Tiga

25.6K 1.6K 88
                                    

Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, Nadila sibuk di dapur sementara Rafka akan mengacaukan tidur Abid

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, Nadila sibuk di dapur sementara Rafka akan mengacaukan tidur Abid. Selalu seperti itu, sejak bayi laki-laki itu lahir ke dunia.

"Ka, jangan gangguin tidur Abid terus dong. Kasihan dia baru tidur jam 2," dan sama seperti pagi-pagi sebelumnya, Nadila akan menginterupsi Rafka untuk berhenti mengacaukan tidur bayi satu tahun itu.

Rafka mendengus malas, dengan setengah hati, ia berjalan mengambil handuk yang di jemur di balkom dan menggerutu menuju kamar mandi. Childs! "Aku tuh kangen sama Abid. Wajar dong kalau aku bangunin dia, aku kan juga pengen main sama dia,"

Nadila menarik senyum simpul, "Makanya, kalau pulang jangan larut. Abid kan bosan nungguin Ayahnya,"

"Aku kerja kan, untuk kalian juga,"

Entah bagaimana, hati Nadila terasa panas mendengar kata 'kalian' versi Rafka. Bukan, ini bukan rasa panas karena marah. Panasnya, terasa berbeda dan terselip kebahagiaan yang meluap.

Untuk mensiasati rasa panas di hatinya, Nadila bergerak kesana kemari, membuka tirai gorden untuk memasukkan cahaya matahari ke dalam kamarnya. "Ya sudah, kalau gitu kamu mandi gih. Trus kerja lagi, cari nafkah yang halal untuk aku dan Abid,"

Rafka tidak menanggapi, ia langsung masuk ke kamar mandi. Dan, detik kedua setelah pintu tertutup, Rafka menyandarkan tubuhnya di pintu. Perkataan Nadila, membuatnya merasa begitu bersemangat. Ia tidak pernah merasa se-bersemangat seperti pagi ini. Sebagian hatinya berteriak bahagia karena ia mampu menafkahi keluarganya, dan sebagian hatinya merasa.......kosong(?)

---

"Assalamualaikum, ada apa Umi?"

"Wa'alaikumsalam. Begini loh nak Rafka. Hari ini Nabila pulang ke Jakarta. Tapi, Zahid baru pulang besok. Nabila lagi hamil, trus gak ada yang jemput di bandara. Abi lagi dinas di luar kota. Kamu bisa jemput gak?"

"Memangnya, Nabila pulang jam berapa Umi?"

"Ba'da dzuhur kayaknya udah landing di bandara Soekarno-Hatta,"

Rafka melirik jam analog di dinding ruangannya, masih pukul sepuluh. Butuh waktu sejam untuk sampai ke bandara jika tidak macet. Biasanya, jam makan siang akan macet.

"Baiklah Umi, Rafka berangkat sekarang yah? Nanti Umi tinggal hubungin Rafka lagi kalau Nabila udah landing. Assalamualaikum,"

"Iyah, hati-hati yah nak? Waalaikumsalam,"

Tut..tut..

Rafka langsung memutus sambungan teleponnya, yang memang sudah berakhir. Rafka bergegas merapikan pekerjaannya, meski belum jam makan siang, ia mengakhiri pekerjaannya dan berlari menuju lobi kemudian menyalakan mesin mobilnya. Hatinya terasa berdebar-debar mendengar kabar dari mertuanya.

Kupilih dia, Karena DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang