Saat itu

65 21 9
                                    

Saat itu, ketika pertengahan bulan September. Ketika rintik-rintik hujan mulai menumpahi jalanan, dan menyapu dedaunan yang berserakan. Bisik, dan kegaduhan suara klakson mobil memecah keheningan sore hari. Orang-orang berlarian ke toko, halte, atau ke tempat yang bisa dijadikan tempat berteduh. Hujan turun secara tiba-tiba, menutup langit jingga dengan awan hitam kelamnya. Membuat cuaca saat ini semakin dingin.

"Seharusnya aku melihat berita tentang cuaca hari ini, aku tak menyangka akan turun hujan," pikirku.

Aku mengeratkan mantelku, memperhatikan rintikan hujan yang mulai membuat kubangan air. Angin mulai menusuk setiap bagian kulitku yang tak terlindungi, tangan, dan pipiku serasa membeku. Aku tak terbiasa dengan cuaca sedingin ini, dan bodohnya aku tak memakai sarung tangan. Membuat kedua telapak tanganku serasa mati rasa---karena kedinginan. Kumasukan kedua telapak tanganku kedalam saku mantel, dan memegangnya erat-erat. "mungkin ini akan mengurangi kedinginan yang dirasakan kedua telapak tanganku," pikirku.

Salah satu orang yang duduk dihalte pergi menerobos hujan, lalu kemudian masuk kedalam mobil yang berada di sebrangnya. Menyisakan tempat kosong, diantara beberapa orang yang sedang menunggu hujan berhenti. Aku mengisi tempat itu, merebahkan bokongku pada tempat duduk besi yang dingin. Wanita paruh baya yang duduk disebelahku melemparkan senyumannya, dan sedikit bergeser ke kiri. Memberiku sedikit ruang, sehingga aku tak perlu menyanggah salah satu kakiku untuk tetap duduk. Hujan masih setia turun membasahi kota London, sudah hampir setengah jam, dan tak menunjukkan tanda akan berhenti.

Lagi, dan lagi aku menatap kearah jalanan. Menatap kendaraan yang berlalu lalang, ditengah derasnya hujan. Melihat langkahan, demi langkahan kaki yang berjalan di bawah air hujan bersama payungnya. Di ujung sana ada pasangan yang berlari menerobos hujan, mereka berlarian kedepan dari posisi mereka semula.
"Sepertinya kedua orang itu akan berteduh dihalte ini," pikirku.

Aku memfokuskan pandanganku, menatap lelaki itu dari atas sampai bawah. Melihat postur tubuhnya, dan gerak-geriknya. Sepertinya aku mengenali lelaki itu, namun lelaki itu memunggungi-ku. Tangannya terkait dalam genggaman sang gadis, yang sepertinya sepantarannya. Gadis itu tertawa bahagia, ia lalu menoleh kearah belakang, dan melihatku yang menatapnya. Aku spontan tersenyum---senyum yang sungguh kikuk terpatri diwajahku, gadis itu kembali memunggungiku, dan menatap ke arah jalanan dengan tangan yang terus tergenggam.

Beberapa detik ku lalui dengan menatap kosong rintikan hujan, sampai gerakan kecil yang dibuat lelaki itu mengalihkan perhatianku. Lelaki itu memiringkan kepalanya, menatap gadis disampingnya, lalu tersenyum kecil. Membuatku bisa melihat wajahnya, walau hanya sebagian. Aku mengenalinya, ia si pemuda asing di musim gugur pertamaku. Dengan cepat aku menundukkan kepalaku, takut-takut keberadaanku diketahui olehnya. Sudah lebih dari seminggu aku tak pernah melihatnya, terakhir kali aku bertemu saat malam hari sehabis dari rumah sakit.

Beberapa detik telah kulewati dengan menundukkan kepalaku, menatap kedua tali sepatuku yang masih sama seperti semula---terikat. Aku mulai bosan menunggu hujan, sebaiknya aku segera kembali ke flat. "Mungkin Deandra telah pulang dari rumah sakit, kalau ia pulang saat aku tak ada. Ia bisa khawatir!" Pikirku.

Aku segera bangkit dari tempat duduk ku, lalu mengeratkan mantelku. Halte sudah sepi hanya tinggal aku, dan 3 orang lainnya. Mungkin aku tadi tidak memerhatikan orang-orang yang berteduh bersamaku, sampai tak sadar salah satu bagian dari mereka pergi menaiki bis. Menyisakan aku yang masih berdiri dibalik punggung kedua pasangan itu.

Aku berjalan melewati kedua orang itu, sampai sebuah suara menghentikan langkahku. Aku terdiam, cipratan air hujan mulai membasahiku.

"Claudya" ucapnya

Aku menoleh menatap kearahnya, membuat ekspresi terkejut. Seakan-akan aku tak mengetahui keberadaanya.

"Ehh---Adnan" ucapku

"Tak kusangka kita bertemu lagi" ucapnya

"Ahh---ini Naomi," ucapnya mengenalkan gadis yang berada disampingnya.

Gadis yang beberapa detik lalu menatapku---kini tersenyum, dan mengulurkan tangannya kepadaku. Wajahnya sungguh cantik, dengan muka oriental yang dimilikinya. Aku menerima uluran tangannya, dan memperkenalkan diri.
"Aku Claudya"

"Naomi." ucapnya

Aku melepaskan genggaman tanganku dari tangannya, lalu tersenyum menatapnya. Keheningan terjadi beberapa detik, setelah perkenalan singkat itu. Sampai suara Adnan memecah keheningan.

"Apa yang ingin kau lakukan?" tanyanya

Aku diam tak menjawabnya---berpikir alasan untuk segera pergi dari sini.

"Ini masih hujan," tambahnya.

Lelaki itu seperti mengerti apa yang sedang kupikirkan, membuatku tak percaya.

"Aku harus segera pulang, sampai jumpa." ucapku

aku segera pergi meninggalkan mereka berdua. Lalu, berjalan menerobos hujan yang kini mulai membasahi seluruh tubuhku. Menghiraukan ucapan lelaki yang tak sempat kudengar jelas, karena langsung pergi dengan begitu saja.

Sepanjang perjalanan aku menggerutu kedinginan, badanku perlahan mulai menggigil. Membuatku kini berlari cepat, jarak dari halte ke flat sebenarnya tidaklah jauh. Seharusnya sejak awal aku menerobos hujan, namun aku benci hujan---ini seperti mereka semua membasahiku, dan membuatku kedinginan. Tak butuh waktu lama untuk sampai ke flat, dengan keadaan tubuh basah kuyup.
"Ini sungguh menyebalkan." batinku

Aku segera memasuki flat, dan melepas sepatuku yang basah. Lalu, pergi ke kamar mengambil handuk, dan pakaianku, dan segera ke kamar mandi.

Setelah mengganti pakaian, aku memutuskan untuk makan. Ternyata Deandra belum pulang, kalau ia ada disini mungkin ia akan memarahiku yang bermandi hujan. Syukurlah, aku tak perlu mendengar ocehannya yang terkadang menyebalkan.

AUTUMNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang