// r o s e

730 49 15
                                    

"Sekarang giliranmu, Rose," Ibu memberikan keranjang baru dan wine baru padaku. Aku heran kenapa Nenek minum wine. Semoga nenek tidak banyak-banyak meminumnya.... "Jenguk nenekmu. Sekalian tengok Robin, kalau dia masih di sana. Tapi kalian tidak boleh pulang bersama-sama, ingat?"

Tidak boleh pulang sama-sama. Peraturan yang aneh.... "Ingat, Bu," aku mengangguk.

"Cek saja di hutan kalau si bandel itu tidak ada di rumah Nenek," kakakku yang bernama Ruby berkata. Jahatnya Kak Ruby, dia memanggil adikku bandel! Tapi aku tidak ingin bertengkar dengannya. Mungkin Kak Ruby sedang tidak enak badan, jadi suasana hatinya sedang buruk.... Ah, Kak Ruby yang malang.

Aku mengelus Cloud yang bergelung nyaman di pangkuanku. Cloud ini kelinciku, bulunya putih dan lembut seperti awan. Kemudian, dengan hati-hati, aku menurunkan Cloud ke lantai. Binatang kecil itu berjalan menjauhiku dan pelan-pelan menghampiri Ginger, kakakku yang rambutnya dicat merah seperti bunga mawar.

Sudah dulu bermainnya, ya, Cloud. Aku mau ke rumah Nenek dulu....

.

.

2]  r  o   s    e

Ah. Akhirnya, dunia luar!

Aku menarik napas dalam-dalam. Haaah. Aroma hutan yang selalu kusukai! Bunga-bunga berhamparan, kupu-kupu beterbangan, dan suara-suara serta cahaya-cahaya aneh dari hutan. Aku sudah terbiasa dengan semuanya.

Aku juga terbiasa berjalan ke rumah nenek dengan memakai kaus kaki. Membuatku bisa merasakan tanah dan rumput dengan mudah. Rasanya sangat alami! Dibandingkan di kota, yang penuh polusi dan aspal. Hutan ini sangat hebat; sangat menawan; sangat—menurut kata Kak Carmen—"perawan". Cloud harus melihat hutan ini suatu saat! Dia pasti suka!

Tapi sekarang tujuanku adalah ke rumah Nenek. Oh ya, dan kuharap di sana ada Robin juga....

Aku mulai melangkah. Satu, dua. Harus pelan-pelan agar botol wine-nya tidak pecah. Ibuku pernah memarahi Kak Ginger yang berlari-lari membawa keranjang sampai botol wine pecah. Itu bukan kesalahan Kak Ginger juga, kok—dia saja yang terlalu pintar berlari. Terkadang aku berharap bisa selincah dan secepat dia, tapi 'kan aku hanya Rose.

Olahraga yang ingin sekali kukuasai adalah menyelam. Bukan berenang, tapi menyelam! Hebat, 'kan, kita bisa melayang-layang di dalam air seperti jiwa yang terangkat ke surga. Aku suka membayangkannya... melayang di kehampaan... tanpa beban; tanpa batas. Seperti balon yang dipotong talinya. Aku mau seperti itu.

Tapi sekarang, aku harus ke rumah Nenek.

Perjalanan menuju rumah Nenek itu lumayan lama. Bahkan meskipun aku berlari secepat Kak Ginger sekali pun. Setiap sampai di sana, selalu menjelang malam. Di mana langit berubah ungu dan suara-suara hutan berubah sendu. Tapi aku tidak takut, karena aku akan segera masuk ke rumah Nenek dan ke kamarnya; dan kemudian aku akan memberikan keranjang pemberian Ibu kepada Nenek, dan aku akan berbaring di sebelah Nenek sambil menunggu Nenek cukup kuat untuk membacakanku cerita.

Aku pernah mencoba berjalan mulai dari jam 5 pagi (Kak Scarlet marah sekali padaku setelah itu). Tapi, setelah sampai di rumah Nenek, tetap malam hari. Begitu pula sebaliknya. Kalau aku pulang dari rumah Nenek di siang hari, di sepanjang perjalanan akan melewati malam hari dan baru sampai di ujung jalan besar pada pagi hari. Rumah Nenek memang aneh!

Bagaimana kalau di hutan, ya...?

Ah, Rose! Kau ini bicara apa. Aku, 'kan, tidak boleh membelok dari jalan. Aku harus tetap lurus. Aku tahu di hutan tidak ada serigala, tapi aku tetap saja tidak boleh membantah. Rose anak baik. Hanya melakukan yang disuruh Ibu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 30, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

the Path [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang