Gadis berkerudung itu memasuki kamarnya, hari ini minggu berarti jadwalnya untuk membereskan kamar. Setelah senin sampai sabtu dia memiliki segudang pekerjaan yang sulit sekali ditinggal. Kamar hanya menjadi tempatnya singgah melepas penat. Jadilah saat ini gadis itu menggulung setengah lengan panjanganya.
Pertama, dia membuka jendela kamarnya, membiarkan sinar matahari menyerbu masuk kedalam. Lalu dirapikan tempat tidurnya yang masih berantakan, diganti seprai dan menyusun beberapa boneka disudut kepala ranjangnnya.
Kemudian dia beralih pada lemari bukunya, tempat dia menumpukan segala koleksi buku-buku favoritnya. Matanya terhenti pada rak paling bawah, bagian itu sudah sedikit berdebu. Dia mengambil sekotak kardus yang menarik perhatiannya. Saat dibuka mata gadis itu menghangat, senyum manisnya terurai tatkala apa yang ada didalam kardus itu mengingatkannya pada sebuah kenangan indah miliknya dulu.
"Riz, dicariin kak Agung tuh. Katanya elu belum ngumpulin biodata diri buat daftar pengurusan OSIS" seseorang laki-laki dengan bagde Fariz Prayoga pada seragamnya, yang tengah sibuk mengajarkan tugas matematika pada temannya menoleh. Dia menepuk pelan jidatnya saat teringat sesuatu.
"Oh iya lupa. Thanks Ki" bergegas dibuka ransel hitamnya, mencari selembar kertas yang sudah semalaman dia siapakan, agar tidak terlupa terbawa hari ini. Setelah ketemu benda yang dicarinya, dia pun keluar kelas untuk menemui salah satu seniornya.
"Ups..." kakinya berhenti mendadak disaat bersamaan seorang teman perempuannya juga akan masuk kelas. Hampir saja mereka bertabrakan.
"Sorry ya, Ray. Lagi buru-buru nih" teman perempuannya tersenyum dan memberikan dia jalan.
Sambil berlari, dia itu mengucapan terima kasih pada Rayla Adelia, gadis berkerudung yang tadi disapa Ray oleh Fariz, hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya. Dia memasuki kelas dan langsung disambut oleh teman-temannya.
"Tadi itu si Fariz kenapa sih lari-lari begitu ?" Tanya Rayla penasaran.
"Katanya sih tadi ada yang nyariin, OSIS apa siapa gitu" Jawab salah satu temannya. Rayla hanya mengangguk-angguk mengerti.
"Oh ya, Ray. Katanya bu Emi elu kepilih buat lomba puisi ya ? kapan mulai latihan ?"
Rayla tersenyum, terlihat sekali jika dia senang atas pertanyaan temannya. "Insya Allah minggu depan. Doain ya?"
"Lah bukannya, minggu depan ada seleksi OSIS ya ? elu kan juga ikutan seleksi. Trus gimana ?" Rayla mengangguk, seolah tidak terganggu dengan pernyataan temannya.
"Ya gak papa, gue tetep bisa latihan dan juga ikutan seleksi kok. Bu Emi gak masalah, waktunya bisa diaturlah nanti" Jawabnya santai.
Begitulah sosok Rayla, begitu dewasa dan bijak dalam mengatasi persoalan. Tidak jarang banyak temannya yang kadang menceritakan masalah mereka padanya, dan berharap solusi dari Rayla. Gadis itu selain bersahaja, juga merupakan salah satu siswa teladan yang berprestasi. Bahasa tubuhnya yang tenang menyiratkan keanggunan yang jarang dimiliki oleh sebagian besar gadis seusianya.
@@@
Sebesit kenangan lama itu muncul dalam benaknya, saat Rayla tengah membereskan tumpukan buku-buku lamanya. Dia menemukan album foto yang menjadi saksi bisu masa lalu sekolahnya dulu. Dia tersenyum hangat, betapa dia sangat merindukan teman-temannya. Rayla pikir, selepas kelulusan dia masih bisa sesekali bertemu dengan mereka, toh jarak rumah dan teman-temannya, juga tidak terlalu jauh.
Tapi ternyata tidak semudah itu, mereka semua memiliki kesibukan masing-masing yang kadang tidak bisa disesuaikan waktunya untuk sekedar bertemu. Komunikasi via sosial media pun tidak lagi serutin dulu, atau malah sama sekali terputus. Ah masa itu, ingin sekali dia mengulangnya sekali lagi. Berbagai peristiwa telah dialaminya, termaksud cinta pertamanya.
Sosok anak laki-laki menghampirinya yang tengah sibuk memilih buku untuk bahan artikelnya di perpustakaan. Dia tidak menoleh karena tau siapa yang menghampirinya. "Tadi kenapa sih lari-lari gitu ? kalo nabrak orang gimana?"
Laki-laki disebelahnya terkekeh geli, dipandangi jari tangan Rayla yang tengah menelusuri buku-buku di rak sastra.
"Ditagih biodata sama kak Agung tadi. Kemaren kelupaan ngumpulin" kali ini Rayla menatap anak laki-laki itu dengan sebal.
"Kebiasaan, cerobohnya gak ilang-ilang" lagi-lagi anak laki-laki itu tertawa.
Fariz Prayoga, anak laki-laki yang begitu masuk sudah jadi bahan perbincangan diseantero sekolah. Murid dengan prestasi gemilang, peraih peringkat pertama untuk seluruh angkatannya. Belum lagi sosoknya yang ramah dan baik pada siapa saja. Berhasil mencuri banyak perhatian semua orang, termaksud Rayla.
Dia tidak menyangka, diskusi kecil yang sempat dilakukan keduanya dulu saat mengerjakan tugas kelompok membawa mereka pada hubungan yang lebih dari sekedar teman. Rayla mengiyakan ajakan Fariz, saat laki-laki itu secara gentle menyatakan perasaannya. Dan tidak ada yang tau tentang hal itu kecuali orang-orang terdekat mereka.
Mereka sepakat untuk menyembunyikan hubungan ini lantaran karena memang ada peraturan tertulis di sekolah yang melarang siswa-siswinya berpacaran. Selain itu, Rayla tidak mau dimusuhi banyak teman perempuannya, karena memacari salah satu anak laki-laki yang menjadi incaran mereka. Membayangkan saja, membuat Rayla bergidik.
"Aku gak sabar nih kerja bareng kamu nantinya" ucap Fariz yang terlihat antusias.
"Kayak yakin aja keterima kamu" jawab Rayla sambil kembali memutari sisi rak buku yang lainnya.
"Aku yakin banget keterima"
"Ya kamu mungkin pantes punya kenyakinan kayak gitu, secara guru-guru udah memprediksikan kamu akan masuk, apalagi aku denger juga akan dicalonin jadi KETUM (ketua umum)"
"Ih kamu kok ngomong gitu sih. Kamu juga pasti bisa masuk deh Ray, kamu kan juga sama memenuhi syarat gak ada alasan mereka nolak kamu" Fariz membantah pernyataan pesimis Rayla.
"Iya semoga aja. Tapi Riz.." Rayla menghentikan langkahnya dan menatap Fariz serius.
"Kalo memang nanti kita sama-sama masuk seleksi, dan terpilih jadi anggota OSIS tetep gak ada yang boleh tau tentang ini ya"
"Tentang apa emangnya ?" Rayla membulatkan matanya menatap laki-laki didepannya ini tak percaya, masa Fariz tidak mengerti.
"Tentang yang selama ini kita sembunyiin" Fariz masih menampakan wajah tidak paham dengan apa yang dimaksudkan Rayla.
"Tentang kita, Riz" Ralya menatap Fariz geregetan. Hingga membuat Fariz menahan seulas senyumnya melihat wajah lucu gadis berkerudung ini.
"Kita emang kenapa ?"
"Kalo kita berdua...." Rayla mengecilkan volume suaranya
"Pacaran maksudnya ?" Fariz tau pasti apa yang dimaksudkan Rayla, tapi dia ingin menggoda gadis ini sekaligus dia mau mengdengar status hubungan mereka dari mulut Rayla.
"Iya" jawabnya dengan wajah tertunduk yang semakin membuat Fariz tertawa melihat semburat merah yang tercetak jelas diwajah Rayla.
Rayla yang merasa dikerjain laki-laki itu akhirnya memilih meninggalkan perpustakaan dengan sebal. Selalu saja Fariz berhasil membuatnya malu seperti sekarang ini, Rayla kan tidak bisa mengontrol detak jantungnya yang berdetak lebih cepat, tiap kali menginggat status hubungan mereka berdua.
well... ini cerita titipan temenku, liat bagian cover namanya beda kan ahahaha. dia nitip di akun aku katanya males buat akun jadinya nebeng deh. menurut dia sih ini terinspirasi dari kisah nyata salah satu kenalannya. tapi alurnya dia buat berbeda sesuai sama imajinasinya aja. gak terpaku sama cerita aslinya. dan jangan tanya aku ya kapan updatenya soalnya dia orangnya gak nentu, sama sih kayak aku. tapi aku udah denger sebagian ceritanya dan aku yakin ini pasti bakalan seru banget deh.hehehehe..
oke silahkan menunggu kelanjutan Fariz dan Rayla ya... :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Faire
RandomSaat jiwa terasa begitu ringan, saat hati masih penuh akan cita yang menggantung dalam harap. Saat itulah kami bertemu, dalam keluguan diri yang masih melekat, untuk mengenal satu dengan yang lainnya. Tidak pernah berpikir bahwa itu semua akan teras...