Malua!

35 0 0
                                    

Tepat pada tanggal 30 Desember 2007 saya naik sidi (malua/ manghatingkon haporseaon) di Gereja GKPI Parsingguran. Entah karena alasan apa, saya dipaksa oleh orangtua untuk mengikuti sidi pada bulan tersebut.  Untuk bisa malua/naik sidi terlebih dahulu harus belajar kurang lebih 3 bulan. Tetapi karena pada saat itu saya melanjutkan Sekolah Menengah Atas di Kota Balige, jadi waktu yang bisa saya ikuti untuk belajar alkitab hanya satu bulan. Awalnya saya menolak untuk ikut pada tahun dan bulan tersebut, selain karena ketinggalan beberapa materi yg sudah dipelajari, pun belum mengerti arti dari naik sidi, untuk apa dan bagaimana. Lalu ku coba bertanya kepada teman seperjuangan SMA yg sudah terlebih dahulu mengikutinya. Alhasil, mereka meyakinkanku untuk itu.

"Dohot ma ho," kata temanku (ikut saja kau). "Baiklah ces," jawabku.

Kegiatan yg hanya dilakukan sekali setahun (di gereja kami ya..) Umumnya diikuti oleh anak SMA dan para pemuda/i gereja yg tinggal di kampung. Sementara pemuda/i yg merantau dan hendak pulang kampung pun tak sedikit yg ikut. Walau hanya belajar ekspress. (Bisa ya?..heheheh).

Lagi-lagi aku masih belum cukup mengerti makna acara ini. Bagiku ini hanya kegiatan rutinitas gereja dan harus diikuti oleh setiap orang (kegiatan ini adalah salah satu syarat yg harus dipenuhi sebelum melangsungkan pernikahan). Ah...sudahlah pikirku, yang penting ikut aja dulu.

Masa belajar sidi telah selesai, artinya tinggal menunggu hari pelaksanaanya.

-------------------------
Untuk kegiatan ini harus saya akui kalau saya kurang mempersiapkan diri dengan baik , termasuk pakaian yg harus dikenakan pada moment itu. Kemeja lengan panjang dan celena panjang. Serba putih. "Agoyamanggg.., kemanalah kucari celana ini," keluhku.
Setelah sibuk mencari dan bertanya ke teman-teman di kampung, hasilnya tetap tidak ada. Untuk baju putih akhirnya berhasil kupinjam dari teman SD ku. Masalahnya besok sudah tgl 30 dan celana putih tak dapat2. Sepertinya terlalu rugi kalau harus beli ke Pasar (0n-an) atau ke toko baju. Rugi! Lagian di pake cuma sekali aja, pikirku.

--Hari H--
Aku masih kepikiran sama celana putih yg belum kumiliki saat itu. Dengan pasrah, akhirnya aku harus berani tampil beda dari yg lain. Putih-Hitam. Kemeja putih dan celana hitam. Ha-ha-ha 😀😀😀

Sesampai di gereja, semua mata tertuju padaku (beneran) aku bagai orang asing yang baru saja tiba di gereja ini. Ada yg tertawa melihat pakaian yg kukenakan. Ada pula yg memperhatikanku dengan 'bollang'. Kucoba, untuk menenangkan hati dan pikiran.
Praise God! Maktua ku yg saat itu baru tiba di gereja langsung memanggilku dan membawaku ke rumahnya yg berada di komplek gereja. "Boasa pakke salawar na birong ho amang?" tanyanya padaku.
"Dang adong salawar na bottarhu maktua," jawabku dengan lesu. Lalu matuaku pun mencari-cari celana putih kepunyaan (alm) paktua itu. Akhirnya ketemu, dan diberikan padaku. Dengan secepatnya aku mengganti celana hitam ini. "Terimakasih maktua," ucapku. Maktua ku ini memang sangat baik sekali padaku dan juga keluarga kami. Tak jarang maktua ini selalu menolong kami, entah di sat berduka dan bersuka.

Akhirnya, aku kembali lagi ke gereja tentu saja dengan pakaian serba putih. Kali ini tatapan-tatapan aneh itu sudah tisak kutemukan lagi. Hahahahaa.

*Bersambung

INI (bukan) CELANA KUWhere stories live. Discover now