"Aku ingin berlari menujumu
Meraihmu dalam pelukanku
Lalu membisikkan kalimat yang akhir-akhir ini menggangguku
Aku merindukanmu ...."Merindukan seseorang tak kusangka akan semenyebalkan ini. Aku tidak suka mengakui, namun hatiku tak pandai berbohong. Ada rasa kosong yang begitu menyiksa. Semakin aku mencoba menghapus bayangnya, hatiku semakin merana. Setiap detik yang lalu, tak terlewat tanpa memikirkannya.
Sosok itu entah kini berada di belahan bumi mana. Entah masih tinggal di Korea atau sudah kembali ke Jepang -kampung halamannya. Atau mungkin dia juga berada di benua yang sama denganku?
Aku memiringkan tubuhku yang sejak pagi tadi belum juga beranjak dari kasur. Tanganku membuka laci nakas lalu mengambil sebuah kotak beludru yang tiap kali kubuka selalu menyisakan luka. Umpatan tak akan cukup untuk mendeskripsikan bagaimana brengseknya aku. Laki-laki yang terkadang mengedepankan emosinya daripada memikirkannya terlebih dahulu.
"Aku merindukanmu, Mina-ya ...."
Ceklek
Suara pintu dibuka membuatku buru-buru menyembunyikan benda keramat itu. Sesosok gadis berbadan mungil yang sudah kukenal sejak kami masih kanak-kanak menghampiriku.
"Kenapa belum bangun juga, pemalas?"
"Mau bergabung denganku?" Aku menepuk bagian kasur yang masih kosong. Tak ada rona merah seperti yang dimiliki Mina tiap kali aku menggoda. Gadis ini malah berkacak pinggang dengan wajah siap menerkamku. "Kalau kau tidak ingin bergabung, keluarlah. Aku ingin tidur."
"Kau sudah pingsan semalaman, sekarang saatnya keluar. Ayo!"
Jessica Koh, manusia kepala batu yang ingin aku musnahkan. Gadis itu tidak tahu atau pura-pura tidak mengerti kalau sahabatnya ini tengah patah hati? Setelah menarik selimut yang semalam suntuk memelukku, tanpa perasaan gadis itu menyeretku hingga terjatuh dari ranjang. Rasa sakit langsung menghantam pantatku yang terlebih dahulu mencium ubin.
"Badan saja yang kecil. Kekuatanmu benar-benar bisa mengalahkan kekuatan banteng." Dengan kesal aku berjalan keluar kamar, Jessica mengekoriku.
Aku memilih untuk menghirup udara segar. Kuputuskan untuk tiduran di kursi dekat kolam renang. Cerahnya langit Arcadia tak secerah wajah dan hatiku. Rambutku yang kusut bahkan tak bisa menandingi dedaunan yang tampak bugar. Jessica datang dengan dua gelas jus di tangan. Dia mengangsurkan Jus Alpukat untukku dan jeruk untuk dirinya sendiri. Kalau boleh jujur, aku lebih suka jika yang kuminum adalah kopi tanpa gula. Rasanya yang pahit sangat tepat untuk menggambarkan hidupku saat ini.
"Jadi, apa rencanamu setelah ini?"
Aku menggeleng.
"Kau tidak tahu setelah membuat anak gadis patah hati?" Aku tidak suka dengan pandangan mengejek yang ditampilkan Jessica.
"Ingat nona, di sini aku yang patah hati."
"Kau yang menyuruhnya pergi, tapi kau juga yang patah hati. Dasar aneh!"
"Dia yang memilih meninggalkanku. Kalau dia tidak meninggalkanku, mungkin saat ini kami sedang mempersiapkan pernikahan." Aku meminum Jus untuk melegakan kerongkonganku yang mendadak kering.
"Bisakah kau merubah sifatmu? Aku sangat benci dengan tabiatmu ini."
Aku mengerutkan dahi. Memangnya apa yang salah dengan sifatku? Aku merasa sifatku biasa-biasa saja dan tidak sepatutnya orang lain benci dengan itu. Toh aku juga tidak masalah dengan pembawaanku.
"Kau itu manusia paling tidak mau salah di dunia ini. Kau bisa, kan, sesekali memikirkan bagaimana perasaan orang lain setelah apa yang kau lakukan? Lihat dengan matamu, buka hati nuranimu, rasakan apa yang mereka rasakan. Jangan berfokus pada perasaanmu sendiri, karena bisa jadi orang yang kau anggap meninggalkanmu jauh lebih sakit dari yang kau duga."
Aku merenung. Benarkah yang dia katakan? Aku tidak merasa demikian. Aku sudah memberinya pilihan, tetap bersamaku atau pergi dengan laki-laki yang sangat orang tuanya sukai. Dan dia lebih memilih meninggalkanku di saat aku ingin membawa hubungan kami ke tahap yang serius. Di bagian mana yang merupakan salahku?
Coba pikirkan, aku sudah menyiapkan segala sesuatu yang romantis untuk melamarnya. Tapi satu panggilan dari laki-laki bangsa*t itu menghancurkan semuanya. Memupus harapan untukku membina rumah tangga dengan Mina."Aku yakin sekarang kau pasti menyalahkan orang lain. Kalau kau tetap bersikap keras kepala, kau hanya akan merasa jauh lebih tersiksa. Cobalah untuk menyalahkan dirimu sendiri sesekali, jangan bersikap menang sendiri."
Jessica bangkit dari kursi pantai, melenggang masuk ke rumah dan meninggalkanku dengan perasaan campur aduk. Aku tidak mengerti kenapa harus menyalahkan diriku sendiri kalau nyatanya aku tidak bersalah. Untuk apa repot-repot ....Karena
kau masih mencintainya ...
Teriakan di kepala itu mengagetkanku. Membuatku menyadari bahwa ini adalah saat yang tepat untukku menunjukkan padanya seberapa besar cintaku padanya.
To Be Continue....
Voment, juseyo 😭😭
KAMU SEDANG MEMBACA
I Miss You [√]
Fanfiction"Aku ingin berlari menujumu Meraihmu dalam pelukanku Lalu membisikkan kalimat yang akhir-akhir ini menggangguku Aku merindukanmu ...." Cover by : #Song17