Malam

7 0 0
                                    

Hembusan angin malam membelai wajah nan ayu milik Nesa, dia masih memikirkan keanehan yang terjadi pada dirinya, semakin di renungkan semakin tak mengerti apa kesalahan yang telah ia lakukan sehingga Azmi menalak nya, apakah betul yang dikatakan tok bomoh kalau pernikahan mereka membawa bala dan ia dirasuki sehingga tak sadar berbuat di luar akal sehat nya. Sekarang dia sedang berdiri di sebalik jendela kayu yang terbuka menatap bulan sabit dan bintang-bintang bertaburan di gelapnya malam nan pekat. Kriet... Suara pintu terbuka menampakkan wajah pria rupawan yang menikahinya secara kilat. Nesa menoleh mantapnya diam, tadi siang lelaki ini yg telah menuduhnya berpura-pura untuk mendapatkan simpatik orang tuanya. Nesa tak tahu harus bersikap bagaimana kepada lelaki yang bergelar suami. Bukankah orang tua mereka hanya berencana bukan berikrar jika anak nya harus menikahi satu sama lain, itu hanya sebuah candaan. Sekarang ia yg terjebak pada pernikahan yang tak jelas.
Lelaki itu mendekati Nesa yang sedang melamun di samping jendela. Ctak... Zarel menyentil dahi Nesa, sambil cemberut dan mengusap dahi ia memandang Zarel dengan wajah masam
"Ada yang mesti kita luruskan. You tau saya sangat terganggu dengan pernikahan kilat ini, semua punya ekspektasi dan keinginan masing-masing. Perjodohan ortu saya dan ortu you itu hanya candaan dan pernikahan ini jauh dari ekspektasi saya" jelas Zarel panjang lebar
"Ish... You,,, You,,, You,,, nama saya Nesa kalau kamu lupa"
"Saya tidak lupa tapi saya mau melupakan"
Sebenarnya jika di perhatikan lelaki yang di depan nya ini sangat good looking dan juga good rekening, dia anak kota yang datang ke kampung, untuk menghadiri undangan dari ayahnya. Tetapi wajah sinisnya memudarkan ketampanan yang dimiliki nya.
"Apa mau kamu,pisah tinggalin saya, saya gak kenal kamu dan kamu gak perlu berurusan dengan saya" ucap Nesa pelan
"Divorce?, Should be an option that's right" Zarel menjentikkan jari di depan Nesa "But you don't forget how much loss I have suffered" tekan Zarel lagi menatap Nesa tajam.
"Jadi apa maumu? Ganti rugi? Ok beri saya waktu 1 tahun" ucap Nesa
"You gak berusaha mengulur waktu untuk jatuh cinta padaku kan?" Tuduh Zarel.
"Sudahlah, saya lelah menghadapi lelaki model kamu, tidak bisa di ajak bicara yang lebih masuk akal" Nesa lalu menutup jendela dan melanjutkan ke kasur lalu beranjak tidur, tak dipedulikan lelaki yang terus menatap nya tajam. Zarel rasanya ingin mengeluarkan sumpah serapah karena melihat ketidak pedulian Nesa atas hubungan ini. Zarel masih tak habis pikir bagaimana bisa wanita itu sesantai itu dengan situasi yang sangat genting ini. Insiden tadi pagi telah merubah status mereka tetapi Zarel merasa sangat sulit bersama dengan orang asing meskipun mereka sudah menikah. Apalagi mereka tak saling kenal hanya sekedar tahu anak teman orang tuanya. Zarel memutuskan keluar dari kamar daripada mesti terjebak di ruang ini. di luar sudah tampak sepi, maklum orang-orang di desa ini lebih cepat untuk beristirahat tidur karena besok subuh mereka sudah mulai beraktivitas.
***

Sayup-sayup terdengar suara azan subuh, Zarel membuka mata melihat ke sekeliling nya, tampak orang sudah pada sibuk menuju mesjid. Lalu ia pun ikut menuju mesjid yang lumayan besar dan juga ramai jamaah nya. Selesai melaksanakan sholat Subuh di lanjutkan dengan ceramah Subuh, Zarel tak seberapa menyimak penjelasan ustadz karena pikirannya masih berkecamuk, lebih tepatnya tidak respect terhadap saran tok bomoh, dia masih merasa menjadi korban menikahi wanita yang pola pikirnya jauh di bawahnya. Secara logika sungguh tidak rasional, sekarang ia harus berkemas untuk kembali ke kota, lama-lama di kampung nalar nya akan di pengaruhi oleh tok bomoh orang yang paling di senangi di kampung ini.

"balikan sama mantan ibarat nonton titanic 2x, endingnya tetap tenggelam" terdengar suara seorang gadis di sebuah taman bersama temannya sedang bercerita, temannya hanya mengangguk "Suami die yg sekarang lebih handsome, tau tak?" Komentar temannya,
"Itu satu aku tak faham, bisa-bisanya para tetua menyarankan hal mustahil seperti itu, jande langsung nikah. Pelik kan" komentar temannya yang lain. Jika Zarel perhatikan gadis itu ada ketika pernikahan Nesa, sempat berbicara yang aneh-aneh. Zarel berlalu tak memperdulikan perkataan-perkataan mereka. Sesampainya di rumah Nesa, orang - orang di rumah itu sedang pada kumpul sarapan pagi. Hal yang tak pernah Zarel temui di keluarga nya
"Hai Zarel kamu dari mana?" Tanya ayah mertuanya
"Selepas dari mesjid singgah ke taman sebentar singgah ke kedai cik mat depan taman itu, coba beli nasi dagang. Makanlah ayah" jawab Zarel meletakkan bungkusan yang ia bawa
"Iyelah, banyak kamu beli ini"
"Untuk semua yg ada di rumah ini, makanlah kak, Abang" tawar Zarel pada saudara-saudara Nesa yg belum terlalu ia kenal, mereka pun mengambil nya dan mengucapkan terimakasih.
"Aenur mane? Tak turun lagi?" Tanya ibunya menghilangkan teh
"Eleh,,, Lupe lah tu kalau dah kawen" jawab seorang wanita di samping ayahnya
"Penat agaknye kot, apelagi kemarin sempat mendrama kesurupan" jawab lelaki di samping Zarel sambil tertawa kecil
"Kamu... Kamu... Ini, tak malu ke Ade Zarel disini, tak habis-habis asik menyakat adek kamu itu" balas ayah mertuanya, mereka tersenyum sungkan pada Zarel.
"Biasalah ayah, anak ayah inikan paling cantik jadi irilah tu" sambung Nesa ketika memasuki are dapur, lalu duduk di samping Zarel
"Heh,, tak de makne" jawab si Abang tertawa mengejek, di balas Nesa meleletkan lidah. Zarel melihat keluarga ini tampak harmonis
"Abang nak makan ape? Roti atau nasi dagang" ucap Nesa menoleh ke Zarel
"Hai, suami dah beli nasi, tandanye nak makan nasi lah" balas ayahnya
"Orang kota kot, manalah tau sarapan paginye roti" Nesa tersenyum masam menatap Zarel, yang di tatap tak perduli karena lebih memilih minum teh. Merasa di abaikan, Nesa tetap menaruh nasi yg di beli oleh suaminya, Zarel mengucapkan terimakasih dengan nada pelan. Sarapan mereka di isi dengan canda tawa antar keluarga, disertai suara anak-anak kecil di sekitar mereka. Nesa merupakan anak bungsu dari 12 bersaudara jadi jangan heran jika rumah ini terasa ramai itu yang di ucapakan ayah mertuanya. Selepas sarapan Zarel sekalian mau pamit minta izin untuk pulang ke kota karena masih ada urusan pekerjaan yg mesti di urus, sekalian izin mengajak Nesa. Meskipun tanpa harus izin jelas mereka membolehkan membawa Nesa sebab sudah menjadi istrinya tetapi untuk menjaga kesopanan dan etika Zarel tetap menyampaikan maksudnya kepada ayah mertuanya.

"Amboi... Manis sungguh lelaki ini tadi bercakap pada ayah, kenapa tak divorce langsung je" dengan nada sinis Nesa menyindir Zarel yang masih menatap handphone nya, sekarang mereka sudah berada di kamar Nesa untuk mengemas pakaian-pakaian Nesa yang mesti di bawa. Merasa tak di tanggapi Nesa melempar bantal kecil ke arah suaminya
"saya mengabaikan, karena tak ingin buang energi. Just live my life, i don't care what you think about me". Balas Zarel berlalu keluar kamar.

Bukan Istri Pilihan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang