Seumur hidupku aku sangat membenci pesta dansa. Ketika mereka memakai pakaian konyol kemudian menari, sehingga aku menyadari betapa bodohnya mereka yang menari diatas telapak tangan mangsanya.
Mereka tidak tahu, aku tahu.
Malam ini akan diadakan pesta dansa, biasanya pasar akan ramai pagi ini. Ibuku berkata bahwa aku harus membeli beberapa kain untuk bisnis ibuku, harusnya aku pergi dengan Feer tapi dia sedang berhalangan jadi aku akan berangkat sendirian ke pasar.
"Bu aku pergi."
Ibu menganggguk, aku lekas mengambil sepatuku memakainya, berdiri, kemudian pergi sambil membawa keranjang yang terbuat dari kayu rotan.
Sudah kuduga pasar akan ramai, aku menghela napas sekarang akan susah bagiku untuk menerobos kerumunan itu dan mencari toko Hyte (Toko kain langganan ibuku).
Bukk..
Seseorang menabrak bahuku, aku pikir setelah itu ia akan minta maaf tapi orang itu pergi saja. Aku menghela napas sudah berapa kali aku mengalami kesialan pada pagi hari ini?
Mencoba untuk menggubris kejadian tadi, toko Hyte berada di depanku. Begitu aku masuk, aroma lavender menyeruak, suara musik klasik berdengung di telingaku.
"Ah, Neva masuklah dan duduk. Aku baru saja membuat teh," ucap Tifa pemilik toko Hyte sekaligus kenalan ibuku.
"Tidak terima kasih, tapi aku datang untuk mengambil pesanan ibu."
Tifa berdiri, mengambil pesanan ibu, dan menyerahkannya padaku. Aku tersenyum kecil, Tifa kembali menyesap tehnya. Ketika aku merogoh saku bajuku, uang yang diberikan ibu tadi tidak ada.
Aku menggigit bibirku, bagaimana aku membayarnya?
"T-tifa bolehkah aku membayarnya nanti?"
Tifa memandangiku, menyipitkan matanya, dan sekali tarikan nafas Tifa berucap "Kenapa?"
"S-sepertinya aku lupa membawa uangnya."
Tifa menghela napas. Aku tahu hari ini tengatnya, jika hari ini aku tak membayarnya maka habislah aku. "Kau tahu Neva, ibumu berhutang padaku banyak hal dan seminggu yang lalu ia berjanji akan membayarnya hari ini. Tapi sepertinya dia tak menepati janjinya."
"T-tidak bukan seperti itu, sepertinya saat orang itu menyenggolku dia mengambil uang itu! "ucapku membela diri.
Tifa kembali meletakkan cangkirnya, menghampiriku dan kemudian mengambil kain pesanan ibuku." Ku-kumohon Tifa!"
"Keluarlah."
Dengan langkah berat aku keluar, meninggalkan toko Hyte.
***
Sudah tengah hari tapi pasar masih ramai. Diam-diam aku merutuki orang yang mengambil uangku, bagaimana aku harus menjelaskannya pada ibu nanti?
Perutku berbunyi, lapar. Aku menatap roti yang di depanku lamat-lamat, roti itu terlihat lezat. Pemilik toko roti melihatku, dan kemudian memandangku jijik setelahnya. "Hei kau! Jika tak ingin membeli jangan berdiri disitu," serunya.
Aku memutuskan pergi dari situ, samar-samar aku mendengar dia mengumpat padaku. Sambil menghedikkan bahuku, aku berjalan menjauhi toko itu.
Saat aku berjalan, aku melihat sebuah gang sempit dan sepertinya ada seorang laki-laki dengan empat orang, anak itu dikepung, ditindas? Entahlah aku tidak tahu pastinya.
Tadinya aku ingin meninggalkannya, tapi begitu salah satu dari empat orang itu mencekik laki-laki itu kemudian mengangkatnya. Aku panik.
Bagaimana aku menolongnya? Apakah aku harus memanggil pengawal? Tidak, itu justru membuat masalahnya semakin besar, bisa-bisa aku iku terlibat.
Terdiam sambil menggigit bibir, aku memandang batu yang berada disampingku, aku mengambilnya dengan tangan gemetar. Apakah aku harus melempar batu ini pada pria itu?
Sebelum aku sadari, aku telah melempar batu itu.
Orang yang tadi kulempari batu meringis sambil memegang kepalanya yang berdarah, aku meneguk saliva-ku. Tiga orang temannya langsung memandangiku, kemudian menatapku marah.
Perlahan-lahan aku melangkah mundur, "Yohan, Piper tangkap wanita itu!"
Keranjang yang kupegang jatuh sebelum aku ingin mengambilnya dua orang pria itu mulai berlari kearahku.
Jantungku berpacu cepat, hanya ada satu kata di kepalaku lari!
Aku berlari, menginjak genangan air dan hampir jatuh. Ada tiga jalan didepanku, aku mengambil jalan tengah.
Aku berhenti berlari, dan melihat kearah belakang. Pria itu tidak mengikutiku lagi, syukurlah. Begitu aku terduduk sambil menetralkan nafasku, seseorang menyekapku kemudian menjambak rambutku.
Aku membelakakan mataku, kaget.
Rasanya aku ingin menangis sekarang, jambakannya semakin kuat. Dalam hati aku bergumam seseorang tolong! Siapapun!
Dengan satu kali pukulan, seseorang meninju wajah pria yang menyekapku tadi. Rambutnya coklat, dan samar-samar aku melihat matanya berwarna merah.
Aku menutup mulut dengan kedua tanganku.
"Kau baik-baik saja?" ucap orang itu.
Aku mengangguk ragu-ragu.
Dia menyerahkan keranjangku, aku mengambilnya dengan tangan yang gemetar "Will, namaku Will" ucapnya sambil tersenyum.
***
Aku kembali dengan kondisi berantakan, rambut yang tadi terkuncir rapih sekarang sudah tak berbentuk lagi.
Sebelum ibu melihatku aku buru-buru merapihkan penampilanku, agar ibu tak menanyakan apa yang terjadi tadi.
Aku meletakkan keranjang itu di meja, kemudian aku mendengar suara mesin jahit ibu yang memenuhi seluruh ruangan.
Aku mengikuti asal suara itu, sampai aku terdiam di salah satu ruangan dan melihat ibu yang terbatuk-batuk. Kondisinya dari hari ke hari semakin buruk.
"Ibu, apa kau baik-baik saja?" tanyaku. Ibu tersenyum seakan-akan tidak terjadi apa-apa, aku benci ketika ibu seperti ini, berpura-pura bahwa semuanya akan baik-baik saja padahal tidak.
Bu uang untuk membeli kainnya hilang, jadi aku tak bisa membelinya, cicitku.
Ibu memberiku aba-aba untuk menghampirinya, kemudian aku duduk disebelah ibu.
"Lihat cantik bukan?" tanya ibu menghiraukan perkataaku tadi. Kemudia ibu menunjukkan sebuah gaun berwarna biru muda. Terdapat mutiara-mutiara kecil dibagian kerahnya.
Lantas aku langsung menganggukkan kepala. Kulihat ibu tersenyum lega, kemudian ibu meraih tanganku dan memberikan gaun tersebut.
"Untuk mu," ucap ibu. "Ibu harap kamu mau datang ke pesta nanti malam." aku hendak menolak tapi ibu memotongnya.
"Tidak ada penolakan Neva Snow." ibu menarik napas sebelum melanjutkan.
"Ibu hanya ingin kau bersenang-senang tanpa mengkhawatirkan pekerjaan Neva, untuk soal kain itu biar ibu yang urus."
Aku menghela napas "Baiklah," ucapku pasrah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Snow Girl (ON HOLD)
FantasyHighest Rank #19 in Vampire Aku menatap sekitar, tubuh-tubuh tergeletak tak bernyawa. Kaki kiriku sakit, sayatan dari betis hingga kakiku melebar menyebabkan cukup banyak darah keluar darisana. Disusul suara teriakan 'tolong' yang terus berdenging...