Satu

55.9K 2.3K 106
                                    

Suara tangisan bayi berumur satu tahun, membangunkan Nadila dari tidurnya yang belum menyentuh tiga jam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara tangisan bayi berumur satu tahun, membangunkan Nadila dari tidurnya yang belum menyentuh tiga jam. Dengan kepala berdenyut, Nadila turun dari kasur dan menghampiri box bayi, yang diletakkan di sisi kiri tempat tidurnya. Jarum jam sudah menunjukkan angka tiga.

Diraihnya bayi laki-laki itu kedalam gendongannya. Sambil menepuk-nepuk popok sang anak, Nadila melantunkan surah al-Mulk dengan suara pelan. Berbeda dengan bayi pada umumnya, yang baru akan berhenti menangis setelah diisi perutnya dengan susu atau ASI. Abid Raqilla Rasyikul F., akan meredam tangisnya jika mendengar suara tilawah dari wanita yang melahirkannya. Tak jarang pula, bayi laki-laki itu ikut memangku Al-qur'an milik Ibunya, dan dengan kata-kata yang hanya ia sendiri ketahui maknanya, Abid seolah terkesan sedang membaca kitab suci ummat islam itu.

Lambat laun, seiring dengan sisa-sisa ayat terakhir surah al-Mulk, bayi itu kembali tertidur dalam gendongan Ibunya. Diletakkannya kembali dengan sangat hati-hati, agar tidurnya tidak terganggu.

Nadila kembali ketempat tidurnya, laki-laki yang tidur disampingnya itu mendengkur dengan halus. Terdengar seperti nanyian merdu ditelinga wanita cantik itu.

Hendak merebahkan tubuhnya kembali, Nadila mengurungkan niatnya. Bola matanya kembali diplesetkan kearah jarum jam, yang hampir menyentuh angka empat. Sembari menimbang-nimbang, Nadila bangkit dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi. Mengambil wudhu, ditemani bunyi percikan air dari keran yang bertubrukan dengan ubin. Membangunkan seseorang yang tadinya mendengkur dengan tenang, menikmati tidurnya.

"Kamu tidur jam berapa tadi?" suara serak khas bangun tidur, mengejutkan Nadila yang baru keluar dari kamar mandi.

"Astagfirullah al adzim, kamu ngagetin aku aja. Aku baru tidur tiga jam, udah dibangunin lagi sama Abid," Nadila terkekeh di ujung kalimatnya.

Kembali Nadila mengulang wudhu nya karena terkejut. Sembari memasang mukenanya, Nadila menoleh. Retinanya bertubrukan dengan sepasang retina berwarna cokelat bening itu. Seketika, jantungnya berdetak tak karuan.

"Kamu gak mau tahajjud bareng aku?" pandangan mereka masih saling mengunci, dalam waktu kurang dari lima menit.

---

Rafka Raqqilla Firaz--selaku kepala keluarga dalam keluarga kecilnya, baru saja selesai melaksanakan shalat subuh berjamaah dengan istrinya, Nadila.

Sementara Nadila bergegas kedapur, dirinya sibuk mengacaukan tidur nyenyak bayi laki-laki di dalam box bayi nya. Bagi Rafka, melihat kelopak mata Abid terbuka saat baru bangun tidur, adalah salah satu alasan kecil nya dalam mempertahankan keluarga kecilnya yang ia bangun tanpa pondasi cinta.

Merasa terusik dengan tidurnya, Abid menangis keras dan masih mempertahankan kelopak matanya agar tertutup. Kecewa melihat Abid tidak mau membuka matanya, Rafka meraihnya kedalam gendongannya dan meletakkan bayi kecil itu di atas tempat tidurnya.

Abid membuka matanya, peralahan saat dirasakan tekstur permukaan yang di tidurnya tadi berbeda. Matanya terpleset mengitari langit-langit kamar yang bernuansa biru muda.

"Mi," tangan kecilnya di gerak-gerak keatas, sambil memanggil Nadila--Ummi nya.

Rafka menempelkan ujung hidungnya pada perut Abid, hingga bayi itu tertawa terbahak-bahak sambil menggeliat. Kaki kecilnya menendang-nendang dada Rafka, sementara kedua telapak tangannya mencengkram ibu jari sang Ayah.

"Kamu ini, sedikit-sedikit manggil Umi. Kapan kamu belajar manggil Ayah?" Rafka kembali menggelitiki perut Abid, sampai suara Nadila dari ambang pintu menghentikan aktivitasnya.

"Ka, udah hampir jam enam loh. Kamu gak berangkat kerja?"

Kedua pasang bola mata yang mirip itu, menoleh kearah sumber suara. Rafka berbaring disamping Abid dan memeluk bayinya, Abid meronta-ronta dalam pelukan sang Ayah.

Senyum lebar terukir di wajah Nadila. Ia berinisiatif untuk bergabung bersama mereka, namun ia kembali teringat dengan pekerjaan Rafka. Jika ia ikut bergabung, besar kemungkinan Rafka akan terlambat ke kantor.

"Ka, udah lewat jam enam loh. Kalau telat, jangan salahkan aku yah?" Nadila meraih Abid kedalam gendongannya. Bayi itu lantas memeluk dengan erat leher sang Ibu.

"Miii," suara tawa Abid kembali terdengar saat Rafka mengejeutkannya yang bersembunyi dibalik leher Nadila. Rupanya, Ayah dan anak ini masih betah bermain-main.

Dengan berat hati, Rafka melangkah ke kamar mandi setelah mendengar perkataan bermakna yang sama dari Nadila. "Ka, udah hampir setengah tujuh loh,"

Nadila menyiapkan pakaian kerja Rafka dan meletakkannya diatas kasur. Kemudian ia berjalan menuruni tangga dan menyiapkan bubur tim untuk Abid. Sebelumnya, ia meletakkan Abid kedalam keretanya.

---

Nadila mencium punggung tangan Rafka, saat suaminya itu pamit ke kantor. Masih dalam gendongan Nadila, Rafka mencubit pipi gembil Abid hingga meninggalkan warna kemerahan yang bersemburat dengan jelas. Bukannya menangis atau menjerit, Abid bahkan tertawa diperlukan seperti itu oleh Ayahnya.

Jika orang-orang melihat pemandangan keluarga kecil mereka, mungkin sebahagian akan berpikir jika mereka adalah sebuah keluarga yang harmonis dan saling mencintai. Namun, jika dilihat dari latar belakang perasaan sepasang suami istri itu, tidak satupun dari mereka yang menyimpan rasa sayang untuk pasangan mereka.

Adalah Abid Aqila Rasyikul F., satu-satunya orang yang mereka cintai dan jaga dengan kasih sayang. Satu-satunya alasan mengapa mereka harus pulang. Dan, satu-satunya alasan mengapa mereka bertahan.
Karena mereka memilih dia, untuk Dia.

[---]

Terlalu sinetron yah? Maaf deh, imajinasiku pasaran soalnya😌 Kritik dan sarannya dong buat part selanjutnya, biar imajinasi aku makin terbuka. Kirim lewat dm atau email boleh kok, ntar aku tag akun kalian dipart selanjutnya😊

BlueAinn©05/02/17

Kupilih dia, Karena DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang