Sepertinya mengumpat akan membuat hatinya terasa lega. Ia kesal setengah mati karena harus mengecat dinding yang lumayan besar ini dan ia tidak bisa meminta tolong siapapun. Seseorang dengan sembrono telah menggambar graffiti miliknya di dinding bagian dalam gudang sekolahnya. Padahal ia harus merahasiakan graffiti ini sampai lusa.
Lusa ia akan mengikuti lomba graffiti tingkat sma yang diadakan oleh sekolah lain. Ia harap tidak ada yang melihat graffiti ini, tapi mana mungkin. Pasti ada murid lain yang keluar masuk ruangan ini untuk mengambil alat alat piket. Mereka pasti dengan mudah bisa melihat graffitinya. Satu hal yang masih bisa membuatnya lega adalah tidak ada namanya sama sekali di graffiti itu.
Teman temannya tidak ada yang tau sama sekali kalau ia bisa membuat graffiti. Entah kenapa ia juga tidak berniat memberitahu mereka tentang itu. Kalaupun nantinya mereka harus tau, ia ingin itu terjadi dua hari lagi. Saat lombanya dimulai.
Ini pertama kalinya ia mewakili sekolahnya di lomba yang diadakan tahunan ini. Semua murid yang ikut dari sekolahnya adalah laki laki. Tapi ia mengenal mereka dengan baik dan untungnya ia tidak merasa canggung sama sekali.
"Yakin gamau dibantuin?"
Seseorang membuka pintu gudang dan berjalan menghampiri Jane.
Tanpa menoleh ia tau itu siapa. Nando. Kakak kelasnya yang juga ikut lomba graffiti besok. "Nggak." Jawab jane tenang. Walaupun dahinya sudah basah karena keringat tapi tangannya belum lelah. Ia masih bisa mengerjakan ini sendiri.
Nando berdiri di belakang jane sambil mengamati jane yang sedang mengecat dinding. Cewek bertubuh kecil di depannya ini benar benar mengecat dinding ini sendirian. Sebenarnya ia memperhatikan Jane dari luar jendela, tapi ia enggan masuk ke gudang karena....tidak tau, ia tidak tau kenapa tapi rasanya senang melihat cewek itu dari jauh seperti tadi. Ia baru masuk beberapa saat setelah jane mengusap keringat di dahinya. Cewek itu benar benar butuh bantuan.
"Are you even real." Ia heran kenapa Jane tidak meminta bantuan siapapun untuk mengecat dinding ini.
Jane tetap menggerak gerakkan tangannya agar catnya rata di dinding tersebut.
Karena jane tetap diam, Nando menusuk nusuk punggung jane dengan jarinya. "Are you human?"
Jane mengernyit. "What? Bro, stop talking." jawab Jane dengan bahasa inggris juga.
Tapi ia tidak bisa berhenti bicara. Setidaknya sampai jane menoleh ke arahnya. Ia masih menusuk nusuk punggung jane. Cewek ini benar benar tidak merasa terganggu. Nando akhirnya mendesah. "Jane!"
"Apa?!" Jawab jane galak. Well sebenarnya ia tidak bermaksud bereaksi seperti itu. Ia tadi hilap dan nando benar benar kaget dengan reaksinya tadi sampai sampai ia sedikit tersentak. Tapi.....cowok itu malah tersenyum.
"Apaan?" Jane bertanya lagi dengan nada biasa.
"Sini gua bantuin."
Jane menyipitkan matanya. "Emang bisa? Setau gua lo cuma bisa pacaran doang."
Ya setidaknya itulah yang dia dengar dari teman teman sekelasnya. Nando ternyata cukup populer di kalangan anak kelas sepuluh, apalagi di kelasnya.
Nando mengambil kuas yang tadi dipegang jane dan mulai mengecat dinding. "Kata siapa tuh? Itu fitnah yang."
"Yang yang, yang apaan??!" tanya jane kesal sambil menabok lengan Nando. Sepertinya tidak terlalu kuat tapi cowok itu berlagak seperti ingin pingsan. "Buset, dasar lemah."
"Bukan lemah nih, tadi namanya acting."
Jane hanya menggeleng gelengkan kepalanya sambil berjalan melihat lihat segala macam benda yang ada di gudang. Kayu kayu,bambu,sapu,kuas. Nah itu yang dia cari. Jane berjalan ke arah sudut ruangan dan mengambil kuas itu lalu berjalan kembali ke dinding.
