Libra POV
Drrr....Drrrr...Drrrr.
Getaran Smartphoneku membuatku terbangun.
Aku meraih sumber getaran itu yang berada di atas nakas, satu pesan masuk.
Febri,
Li, ntar malem jadi kan??
Aku dengan segera membalas pesannya.
Aku,
Iya, emangnya kita mau kemana??
Tak berapa lama Smartphoneku kembali bergetar.
Febri,
Rahasia.
Aku tersenyum melihat balasannya.
Aku,
Lo nggak asik!!
Febri kembali membalas pesanku.
Febri,
Biarin,
Gue jemput jam 8 yah!!Aku,
Iya Non!!
Dan ia masih membalas pesanku.
Febri,
Ok, my queen.
Balasan Febri kini membuatku tersipu malu. Berkali kali kupandangi pesan itu dan membuat pipiki kembali merona.
Ku letakkan kembali Smartphoneku pada di atas nakas dan kembali berbaring.
***
Sore kini berganti senja, namun aku masih disini. Diatas kasurku, terdiam dengan mata menerawang di langit-lagi kamarku.
Aku bukan tipe orang pemikir, tapi entah mengapa saat ini aku kembali memikirkan apa yang tak perlu kupikirkan.
Pacaran? Itu lah hal yang kembali mengambil alih pikiranku. Aku kini menjalani hubungan itu. Huh?? Aku sendiri kemarin yang mengatakan jika aku tidak ingin menjalani hubungan tersebut. Tapi nyatanya, belum juga sehari aku melontarkan hal tersebut, aku sudah menerima pernyataan cinta dari sosok pria yang -jujur- dulunya sangat ingin ku kalahkan di area balap. Dan setelah aku mengalahkannya aku malah menerimanya hanya karena sesuatu yang berdetak kencang dibalik dadaku ?
Huh aku rasa cinta itu sulit di tebak.
Aku bangkit dan mengusap wajah ku gusar. Sebentar lagi Febri akan datang menjemputku dan aku sendiri masih belum melakukan persiapan apapun. Akupun menuruni kasurku dan beranjak menuju kamar mandi.
***
Kupandangi pantulan wajahku di cermin. Disana terlihat diriku yang dulu tak pernah akrab dengan yang namanya bedak, eyeliner dan lipstick kini tampak cantik dengan benda-benda itu. Sesekali aku tertawa kecil mengingat bagaimana tadi kesulitannya diriku merias wajah ku ini sampai-sampai aku harus merelakan kuotaku hanya untuk memeperhatikan tutorial di Youtube.
Tatapanku kini beralih pada smartphone- ku. Sedari tadi tidak ada notif atau apapun yang masuk. Aku meraih nya dan melihat jam yang berada di tampilan awal smartphone-ku,
20.17
Aku mulai resah. Ini sudah tujuh belas menit berlalu. Namun Febri tak kunjung datang dan juga mengabariku.
Bukan apanya. Aku hanya tidak ingin usaha ku sia-sia hanya karena Febri memutuskan sepihak untuk tidak pergi.
"Bian????" Aku terkesiap mendengan pekikan sesorang yang aku yakin hanya Agrah yang selalu melakukan itu dari lantai bawah. Ada apa lagi dengan nenek sihir itu? Aku berdiri dan keluar dari kamarku, penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bunga Terakhir
Teen Fiction"Jika hatiku merasa engkaulah takdirku, namun dirimu ditakdirkan dengan yang lain. Aku bisa apa?" Daiki tersenyum pilu, "Aku hanya bisa melihatmu bahagia."