Aku menyandarkan tubuhku pada salah satu batang pohon di hutan ini. Sudah berapa lama aku disini? Aku masih belum menemukan jalan untuk kembali. Aku merutuki diriku sendiri yang buta arah. Ini memang salahku, bertindak sebelum berpikir. Tubuhku yang awalnya hanya bersandar kini kian merosot hingga akhirnya terduduk. Lelah, itu yang kini kurasakan.
Duk duk
Ku dongakkan kepalaku yang tadinya tertunduk, mencari asal suara tersebut. Ku lihat bola voli yang tadinya memantul hingga menimbulkan suara itu sekarang menggelinding menuju ke arahku. Aku meneguk ludah. Horor banget nih hutan. Ku coba memberanikan diri mengambil bola itu. Tanganku meraih bola tersebut sembari ku tengok ke kanan dan ke kiri, tidak ada apa-apa.
Baa!
"HUAHH!!" aku terjungkal kebelakang tatkala sebuah kepala tiba-tiba nongol dihadapanku dari atas dahan pohon. Jantungku serasa ingin copot begitu saja. Aku masih mengatur napas yang tersengal-sengal sambil memandang dengan sebal orang yang sedang tertawa itu.
"Hahahaha.. Aku tidak menyangka ekspresimu sebegitu kagetnya [Name]-san! Hahaha" kuhempaskan dengan seluruh sisa tenagaku bola voli yang sedari tadi di tanganku hingga... Bingo! Mengenai kepala merahnya.
"Aw kasar sekali kau [Name]-san. Sakit lho~"
"Masa bodoh dengan rasa sakitmu Bakabane! Kau membuatku jantungan tadi, bodoh!" Dadaku naik-turun kala mengatakannya. Tentu saja aku emosi. Akabane menunjukkan cengirannya, sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal itu.
"Maaf [Name]-san.. aku sengaja kok." Tunggu. 'Sengaja' katanya? Jangan-jangan--
"Sebenarnya sudah sedari tadi aku melihatmu berkeliaran hutan ini--"
"KENAPA TIDAK DARI TADI SAJA KAMU NONGOLNYA!"
"Dengarkan dulu seseorang saat berbicara. Jangan asal potong [Name]-san." Aku menghela napas dan bersiap menyimak apa yang akan dikatakannya. "Kupikir kau akan menemukan sendiri bola voli itu, nyatanya sampai kau diam disini belum ketemu juga. Jadi [Name]-san harus berterima kasih padaku lho karena aku sudah menemukan bolanya~!" Jelasnya. Ia melemparkan bola voli itu padaku, aku menangkapnya sambil tersenyum kecut.
"Kurasa aku mau mati tadi,"
"Jangan bilang kalau kamu--"
"Aku tersesat dan tidak tau arah, Akabane-san. Hutan ini cukup luas, dan sialnya kamu muncul dengan tidak etisnya. Kukira apa tadi, sungguh." Ujarku sambil menundukkan wajah. Demi apapun, aku sungguh ketakutan tadi. Untungnya, si kepala merah ini datang, membuatku sedikit merasa tenang. Tidak, tidak sedikit. Tentu saja aku sangat bersyukur kalau ada orang yang menemukanku.
"Memangnya yang lain tidak mencarimu?" Tanya Karma dengan nada selidik.
"Mana kutahu? Mungkin sekarang mereka sudah memasuki jam pelajaran baru" lelaki dihadapanku tampak berpikir. Kemudian ia bersuara lagi, "Yasudah kalau begitu. Ayo kembali" aku tersenyum sumringah sambil bangkit dari dudukku. Aku menepuk-nepuk bagian belakang celana olahragaku yang tadi kubuat duduk di tanah hutan ini. Karma berjalan didepanku, aku mengikutinya dari belakang. Kruyukk. Langkah kami sama-sama terhenti.
"Eh-anu.. d-disini tidak ada kan..tin ya?" ucapku gagap ketika Karma berbalik memandangku sambil memiringkan kepalanya. Ia menggeleng. Aku terlalu kelelahan hingga memicu rasa lapar. Sungguh aku kelaparan saat ini.
"Aku punya ide bagus.." ujarnya sambil tersenyum kearahku.
><><><
"Lepaskan tanganku, Bakabane!" Sudah beberapa kali aku meneriakkan kalimat itu semenjak kami masih berada di atas bukit hingga kini kami menyusuri trotoar jalan. Karma sama sekali tak menggubrisku, cengkeramannya semakin kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eunoia [Karma x Reader]
Fanfiction[Full Name] awalnya adalah siswi kelas 3 biasa di Kunigigaoka. Terkenal rajin, dan cukup disiplin, membuatnya menjadi siswi yang pintar. Karena memiliki sifat yang kaku, [Name] tak disukai oleh banyak teman kelasnya. Suatu hari, mereka yang tidak me...