Hm, sepertinya yang dibilang nando tadi benar. Itu hanya fitnah. Cowok ini bisa juga membantunya mengecat dinding sialan ini dengan rapi dan rata.
Tiga cowok lain yang ikut graffiti lusa, sepertinya sedang mengikuti kegiatan ekskul basket dan tidak bisa membantunya. Entah kenapa manusia di sampingnya ini tidak ikut juga. Bukannya biasanya cowok suka ikut basket?
"Lo gak ada kegiatan ekskul kak?" tanya Jane sambil mengoleskan catnya di bagian bawah dinding. Ia bersumpah kalau ia menemukan orang yang melakukan ini, ia akan melakukan apa saja agar orang itu tau betapa susahnya mengecat dinding yang lumayan besar ini.
Nando menoleh ke samping ke arah jane,tapi ternyata cewek itu sedang mengecat bagian bawah. Ia mendunduk, "Nggak, gua kan baik."
"Ha?" Jane menatap ke atas ke arah nando sambil membuka mulutnya berhubung huruf terakhir yang diucapkannya adalah huruf a.
Ekspresi jane yang polos itu membuat nando tertawa. Biasanya cewek yang dia temui selalu menjaga imagenya dan bersikap manis. Tapi cewek yang satu ini ajaib.
"Gua kan baik."
"Yaelah gua denger kak. Maksud gua kenapa lo bilang kaya gitu??" Jane mencelupkan kuasnya ke wadah cat lalu melanjutkan mengecat bagian bawah dinding ini.
"Gua kan mau bantuin lo, jadi gua baik."
"Kalo lo baik traktirin es bubble rasa green tea aja sono."
"Oke." Nando meletakkan kuasnya dan berjalan ke arah luar dan dengan cepat mengilang dari pandangannya.
Jane menatap pintu gudang.
Sumpah, dia cuma bercanda.
Ia duduk di lantai sambil menggelengkan kepalanya lalu akhirnya memutuskan untuk kembali mengecat dinding ini.
Sekarang sudah jam dua, dia mulai mengecat saat pulang sekolah. Sudah hampir satu jam tapi masih banyak bagian dinding yang belum dicat. Ia mendesah lalu menunduk sambil memainkan handphonenya.
Masalahnya benar benar bukan karena susah, tapi karena dinding ini besar ia tidak tau kapan akan selesai. Mungkin ia harus meminta tolong tiga kakak kelasnya yang lain?
Harusnya ia bisa meminta tolong kepada mereka. Walaupun graffiti ini sebenarnya dari awal ia yang membuat dan tanpa bantuan kakak kelasnya itu, tapi ia juga yang setuju untuk menjadikan graffiti ini sebagai graffiti yang akan mereka gunakan untuk lomba besok. Jadi ini mereka juga bertanggung jawab kan?
Jane menaruh handphonenya di lantai dan mulai mengecat lagi. Tapi kalau mereka masih ada kegiatan ekskul, ia benar benar tidak enak menganggu kegiatan mereka.
"Nih pesenan lo, baik kan gua? Yakan?"
Suara nando langsung terdengar saat ia membuka pintu gudang. Ia meletakkan beberapa gelas es bubble di lantai. Jane menatap plastik itu dan mendadak merasa tidak enak.
Untuk ukuran cowok ganteng, nando memang bukan tipe cowok yang cool. Cowok ini cenderung cerewet dan pecicilan tapi ia yakin cowok ini cowok baik. Ia senang juga melihat kelakuan nando ini karena bisa membuatnya cepat akrab dengan nando.
"Sebenernya tadi gua cuma bercanda kak,tapi malah beneran dijadiin sama lo." Jane tertawa kecil sambil terus mengecat.
Nando berjalan ke arahnya dan mengambil kuas dari tangannya. "Ya lo keliatannya capek sih, tuh diminum biar gantian gua yang ngelanjutin." Ia mulai mengoleskan cat ke dinding gudang.
"Gua gak capek kok, cuma panas aja. Capek sama panas beda tauk." Jane menusukkan sedotannya ke gelas plastik dan mulai meminum es bubblenya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Flakes
Teen FictionIa hanya tidak tahu harus merasa bahagia atau sedih atau marah atau kecewa. Yang ia tau ia hanya harus menerima kenyataan. Karena memang begitulah adanya.