Part 4

103 1 0
                                    

UKS

Deva bersyukur tadi saat futsal ia jatuh sampai luka - luka. Karena pada akhirnya, Deva bisa ketemu lagi dengan Keara. Untuk beberapa saat, hanya diam yang ada diantara mereka. Sampai pada Keara memulai aksinya ke luka - luka yang ada di lengan dan kaki Deva.

"Aww!" Deva refleks mengaduk saat Keara mulai membersihkan lukanya dengan rivanol.

"Lebay lo orang pelan gini," kata Keara sambil tertawa kecil.

"Kaget doang itu selo," Deva membela diri.

"Gue ga ngira cewek kaya lo ikut PMR," Deva memulai pembicaraan.

"Cewek kaya gimana maksudnya?" Keara balik bertanya ke Deva

"Mungkin cheers atau saman gitu. Waktu sekelas ujian kemarin, gue liat lo dan temen - temen lo kayanya anak hits angkatan lo gitu hahaha" jawab Deva.

"Ga tertarik. Mungkin karna gue mau jadi dokter kali ya kalo udah gede nanti," kata Keara menanggapi perkataan Deva.

Deva hanya ber ooh saja setelah itu.

Setelah selesai diobati, Deva berterima kasih ke Keara dan meninggalkan UKS. Saat sudah dekat dengan kantin di mana Affan berada, Deva baru ingat ia belum minta nomer Keara.

"Bodoh banget dah gue!" ucapnya saat duduk di samping Affan.

"Kenapa lo dateng - dateng gitu?" tanya Affan.

"Keara, Fan," jawab Deva singkat.

"Kaya pernah denger. Siapa sih?" Affan bertanya lagi.

Akhirnya Deva bercerita kejadian saat ujian ia bantuin Keara, lalu mereka berkenalan, dan saat ujian selesai Deva memberanikan diri untuk meminta nomer Keara. Juga kejadian UKS hari itu.

"Yaudah nanti juga ketemu lagi, Dev. Satu sekolah ini, paling ketemu di kantin," ucap Affan.

"Tapi lo serius mau deketin? Maksud gue lo kan punya janji itu Dev," tanya Affan.

Affan sudah mengenal Deva sejak awal masuk SMA. Saat itu, mereka masuk ekskul futsal. Kedekatan mereka muncul di lapangan. Mereka berdua dimasukkan ke tim yang sama saat latihan pertama mereka. Rasa nyaman antar Deva dan Affan begitu saja muncul saat mereka saling mengoper bola dan berujung mencetak gol. Tanpa disangka juga, rumah Deva searah dengan rumah Affan. Jadilah mereka sering pulang bersama. Affan tahu persis seperti apa Deva. Begitu juga Deva. Karna tak mereka sadari, mereka lah tempat berpulang dikala masing - masing dari mereka tidak tahu harus kemana.

"Gue mau kenal dia lebih jauh. Jujur, baru pertama kali gue gini, Fan. Untuk sementara biarin waktu yang menjawab," ujar Deva serius.

Affan sangat mengenali sahabatnya ini. Belum pernah semenjak mereka bersahabat, Affan melihat Deva seperti ini. Tapi, Affan ragu. Bukan karena Keara, tapi Affan ragu dengan apa yang akan terjadi dengan Deva saat nantinya Deva akan bersama Keara. Karna hanya Affan yang tahu apa yang terjadi dibalik sikap Deva yang selama ini terlihat acuh terhadap perempuan.

Affan teringat saat ia dan Deva duduk dibangku kelas sepuluh. Deva dan Affan merupakan sosok yang populer diangkatannya. Terlebih mereka pemain handal futsal sekolahnya. Juga tak perlu ditanyakan kembali bahwa mereka berdua memiliki paras yang tampan. Hingga ada seorang perempuan yang memiliki kriteria hampir sempurna menurut teman - teman seangkatannya menyukai Deva. Affan sendiri sudah dua kali berganti pacar saat itu.

Perempuan itu bernama Rayya. Ia memilik paras yang cantik, juara kelas, dan salah satu tim inti saman. Sudah menjadi rahasia umum Rayya menyukai Deva. Namun, Deva tidak melakukan pergerakan sama sekali. Deva menyadari bahwa ia juga tertarik, tetapi Deva tidak mau mendekati perempuan. Affan sendiri bingung dengan Deva. Sampai suatu saat Affan mendapat penjelasan akan hal itu. Penjelasan yang membuat Affan tahu bahwa Deva terluka.

Tapi, kali ini berbeda.

"Jangan sampai akhirnya melukai lo dan dia ya ,Dev. Gue ga mau," jawab Affan sungguh - sungguh.

"Thanks ,Fan. Gue juga ga mau kaya gitu nantinya," ucap Deva menanggapi perkataan Affan.


Deva pulang ke rumah disambut kerusuhan mamanya yang kaget melihat ada beberapa perban ditubuh anaknya.

"Ya ampun, Bang! Kamu kenapa, Nak? Berantem? Astaga mau jadi apa," ucap Mamanya tanpa jeda.

"Berantem mah ngga gini lukanya, Ma. Futsal, Ma. Abang menang dong," jawab Deva sambil cengar - cengir.

"Dikirain berantem. Yaudah mandi sana, abis itu makan ya," balas Mamanya.

Deva berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Di kamar, Deva mulai mencopoti perban yang ada pada lengan dan kakinya. Sampai suatu saat Deva berhenti melakukan kegiatannya dan menyadari sesuatu.

Pada perban yang Deva baru saja lepaskan dari lengannya, terdapat deretan angka yang ditulis dengan spidol. Deretan angka tersebut Deva yakini adalah nomer telepon.

"Dia tidak lupa," ucap Deva sambil menyunggingkan senyum kecil.

MaknaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang