja hamper sobek saking kasarnya ia menggerakan pena di atas kertas itu.

“Huh! Aku tidak percaya ini,” Kata Evy kesal. Mata abu-abunya menatap tajam Alice yang bersebrangan dengannya. “Kenapa aku harus sekelompok denganmu?”

“Kalau tidak suka kau keluar saja,” Alice berujar cuek. Matanya tidak beralih dari kertas yang dibacanya—walaupun dia sedang tidak benar-benar membaca. “Aku malah senang jika kau dengan suka rela keluar,”

Evy memutar bola matanya. Percuma saja jika ia keluar, Mrs. Hudnut tidak suka jika murid memilih-milih kelompok. Katanya agar murid-murid bisa bersosialisasi dan tidak ada perbedaan. Dan keputusan Mrs. Hudnut tak dapat diganggu gugat.

Melihat Evy yang terdiam, seulas senyum tipis penuh kemenangan terpasang di wajah Alice. Ha! Skor satu untuk Alice.

“Maaf menunggu lama teman,” Ujar laki-laki bertubuh tambun sambil meletakkan beberapa alat yang akan digunakan untuk praktek biologi. Di belakangnya ada anak laki-laki kurus dan kecil memakai kacamata dan terlihat gugup.

“Ya, tak apa Jack,” Alice menatap Jack sambil tersenyum tipis. “Mana Will?”

“Entahlah, sepertinya dia ada urusan keluar sebentar,” Ujar Jack si anak bertubuh tambun atau orang-orang lebih suka memanggilnya si Jack Jumbo.

“Baiklah, kita mulai saja melakukan prakteknya tanpa dia,” Alice mulai mengambil beberapa alat sesuai kertas instruksi—kertas yang dipegangnya tadi.

Saat Alice sedang member instruksi untuk mengambil alkhohol dan tinta warna khusus kepada kelompoknya, tanpa sengaja anak laki-laki kurus kecil menumpahkan isi tinta dan mengenai Alice. Alice langsung bangkit berdiri.

“Oh, Fred!” Serunya kaget.

“Ma-maaf, aku tidak sengaja” Fred membenarkan posisi kacamatanya. Evy malah tertawa angkuh melihat itu.

“Heh, itulah pelajaran bagi seorang yang sok memerintah,” Evy menghempaskan rambut panjangnya kebelakang. “Benar begitu kan Fred?” Evy menatap dan memegang bahu Fred.

“Eeer….eer…eh,” Fred tergagap kebingungan. Sedangkan Alice merasa tersinggung dengan ucapan Evy.

“Kenapa? Kalau kau tidak menurut silahkan keluar saja, Nona,” Alice memberi penekanan pada kata terakhir. Terlihat jelas aura permusuhan kental dari sana. Jack dan Fred  tersenyum enggan dan menjauh dari mereka.

“Apa kau merasa hebat huh?” Evy mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan tinta yang berserakan di atas meja, dan gerakan itu malah membuat sisa tinta yang tak terserap sapu tangan bertumpahan kebawah meja dan mengenai sepatu Alice, “Uuups,”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10, 2012 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Relationships areTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang