Hujan

3 0 0
                                    

Sebuah kata sederhana, bisakah merangkai suara kalbu yg bergemuruh. Suara petir kian menggelegar, meruntuhkan rintik-rintik air dari awan berjatuhan ke bumi
"Novel seperti ini kamu sukai? Dongeng semua, di dunia nyata nggak ada yang seperti ini" mulai lagi pria ini mengusik wanita yang berada disampingnya
"Memangnya kenapa? Saya merasa tidak mengganggu kamu" ucap wanita ini berusaha tenang tidak terpancing oleh nada sarkastis yang selalu dikumandangkan pria yang tiba-tiba datang dan duduk disampingnya
"Tolong deh,,, bangun dari mimpi, gue nggak akan menjadi seperti pria yang ada di novel, yang tiap kali kamu baca bisa membuat kamu nangis bombai dan setiap kali selesai baca kamu akan bilang ih,,, manisnya, romatis banget, pengen punya suami seperti ini, asal kamu tau saya kasihan melihat kamu yang lebih suka berfantasi bahkan bermimpi daripada realitas, ingat di reality nggak ada pria seperti itu" wanita ini menatap tajam mendengar ucapan pria didepannya yang nggak pernah menyaring kata-katanya, daripada meladeni perkataan nya lebih baik dia memilih menghindar, buru-buru dia mengemas novel-novel yang belum selesai dibacanya diatas meja, tanpa banyak kata wanita ini meninggalkan pria yang tersenyum sarkastik.

*

Wanita ini menatap rintik hujan dari jendela kamarnya, yang diucapkan pria tadi memang ada benarnya, sudah satu bulan mereka menikah tetapi mereka bukan selayaknya seperti pasangan pada umumnya. Dimana si pria selalu memojokkannya dengan hobby yang dimilikinya, menurutnya selama ini dia sudah menjadi istri yang baik entah mengapa pria itu selalu mengusik hobbynya satu ini sementara wanita ini merasa tak kan sudi mengusik hobby masak pria itu. Pernikahan mereka memang terkesan aneh, tiba-tiba saja orangtua mereka menyuruh menikah tanpa penolakan merekapun melaksanakan pernikahan teraneh tersebut. Banyak orang mengatakan pasangan itu ibarat cermin, jodoh merupakan cerminan diri kita, tetapi bagi wanita ini pasangannya mungkin bukan jodohnya bisa jadikan suatu saat mereka memilih berpisah karena mereka merasa tidak ada kecocokan diantara mereka.
"Kerjaan lo itu emang merusak pemandangan banget, barusan bengong didepan novel menghayati kapan bisa memiliki pasangan seperti di dalam buku, sekarang melamun di samping jendela sambil melihat hujan, apalagi yang lo pikirin?" tiba-tiba saja pria ini sudah berdiri disampingnya melantunkan sebuah pertanyaan dimulai dengan menyindir, bagus sekali pertanyaannya? Tidakkah dia tau ucapannya menciptakan luka yang kian bertambah jika pria ini mulai mengkritik nya. Wanita yang ditanya menoleh sekilas melihat senyum miring yang selalu ditampilkan oleh pria tersebut
"Kenapa kamu selalu mengusik saya" mendengar wanita ini mulai berkomentar si pria menaikkan sebelah alisnya lalu ekspresi yang tidak ketinggalan selalu dia beri untuk wanita ini yaitu senyum sinis dan mulai menampilkan wajah dingin
"Lo bener-bener gak paham sama ucapan gue, bukankah tadi gue bilang kalau lo itu merusak pemandangan, ngerti gak maksudnya? Mata gue sepet lihat lo setiap hari" balas pria ini menilai ekspresi terluka dari wajah si wanita
"Kamu tidak perlu melihat saya, anggap saja saya tidak ada" jawab si wanita acuh lalu dia memilih keluar dari kamar dan menuju kearah dapur, merasa diacuhkan si pria mengepalkan tangannya hingga buku-bukunya memutih, dia sangat benci wanita ini berada disekitarnya, entah mengapa selalu emosi melihat wanita ini terlihat sangat bahagia, sementara dia selalu merasa bahwa pernikahan ini merupakan jebakan, seharusnya wanita itu menolaknya sementara pria ini sulit menentang keputusan ayahnya, semua ini bermula dari rencana perjodohan yang dibuat ayahnya dengan temannya semasa kuliah, Zarel Iskandar Dinanta, begitu nama lengkap pria ini tak pernah menyangka bahwa hidupnya yang baru berusia 24 tahun harus menikahi wanita yang bernama Nesa Aennur seorang janda kembang yang diceraikan oleh pria yang baru saja menikahinya, pernikahan itu gagal karena Nesa biasa gadis itu disebut tiba-tiba berteriak histeris, entah apa sebabnya Zarel sendiri ketika menghadiri pesta pernikahan itupun tak tau tetapi menurut dukun kampung setempat mengatakan bahwa orangtua Nesa telah menjodohkan dengan seorang anak sahabat ayahnya oleh karena itu Nesa harus dinikahkan dengan pria yang sudah dipilih oleh orangtua tersebut, tetapi ayahnya mengatakan
"Pak Bomoh,, tidak adakah cara lain? Saat itu kami memang sempat berikrar akan menjadi besan, tetapi usia Nesa yang tidak memungkinkan, lagipula hanya Nesa satu-satu nya anak saya Pak Bomoh, tolonglah,, dia menikah dengan pria yang di cintainya juga" jelas Ayah Nesa dengan wajah khawatir
"Sebelum hujan badai mengguyur ada baiknya kau sediakan payung untuk berteduh, jikalau kau ingin menanggung beban buatlah acara ini sampai selesai tetapi jangan sesalkan jika anak kau menjadi hilang akal" perkataan pak Bomoh tidak bisa di ganggu gugat merasa keputusan ini sudah final ayahku dan ayah Nesa malah sedang berunding, merasakan firasat tidak baik aku mencari-cari ibuku yang tengah menenangkan Nesa saat itu masih menangis.
"Nah,,, Azmi, macam mana dengan engkau, pak cik minta maaflah, bukan pak cik nak gagalkan pernikahan ini tapi masa tu kami ni kawan sangat rapat sehingga tanpa pikir panjang kami memutuskan kelak akan menjadi besan, sehingga perkara ini berlaku, pak cik pun tak sangka" Ayah Nesa meminta persetujuan menantu barunya setelah berunding empat mata dengan ayahku
"Kalau sudah macam itu ceritanya, meskipun dengan berat hati dan perasaan terluka Azmi hanya bisa menerima keputusan yang berlaku, dengan disaksikan para undangan aku Azmi fattahil membatalkan pernikahan saya dengan Nessa aenur" dengan nada lantang namun tersirat getar nada terluka ijab kabul yang belum sempat dikumandangkan berubah menjadi pembatalan nikah secara ringkas, pondasi cinta yang telah ia dirikan selama setahun dan belum sempat mengucapkan ijab kabul tetapi harus dimusnahkan dan dirobohkan dalam waktu lima menit hanya karena perkataan pak Bomoh seorang dukun yang terkenal dikampong Rindang. Setelah berkata batal menikah Azmi mendekati dan menenangkan Nesa yang tengah menatap kedepan dengan pandangan kosong.
"Aenn,,, mungkin kisah kita masih lagi kuntum, kembang tak jadi, janganlah engkau menjadi linglung, perpisahan ini bukan abang inginkan akan tetapi suratan nasib inilah yang jadi" setelah berkata seperti itu Azmi keluar dari rumah pak cik Wardhana bekas bapak mertuanya, suara kasak-kusuk mulai terdengar ditelinga Zarel
"Kan sudah aku kate, abang Azmi tu jodoh aku, masih tak percaye lagi" seorang gadis yang duduk di samping Zarel berkata kepada temannya
"Kau jahat betol lah, kasihan aku lihat Aenn, macam orang gile kot" balas temannya, Zarel masih duduk ditempatnya sambil memperhatikan sekitarnya, dia merasa ada keganjilan dipesta pernikahan tersebut tetapi dia hanya diam tak mau ikut campur urusan orang kampong.
"Zarel,, mari sini nak" merasa curiga dengan panggilan ayahnya Zarel memicingkan mata
"Cepatlah sini kalau ayah panggil" bahasa kampung ayahnya mulai dikeluarkan jika beliau sedang kesal, tanpa harus menunggu tiga kali panggilan Zarel pun mendatangi ayahnya
"Sekarang kau yang akan menikahi Nesa" bagaikan suara petir disiang bolong Zarel terkejut mendengar perintah dari ayahnya
"Apa maksud ayah ni? Zarel belum bersedia menikah ayah, Zarel masih muda lagi" menggunakan bahasa kampong Zarel berusaha menolak arahan ayahnya
"Seperti yang dikatakan pak Bomoh barusan, Zarel akan menikah dengan Nesa, ayah tak mau Zarel tiba-tiba histeris jika menikah dengan gadis lain dan Zarel dikatakan gila, lebih baik Zarel ikuti perkataan ayah ini" Datuk Iskandar mulai menasehati anak lelaki semata wayangnya ini, meski anak nya selalu membatu dan cenderung keras kepala tetapi Datuk Iskandar yakin anaknya selalu mengikuti perintah orang tuanya
"Ibu,,, ape nak jadi ni?" puan Sri Dinanta mengangguk menjawab pertanyaan anaknya yang terlihat lesu, dan pernikahan itupun berlangsung dengan khidmat, setelah berkali-kali latihan Zarel dapat mengucapkan lafadz ijab kabul dengan lancar itupun harus diulangi dua kali, ketika semua saksi mengucap kata sah Zarel melihat kearah Nesa yang tampak sedang melamun. Sementara Azmi pulang kerumahnya dengan lesu, mereka sedari SMP lagi sudah jatuh cinta dan rumah mereka hanya berjarak lima pintu dari rumah tetangga. Mendengar pujaan hatinya menikah dengan anak teman ayahnya membuat Azmi berusaha mengikhlaskan peristiwa yang baru saja terjadi.

*

Jika mengingat pernikahan dadakan yang terjadi pada dirinya membuat Zarel merasa bahwa hidupnya memang seperti robot yang selalu dikontrol oleh orang tuanya, sejauh apapun Zarel berusaha berlari tak kan bisa dia terbebas sepenuhnya karena pengaruh ayahnya masih lagi kuat, jika Zarel membantah maka ibunya akan menangis dan Zarel akan merasa sangat terluka jika hal itu terjadi, sebagai anak lelaki satu-satu nya membuat Zarel selalu dikawal oleh anak buah ayahnya. Begitu sulit bagi Zarel menerima pendamping hidupnya itu dengan ikhlas, di dapur Nesa duduk didekat kursi dekat jendela, semenjak menyandang status istri, Nesa memang sering melamun, dia sendiri masih merasa kebingungan dengan peristiwa pernikahanya. Hanya saja Nesa terlalu malas berurusan dengan pria yg berada dikamar tersebut, mau bertanya kepada orang tuanya Nesa terlalu sungkan, yang Nesa ingat tiba-tiba saja dihari pernikahanya dan Azmi, Nesa pingsan tanpa sebab lalu ketika sadar dia ditemani oleh anak teman ayahnya
"Good,, your acting is very good" ucap pria ini disamping Nesa yg sedang mengerjapkan mata bingung
" siape kau?! Dimana aku ni? Emak!! Abah!! Ape dah jadi ni" ucap Nesa histeris
"Stop your acting!! You not a actres, what are you doing now? You so crazy! If you do like this only wont marriege with me? Are you hear?! Bentak Zarel kesal
" saya betul tak paham apa yang awak cakap ni, tolong pergi sana, tinggalkan saya sendiri"
"Huuufht,,, i'm forget if you are the village girls, ini suatu point yg membuat saya sungguh tidak bisa menerima kamu, secantik apapun kamu, kamu tetap hanya seorang gadis kampung" sinis Zarel lalu meninggalkan Nesa.

Bukan Istri Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang