// r o b i n

1K 58 19
                                    

"Antarkan ini ke rumah nenekmu," ibuku bilang. "Hibur dia. Tanyakan kabarnya."

Ada keranjang kayu berisi botol wine di atas meja. Aku merebut gagangnya dengan suka cita. Asyik! Ke hutan... lagi! Aku peduli juga, sih, soal Nenek, tapi kalau aku bisa bermain-main di hutan selama perjalanan, pasti seru! Nenek tidak akan keberatan....

"Ibu!" kakakku yang paling tua, Scarlet, berseru. "Robin baru 9 tahun. Kenapa harus dia?"

Namun Ibu sudah keluar ruangan. Yeah! Lupakan saja, Bu! Jangan dengarkan Scarlet!

Aku memakai tudung jaketku yang berwarna merah. Jaket itu pemberian Nenek. Katanya, aku harus selalu memakainya setiap berkunjung. Scarlet selalu bilang kalau jaketku susah dicuci. Ah, masa bodoh, lah!

"Kak Scarlet," kakakku yang bernama Rose berkata. Dia manis dan sopan sekali! Tapi juga cerewet. Mirip Scarlet. "Ibu pernah bilang kalau kita tidak bisa ke rumah Nenek bersama-sama. Tapi tidak ada yang tahu kenapa. Lagipula, Robin pasti baik-baik saja, kok." Rose kemudian menatapku.

"Robin, jadilah anak baik dan jangan keluar dari jalan, ya?

.

.

1]  r   o    b     i      n

Apa kubilang! Tempat ini indaaah sekali!

Jalanan menuju rumah Nenek itu hebat! Kanan-kirinya ditanami bunga-bunga yang cantik. Ginger (kakakku yang satunya lagi) pernah bilang bahwa bunga-bunga itu lebih bagus diinjak, tapi menurutku dia salah.

Sekarang sedang pagi; langit cerah, awan cerah; berjalan ke rumah Nenek tidak susah-susah amat. Tapi rumah Nenek agak jauh, sehingga kapanpun aku mulai berangkat, pasti sampai di sana sudah gelap. Tapi biasanya Nenek pengertian, sih. Ah, Nenek yang baik!

Aku yakin makhluk-makhluk hutan sama baiknya dengan Nenek.

.

Daripada langsung ke rumah Nenek, lebih baik aku main-main di hutan dulu.

Tidak apa-apa, 'kan? Hutan ini temanku. Aku ingat pernah melihat taman bermain yang bagus di sekitar sini.

Aku memandangi jalanan panjang menuju rumah Nenek yang disirami sinar matahari. Dadaaah, jalan! Nanti aku balik lagi, aku janji!

Di sekelilingku sekarang adalah pepohonan hutan. Pohon-pohon itu tinggi dan besar, cabangnya berdaun lebat sehingga nyaris tidak ada sinar matahari yang masuk. Hmm, Ginger pasti suka memanjat di sini. Aku tidak bisa memanjat, sih, tanganku terlalu pendek....

Aku berjalan memasuki hutan yang rimbun. Ujung-ujung hutan ini tidak kelihatan; tertutup kabut putih tebal. Pasti ada sesuatu yang disembunyikannya. Aku memutar badan untuk melihat sekeliling. Biasanya aku tinggal berjalan ke arah mana pun dan, cepat atau lambat, bakal ada sesuatu untuk dilihat. Oh, baru ingat—taman bermain itu. Ya! Aku mau ke sana!

Aku mulai berjalan lagi. Kali ini agak lebih cepat, alias berlari. Udara yang berbau hutan berdesing di telingaku.

Di kejauhan, tepatnya di kabut-kabut itu, aku akhirnya mulai melihat sesuatu. Tapi, hei! Itu bukan taman bermain. Hanya cahaya yang saaangat terang. Aku menengok ke kiri dan ke kanan—di sini ada orang lain tidak, ya? Siapa yang membuat cahaya itu? "Haloooo, penghuni hutan?" Aku mencoba memanggil. Tapi tidak ada yang menjawab.

Oh, atau di situ pohonnya lebih sedikit, jadi sinar matahari yang menyiraminya lebih banyak? Ya! Pasti karena itu. Bagaimana kalau di situ juga ada taman bermain yang kucari?

Aku berlari ke arah cahaya terang itu. Heeei, taman bermain, aku datang!

.

Duk!

the Path [on hold]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang