Prolog

51 6 7
                                    

Ruangan itu lengang. Sepi, begitu sepi. Tak ada sedikitpun suara. Dan tiba-tiba, lelaki yang sedari tadi hanya diam akhirnya membuka suara. "Aku... Aku, ingin melupakannya" dengan suara parau, lelaki itu berbicara. "Rileks, tuan. Ku harap kau bisa rileks saat ini" wanita di depannya menyahuti. "Namaku Langit, dan aku ingin melupakan hujan" ucapnya sambil seolah menahan tangis. "Kenapa? Kenapa kamu ingin melupakan hujan, Langit? Mau kamu berbagi kisahnya denganku?" Lelaki itu mengangguk.
"Gadis itu, aku begitu bangga sempat sangat mencintainya" Lulah, nama wanita yang duduk di depan lelaki itu, berusaha mencerna arah percakapan itu.
"Lalu? Apa yang salah dengan itu, Langit? Bukankah itu bagus untuk mencintai seseorang?"
"Ya, kecuali orang itu pergi dan tak lagi pernah kembali" lelaki itu tertunduk, memejamkan matanya untuk sepersekian detik. Lulah tau, rasa sakit yang dialami Langit pastilah sangat dalam. "Tak apa, Langit. Kamu bisa bercerita padaku secara keseluruhan. Kamu tentu tak keberatan, kan?"
Ruangan itu kembali senyap, untuk sedikit waktu. Begitu senyap hingga tiba-tiba langit kembali berbicara "Lalu, katakan padaku, harus kemana lagi aku mencarinya?"

Pernahkah kamu merasa begitu egois dalam mencintai, tapi sekaligus egois dalam hal tak ingin kehilangan? Pernahkah kamu begitu putus asa dalam mencari, tapi juga tak sekalipun ingin berhenti? Itu yang dirasakan Langit. Langit yang saat ini begitu ingin melupakan hujan.

It Will RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang